Share

Hari Sial

Tangan sebelah Sinta dilepaskan mendadak oleh bosnya karena seorang lelaki menarik bosnya mundur dan langsung menghajarnya tanpa ampun. 

Bugh Bugh Bugh Bugh

Sinta ketakutan melihat bosnya dihajar bertubi-tubi diseluruh tubuhnya hingga babak belur. Sampai si bos merengek memohon sambil bersimpuh agar tak dihabisi oleh lelaki yang menolong Sinta. 

Lelaki yang berpakaian setelan jas itu membiarkan bos Sinta lari tunggang langgang setelah memperingatkannya agar tak mengganggu Sinta lagi. 

Ya, dia malaikat Sinta, menyelamatkan gadis malang dari bosnya yang cabul. Pria yang masih menggunakan setelan jas itu mendekat ke Sinta yang masih berjongkok di samping trotoar. Melepas jasnya lalu menyampirkannya ke punggung Sinta. 

Sinta mendongak menatap lelaki itu, belum bisa berkata-kata saking takut dan gemetaran. Dan lelaki itu sama saja dengannya, tak mengucapkan sepatah katapun. Tak lama seorang pria yang lebih dewasa turun dari mobil mewah dan menghampirinya. 

Berbisik ditelinga laki-laki yang menolongnya. Lelaki tampan itu mengangguk dan lelaki yang dewasa satunya pergi dahulu kemudian disusul lelaki yang baru saja menolongnya. 

Sinta berdiri hendak mengembalikan jas itu namun lelaki itu sudah masuk ke dalam mobilnya. Akhirnya Sinta pulang ke rumah hampir jam sembilan malam karena memacu motornya sangat pelan karena masih takut. 

***

"Vi, di tempat lo ada kerjaan nggak?" tanya Sinta. Ia baru bangun tidur dan langsung mengambil ponselnya untuk menelpon temannya. 

"Lagi nggak buka lowongan, Sin, udah penuh," balas Vivi dari seberang sana. 

"Oh, gitu ya ... emm-nanti kalo buka lowongan lagi kabarin ya?" pesan Sinta. 

"Oke, Sin, siap."

Sambungan telepon diputus, Sinta gelisah namun tak terlalu menyesal, ia malah bersyukur bisa lepas dari bosnya yang ke-ter-la-luan itu. Ia berjanji tak akan kembali ke sana, sudah cukup penderitaannya sebulan di sana, untung saja baru gajian sehari lalu jadi Sinta tak begitu rugi banyak. Ia bergidik ngeri membayangkan hal yang mengerikan jika saja laki-laki tampan tadi malam tak menolongnya, bagaimana nasibnya? Ia pasti sudah gila sekarang akibat kejadian yang menimpanya itu. 

Sinta mengirim pesan ke semua temannya, tentunya untuk mencari pekerjaan pengganti ... Dari pada di tempat bosnya itu keputusannya untuk keluar sudah tepat. 

"Ibu berangkat ya, Sin," ucap seorang wanita yang melewati kamar Sinta begitu cepat. Ia bergegas keluar kamar yang tak pernah ia kunci, takut gempa tiba-tiba datang dan ia tak bisa keluar dengan cepat. 

"Iya, Bu, hati-hati," balas Sinta setengah berteriak, melongok ke luar pintu kamarnya melihat Ibunya pergi dari rumah. 

Ting

Pesan masuk sedetik lalu membuat Sinta kegirangan. 

Tina : Sin, kata temen gue ada lowongan di tempat dia kerja. 

Sinta : Kerjanya apa? 

Tina : SPG Sin, kalo mau gue kasih nomornya. 

Sinta : Yaudah, coba kasih ke gue biar gue hubungin temen lo, oiya ... namanya siapa? 

Tina : Namanya, Yuzak. Nama panggilannya Yoyo. 

Sinta : Oke, makasih banyak ya. 

