Dewa tersenyum, saat mendengar erangan Rere yang di sebabkan oleh kelakuan jemari tangan kanannya, yang sedang mengusap dan membuka belahan bukit berbulu itu dengan lembut dan pelan.
"Dewa ...!"
Lagi, dan lagi, Rere mengerang memanggil Dewa untuk segera menyembuhkan rasa panas di dalam tubuhnya. Bersama dengan gerakan badan dan tangan Rere yang semakin menggila.
Brugh!
Rere yang sudah tak sabar, dengan sekuat tenaga merobohkan Dewa hingga telentang di ranjang, kini posisi mereka berubah. Rere berada di atas tubuh Dewa.
Kaki Dewa seperti di kunci oleh kedua paha Rere yang mulai mengangkanginya. Namun, justru inilah yang membuat Dewa memejamkan matanya, ia menahan erangannya saat gesekan antara miliknya dengan milik Rere, yang kini tanpa di halangi oleh selembar kain, sangat terasa nikmatnya.
Tangan Dewa yang berada di samping badan pun tidak dapat melakukan apa- apa karena sedang di genggam erat oleh tangan Rere. Dan di jadika"Mbok, tolong buatkan mie instan, tiga bungkus dengan telur mata sapi dua!" pinta Dewa pada seorang asisten rumah tangga. Lapar membuatnya terpaksa langsung ke dapur."Baik, Ndoro," jawab asisten itu dengan tergagap karena kaget, tidak biasanya tamu datang langsung ke belakang untuk minta di masakan sesuatu."Nanti tolong di antar ke kamar ya, mbok, sekalian sama minumnya," pinta Dewa dengan mata menyapu ruangan meja makan yang masih tampak sepi dan bersih."Iya, Ndoro.""Kok sepi? Semua sudah pada sarapan?" tanya Dewa yang tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Matanya kembali memperhatikan sekitar ruang makan dan ruang keluarga."Semua ke rumah sakit, Ndoro. Subuh tadi ada kabar kalau tuan besar sudah sadar." Sang asisten menjawab sambil memasak apa yang tadi Dewa minta."Alhamdulillah. Cepat bikin ya, mbok." Rona bahagia tampak sekali di wajah Dewa saat itu.Dewa berlari kembali ke lantai atas dan langsung masuk ke dalam
"Sebenarnya berita itu sudah dari tadi subuh. Tapi--""Apa?" Rere menghentikan langkahnya dengan tiba tiba hingga membuat Dewa juga berhenti mendadak karena mereka saling bergenggaman tangan."Hei ... dengerin dulu, kabar itu aku tahu dari si Mbok. Jadi bukan aku yang sengaja menyembunyikan darimu, kalau kau tak percaya nanti kau tanya sendiri pada bunda atau mama." Dewa akhirnya memberikan pembelaan diri.Rere terdiam, dia kembali melangkah, malah kini berbalik. Kini, dia yang berada di depan langkah Dewa yang melihatnya sambil menggelengkan kepala.Mereka sama-sama memilih diam hingga langkah mereka berhenti di sebuah kamar yang pintunya terbuka."Assalamualaikum ...."Rere masuk lebih dahulu, karena Om Bagas sudah menarik Dewa ke luar ruangan."Ssst ...." Bunda menyuruh Rere untuk mempelankan suaranya. Dengan isyarat ibu tangan yang beliau letakkan di depan bibir."Ayah gimana, Bunda?" tanya Rere yang langsung mendekat
Malam itu, ayah memandang Rere dengan linangan air matanya."Maafkan ayah ya, Nak. Tidak bisa jadi wali di pernikahanmu." Akhirnya ayah yang memulai percakapan, tangan yang di tusuk jarum itu mengelus jari sang putri yang berada dalam genggamannya.Rere tak menjawab, malah meletakkan kepalanya di samping ranjang tempat ayahnya rebah."Re ... bunda dan ayah mengikhlaskan kamu menjadi istrinya Dewa, semoga Allah juga meridhoinya.""Aamiin." desis Rere hampir tanpa suara."Assalamualaikum." Rere tak mendongakkan kepala, dia hafal benar siapa yang baru saja mengucapkan salam."Wa Alaikum salam." Hampir serentak semua menjawab salam dari mas Rio."Bagaimana? Apa ada perkembangan? Menurut bunda, kamu tadi ke kantor polisi?" tanya pak Bagas pada orang yang baru saja mengucapkan salam."Iya, Om. Alhamdulillah orang yang nabrak sudah ditangkap," jawab mas Rio, yang mendekat ke ayah hanya sekedar mencium kening ayah kemudian
