LOGINBerpikir lewah (Over thinking)
“Ambil? Tidak? Ambil? tidak?”Clarissa diam, tapi kepalanya bising. Perhiasan mahal, gaun mewah dan pesta adalah hal yang paling ia sukai.Alexander menghadiahkan kalung untuknya–kalung yang sangat bernilai tinggi. Phoenix chain tidak sekedar kalung akan tetapi simbol cinta. Konon, pria yang bisa mendapatkan kalung itu lalu memberikannya pada wanita, pasti wanita itu adalah wanita yang disukainya. Wanita yang akan dia lindungi hidup dan matinya. “Phoenix chain. Cinta sejati kadang harus hancur lebih dulu agar lahir kembali dengan jujur,” imbuh Alexander dengan suara yang rendah sarat makna. Clarissa sempat berpikir goyah. Apakah Cedric akan seserius Alexander? Alexander terlihat berusaha mendapatkannya kendati ia berusaha menolaknya. Namun Cedric … ia seolah berat memperjuangkan cinta mereka. Bahkan, ia tidak pernah memberinya perhiasan—yang menurut sebagian besar wanita adalah simbol kasih untuk wanita yang dicintainya.“Putri Clarissa,” panggil Alexander lembut. Ia sedikit gelis
“Ough, sakit?” Clara memprotes tatkala tangan Inez memuntir kulit perutnya. Matanya menajam ke arahnya. "Gilak kamu ya,”“Gila? Kau yang tidak waras. Bisakah kau naksir pria yang single? Duke Alexander itu calon suami Putri Clarissa. Kau mau mencurinya juga?” omel Inez dengan suara yang keras. Mereka hanya tinggal berdua di taman Seraphina. Acara jamuan sudah selesai sepuluh menit yang lalu. Clara menghela napas panjang. Ia mundur selangkah, menjauh dari gadis tantrum di depannya. “Siapa yang mencuri siapa. Jangan bicara sembarangan! Sampai kapanpun, Leonhart tetap satu-satunya pria yang aku simpan dalam hatiku. Paham?” ucapnya dengan wajah tanpa dosa. Inez menggelengkan kepalanya ribut. Gadis ini … benar-benar tidak merasa kapok. “Hati-hati kalau bicara! Jangan pernah katakan hal itu lagi tentang Pangeran Leonhart.” Suara Inez naik satu oktaf. “Atau–”“Atau apa?” Clara tak mau kalah. Ke dua tangan terlipat di dada. Ia memicingkan matanya, setengah mencemooh Inez.Tanpa tedeng alin
Angin berembus lembut di taman Seraphina. Harum semerbak aroma mawar terhidu menyengat. Para wanita di sana tersenyum penuh sumringah saat menikmati moment itu. Waktu mereka terusik saat seseorang datang.Melihat kedatangan Alexander, mimik muka Clarissa berubah tak sehangat dan seceria tadi. Ia merasa … keberatan. Namun ia juga tidak mungkin mengusir pria itu. Ia mulai belajar mengendalikan dirinya. Bagaimana ia bersikap respect pada orang lain.Begitulah pelajaran yang ia peroleh dari sosok ksatria yang tak lain, dia adalah Lord Cedric-kekasih hatinya. “Kau tidak mempersilakannya duduk,” bisik Amber pada telinga Clarissa.Clarissa mengerjap merasakan hembusan udara dari bibir Amber. Ia pun berusaha menormalkan perasaannya. Ia berdiri lalu menghampiri Alexander. Ia menoleh sesaat kepada para gadis lainnya. “Sebentar. Aku mau menyapa Duke Alexander.”Amber tersenyum kegirangan. Inez hanya mengedipkan matanya. Clara tengah tenggelam dalam pikirannya. “Kau,” kata-kata Clarissa menggant
“Love will find a way through paths where wolves fear to prey.” (Cinta akan menemukan jalannya, bahkan melalui lorong-lorong yang tak berani dilewati para serigala; Lord Byron)…Kabar itu datang menjelang senja. Seorang kurir istana memberikan surat kepadanya. Surat dari kurir itu ada dua. Pertama, surat bersegel resmi yang dikirim oleh Duke Arvin teruntuk Raja Edric. Adapun surat ke dua berasal dari pengawal setianya-Inez teruntuk dirinya.Ana sedang duduk di dekat jendela, menimang salah satu bayi kembarnya yang baru terlelap, ketika membaca surat yang ditulis oleh Inez yang menyampaikan tentang laporan singkat dari Velmont. Baik lisan maupun tulisan Inez memang seringkali irit bicara.Tangannya sedikit gemetar saat menyentuh kertas tersebut. Matanya bergerak-gerak membaca tiap baris kalimat.[Teruntuk Yang Mulia Putri Ana Wendsley,Saya ingin menyampaikan bahwa Raja Alric telah sadar. Dan Clara… berhasil menyembuhkannya. Kami akan segera pulang setelah perayaan syukur kesembuhan R
Clarissa sempat terdiam ketika mendengar pertanyaan sang ayah tentang siapa penyelamatnya. Ya, siapapun tidak akan percaya pada kemampuan survive seorang putri manja. “Putri Ayah, bicaralah yang jujur! Ayah tidak akan marah,” imbuh Alric menatap putrinya dengan tatapan hangat. Tidak ada lagi yang lebih membahagiakan dalam hidupnya selain melihat putrinya pulang dalam keadaan selamat. Dan, ia ingin mengenal siapa penyelamatnya. Seseorang ataukah keluarga yang berusaha melindunginya, memberikan tempat berteduh padanya, memberinya makan kayak. Ia ingin berterima kasih tentunya. Wajah Clarissa tampak memerah. Sedikit ragu, tapi lebih baik ia jujur. Ia tahu, mungkin reaksi ayahnya tidak akan sama seperti ibunya. Dewa penolong Clarissa selalu sama. Satu orang. Dia adalah Lord Cedric, ksatria tangguh dari Velmont Barat. “Ayah, Cedric yang menolongku.” Clarissa berkata sembari menunduk seperti seorang gadis remaja yang sedang mengalami pubertas. Ada rona merah jambu menjalar dari pipi hin
“Tidak, jangan pergi,” gumam Cedric merasa tak rela melihat kepergian kekasihnya.Clarissa sempat menoleh sesaat sebelum benar-benar meninggalkan Cedric. Bahkan ia tidak berpamitan sama sekali.Seraphina sudah lebih dulu menaiki pelana kuda. Matanya tertuju pada putrinya yang masih mematung lama. “Ayo cepat naik!” titah Seraphina keras. Seolah memahami keinginan sang ratu, salah satu pengawal menghampiri Clarissa lalu berusaha menarik pergelangan tangannya. Namun Cedric langsung maju. Ia menepis tangan prajurit itu lebih dulu dengan keras. “Jangan kau sentuh dia!”Clarissa terkesiap. Ia baru sadar dengan apa yang terjadi barusan. “Cedric,” bisiknya dengan mata yang berkaca-kaca. Tangisannya nyaris pecah. Ke dua netra bertemu dan saling menyelami perasaan masing-masing. “Jaga dirimu, baik-baik!” imbuh Cedric rendah. Jemarinya menyentuh jemari Clarissa singkat tetapi berhasil membuat Clarissa merasa hangat, cinta dan kasihnya. Ingin rasanya mendekap tubuhnya dan memberikannya ciuma