Sinta lalu menelpon nomor tersebut namun tak diangkat walau sudah beberapa kali mencoba, akhirnya Sinta putuskan untuk mengirimkan pesan singkat padanya. 

Sinta : Hallo, Mas. Saya Sinta temennya Tina, apa di tempat kerjanya Mas lagi buka lowongan? Saya sangat butuh pekerjaan Mas. 

Sinta meninggalkan ponselnya dikasurnya, ia pergi ke kamar mandi belakang untuk bebersih diri. Ibunya sudah berangkat kerja dan akan pulang sore nanti. 

***

Sinta sarapan lalu berangkat ke kampus menggunakan motor bebek keluaran tahun 2014 satu-satunya kendaraan milik keluarga mereka. Seperempat jam perjalanan akhirnya ia sampai di halaman parkir kampus. Ia menuju kelasnya, mengobrol santai dengan teman-temannya. 

"Lo butuh kerjaan lagi emangnya kenapa ... lo pake keluar segala dari butik kemarin, Sin?" tanya Lala langsung ke intinya. 

"Gue ngerasa nggak cocok kerja di sana," balas Sinta berbohong, tentu saja ia merahasiakan apa yang terjadi sebenarnya, bisa dibully dia kalau menceritakan hal yang sejujurnya, meski dia sebagai korbannya. 

"Gimana sih, Sin? namanya kerja ya nggak ada yang enak, gak ada yang gampang, kecuali kalo kita punya sugar daddy kayak si Angel, lain ceritanya ...," sahut Friska sok tahu. 

"Hmmm." Sinta malas menanggapi mereka, hanya mengiyakan perkataan mereka yang tak berguna, bukan memberi solusi malah memojokkannya. 

"Sin, lo mau gak jadi waiters di Cafe Panas Dingin?" tanya Siska tiba-tiba bergabung. 

"Gaji berapa?" tanya Sinta serius. 

"Palingan juga dua jutaan, infonya dari temen gue. Kalo minat katanya langsung ke sana aja, nggak usah bawa CV segala, yang penting niat." 

"Yang mana sih tempatnya?" 

"Itu, di jalan Soekarno no. 10," terang Siska. 

"Oh, di daerah sana ... oke ntar gue mampir deh, thanks ya." 

"Iya, Sin, sama-sama." 

Tak lama dosen mata kuliah Bahasa Indonesia masuk dan mereka semua diam seketika, balik ke bangku masing-masing. 

"Kumpulkan tugas 'fungsi bahasa' kalian dan dengarkan baik-baik materi yang akan saya sampaikan, setelah itu tugas selanjutnya yaitu tugas kelompok dua orang, boleh pilih teman sebelah atau terserah kalian ... nanti tugasnya latihan menandai ciri-ciri laras ilmiah dalam teks, paham?" jelas Pak Ahmad tegas. 

"Paham, Pak," jawab semuanya kompak. 

***

Sinta memeriksa ponselnya saat menuju parkiran, dan terlihat senang saat mengetahui siapa yang membalas pesannya. 

Yoyo : Ada Sin, kamu ke sini aja ya. Alamatnya di jalan Retjo Penthung no. 07, masuk ke dalem dan bilang mau ketemu Yoyo gitu aja. 

"Yes!" ucap Sinta kegirangan. 

'Spg kan lumayan, apa gue ke sana duluan aja ya? Tapi SPG apa yang di sana? Kayaknya di kawasan sana nggak ada mall deh setau gue.' Sinta menggaruk kepala yang tak gatal. Ia lalu mengambil motor dan menancap gas menuju tempat yang di tunjukkan oleh Yoyo. 

Dua puluh menit sudah akhirnya Sinta sampai, ia sedikit heran pasalnya ternyata di daerah itu terdapat swalayan yang cukup besar dan hotel yang berdampingan. 

"Gue tanya siapa dong?" gumamnya.  