"Pa, jangan bilang ke Dewa dulu kalau aku ikut, ya? Aku mau bikin kejutan, dari bandara mau langsung ke kantor," pesan Rere pada papa mertuanya.Siang itu Rere dan pak Bagas dalam perjalanan ke bandara, setelah sebelumnya ke rumah sakit untuk pamit pada ayah dan bunda Rere."Siap." Pak bagas menjawab permintaan Rere, dengan lirikan mata menggoda, sebentar. Kemudian kembali fokus pada gerakan tangannya yang sibuk di atas ponsel.Lima belas menit perjalanan ke bandara, persiapan, kemudian langsung terbang sekitar empat puluh lima menit, mengantarkan pak Bagas dan Rere yang kini berdiri di lokasi yang berbeda."Kau mau aku temani ke kantor?" tanya pak Bagas, saat melihat mobil beserta supir pribadinya datang menghampiri."Tidak, Pa. Lagian aku mau ke apartemen setelahnya," jawab Rere dengan bibir tersenyum."Oiya, Pa. Pesan ayah jangan lupa. Istirahat dan jangan ....""Stres!"Keduanya tertawa s
Dengan bangga Alman menceritakan siapa sosok Nia pada Dewa. Juga tentang bagaimana hubungan Rere dan calon istrinya ini."Kenapa tidak kau ajak ke sini, Man.""Dia ada di rumahku sekarang, bersama orang tuanya,""Benarkah?" Rere tampak antusias sekali mendengar Nia ada di sini."Ya, rencananya nanti malam aku akan mengajaknya menemui pak Bagas.""Bisakah kau membantuku, Dew?""Membantu apa?""Suruh dia berhenti kerja, aku ingin dia di rumah saja."Rere sontak menoleh kepada Dewa yang saat itu juga tengah menatapnya."Apa?""Apakah kau juga bakalan menyuruhku untuk berhenti kerja.""Kalau untuk kerja di kantor seperti sekarang, iya. Tapi kalau kau kerja yang bisa kau lakukan semaumu, aku dukung.""Maksudnya?" Alman dan Rere hampir bersamaan, bertanya dengan kata yang sama."Ya kalau seumpama kau buka kafe, toko buku, bunga, atau salon. Itu semua kan nggak menuntut kamu harus ada setiap saat di
"Selamat ya mbak, atas pernikahannya. Mudah-mudahan Allah memberkahi mbak dan bapak, baik dalam suka maupun duka dan selalu mengumpulkan mbak dan bapak berdua pada kebaikan."Rere dan Dewa tersenyum dan mengaminkan doa Mak.Mungkin sebelum Rere dan Dewa datang ke apartemen, Udin sudah menceritakan lebih dulu tentang pernikahan kedua bosnya.Hingga saat mereka baru saja menginjakkan kaki di apartemen langsung disambut Mak dengan doa."Aden berdua, ini sudah makan apa belum?" tanya Mak dengan sikap dan panggilan yang berbeda."Aden apa, Mak? Biasa aja ah, aku nggak suka." Rere memonyongkan bibirnya saat mendengar Mak merubah panggilannya untuknya.Mak hanya bisa tersenyum saat di protes oleh bosnya. Dan langung pamit ke belakang, setelah Dewa meminta untuk membuatkan dirinya kopi."Mau nunggu di sini apa, gimana?""Kamu maunya gimana?""Maksudnya?""Kita sudah nikah Rere, apa kau mau kita tinggal d
Sepi! Hanya suara gemericik air dari dalam kamar mandi yang sepertinya menjawab apa yang ada dalam benak Dewa, saat ia kembali masuk ke dalam kamarnya karena urusan kantor dengan papanya sudah selesai.Dasi yang dari tadi sudah tak rapi lagi, dia buka lalu di letakkan begitu saja di sandaran kursi meja hias.Dewa menghela nafas panjang,matanya menatap ke arah pintu kamar mandi dengan pikiran yang yang traveling.Merasa tak mendapatkan satu pun jawaban dari pertanyaannya sendiri. Dewa kemudian membantingkan badannya yang terasa lebih capek ke atas ranjang. Memejamkan mata dan mencoba mengatur lagi rasa malas yang kini ada di hatinya."Mas!?" Tiba tiba Dewa di kejutkan dengan suara istrinya yang sudah berdiri di samping ranjang dengan tubuh di balut handuk berwarna biru, namun tak mampu mencegah wangi sabun untuk masuk ke dalam hidung Dewa.Dewa terus memandangi Rere yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan menggunakan -- hair dryer. Sam
Namun, matanya menatap sang suami yang rupanya hanya sebatas memanggil saja, lihat! Dewa malah tertidur dengan pulasnya.Rere terus memandangi wajah tampan di depannya, dia mendekat kemudian mengecup kening suaminya dengan perlahan."Makasih!"Rere membesarkan matanya saat mendengar Dewa mengucapkan terima kasih, dengan mulut yang tersenyum walau matanya terpejam."Ish ... kupikir kau sudah tidur," seru Rere yang kemudian sedikit menjauh, duduk di depan meja hias yang tersedia.Baru saja tangannya hendak membuka kosmetik miliknya, ponsel Dewa tampak menyala dengan mengeluarkan nada yang tidak begitu keras.Tanpa membukanya, tampak di jendela ponsel milik suaminya, pesan dari aplikasi hijau yang mengabarkan tentang seseorang yang sedang hamil, dan Dewa harus tanggung jawab. Hanya sebagian pesan, tapi isinya sudah cukup bagi Rere mengerti apa yang dimaksud oleh si pengirim pesan.Sontak Rere terdiam sejenak, hing