Ia mengambil amplop coklat khas pelamar kerja dari jok motornya lalu melenggang masuk ke dalam swalayan tersebut. Ia langsung menuju etalase di mana berbagai kosmetik tertata rapi di sana, benar ada SPG yang berdiri di sana. 

"Mbak, permisi," ucap Sinta sopan, ia menampilkan senyum manisnya. 

"Oh, iya-ada yang bisa saya bantu?" 

"Emm-saya mau ketemu Yoyo ada?" tanya Sinta ragu. 

"Yoyo? bentar ya saya panggilkan." 

Sinta bernapas lega karena si mbak yang ia mintai tolong pergi dari sana untuk memanggilkan Yoyo, ia yakin bisa bekerja di sana, dan mungkin nanti ia akan bekerja di swalayan itu, serta Yoyo apa dia sudah memiliki posisi aman bekerja di sini? 

"Hei, Sin." 

Sinta menoleh ke sumber suara dan ia bertanya-tanya apa dia Yoyo yang dimaksud temannya. 

"Eh, iya. Yoyo ya?" tanya Sinta ragu-ragu, si mbak tadi kembali ke balik etalase di depannya. 

"Iya, yuk ikut aku," ajak Yoyo melangkah dahulu keluar dari swalayan. 

"Eh, iya." 

Sinta mengikuti tanpa berpikir panjang, berprasangka baik dengan orang yang baru dikenalnya. Ia heran ketika Yoyo membawanya ke lobby hotel. 

'Loh, kok ke sini?' batin Sinta bertanya-tanya tapi tetap mengikuti Yoyo. 

Yoyo berjalan menuju pojok ruangan tersebut, di sana ada lelaki yang terlihat sedang menunggu. Sinta mengikutinya tanpa bertanya apapun. Dan akhirnya mereka sampai, Yoyo mempersilakan Sinta duduk, begitupun si lelaki berjas tersebut menatap Sinta penuh arti. 

"Ini, Pak, yang saya katakan tadi akan melamar kerja," ucap Yoyo setelah keduanya saling berjabat tangan. 

"Ooh, kamu yang namanya Sinta? cantik ya seperti namanya. Ada berkas lamaran seperti biasa?" 

Sinta mengangguk dan berkata, "Eh, iya, Pak. Ini silakan." 

Setelah beberapa menit si lelaki itu membaca berkas lamaran Sinta dan mewawancarainya secara tak langsung, akhirnya Sinta diterima kerja. Sinta sangat senang akhirnya besok sudah bisa kerja kembali, ia bergegas pulang, tak sabar hari esok datang. 

***

Sinta memarkirkan sepedanya di parkiran karyawan hotel, dia diarahkan untuk menunggu di dalam hotel agar tak mencolok dimata orang. Yoyo baru datang dan ketika melihat Sinta ia mempercepat langkahnya karena pasti Sinta sudah menunggunya. 

"Yuk, Sin ikuti aku," ucap Yoyo. Sinta bangkit kemudian mengikuti Yoyo naik lift. Hanya ada mereka berdua, Sinta sangat canggung dan tak tahu harus membuka obrolan atau tidak. Akhirnya mereka saling diam sampai tempat tujuan, Sinta sangat kaget ketika Yoyo membawanya ke sebuah tempat tersembunyi di dalam hotel. Penerangan minim dan lampu warna-warni berkelap-kelip membuat Sinta ragu melangkah mengikuti Yoyo. Laki-laki itu terus berjalan dan ia baru sadar kalau Sinta berhenti ketika ada temannya yang menyapanya. 

Ia lalu balik menemui Sinta dan bertanya, "Kamu kenapa di sini, Sin? ayo." 

"SPG apaan yang kerja di sini, Yo?" tanya Sinta sedikit emosi, tapi Yoyo tersenyum. 

"Kok kamu nanya, bukannya Tina udah bilang? Ya SPG miras lah, udah yuk buruan udah ada pelanggan itu." 

"Hah? Gila kali Tina cariin gue kerja ginian, ogah gue."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status