Beranda / Romansa / Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput / 1 —Kenyataan yang Disembunyikan

Share

1 —Kenyataan yang Disembunyikan

Penulis: Purple Bubble
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 02:52:18

“Dua puluh tujuh tahun yang lalu, Papa menemani Mama di Kalimantan untuk nyari Illipe Butter,” Surya membuka cerita. Duduk di sofa single yang bisa menatap ke kanan dan kirinya. Dimana Mei dan Carita duduk bersisian di sofa kanan, sedangkan Aya dan Chandra duduk di sofa sebelah kiri.

Matanya menangkap wajah tegang dari Aya dan Chandra. Keduanya yang benar-benar terkejut dengan berita ini. Wajah Carita yang duduk menempel pada Mei juga sama, takut dan cemas juga tidak luput dari pandangan Surya.

“Due date mama masih dua minggu lagi saat itu. Papa udah minta Mama untuk gak pergi dulu, tapi—“

“Kalian tau Mama bagaimana,” potong Mei pada penjelasan Surya, “Mama keras kepala sampai bilang kalau pergi kesana karena ngidam banget.”

“Dan Papa yang bucin ini benar-benar menuruti maunya Mama?”

Chandra menebak dengan sangat tepat. Karena kemudian kedua orang tua itu tersenyum dan mengangguk. Tidak ingat dengan kejadian yang terjadi saat ia masih balita itu, Chandra hanya ingat ia punya adik perempuan yang cantik.

“Lalu gak disangka banget Mama kontraksi, pecah ketuban sesudah keliling liat buah, dan berakhir dengan lahiran. Padahal Mama mau ke Disney Sea dulu minggu depannya itu, Kak,” Mei terkekeh sendiri.

“Mama lahiran di rumah sakit, waktu itu malem-malem. Kacau banget malam itu, Kak.” Papa mengingat, “kami berdua dibantu Pak Bima, mengurus semuanya, dan pulang dari sana tanpa prasangka apapun.”

Mei menunduk, meraih tangan Carita. Gadis yang ternyata anak kandungnya itu duduk dengan tegang. “Kami ternyata membawa bayi yang salah,” Mei tercengang dengan ucapannya sendiri lalu cepat-cepat menoleh pada Aya, “Maksud Mama bukan gitu, Aya. Mama—“

“Kapan Mama menyadari kalau aku bukan anak kandung Mama?”

Pertanyaan itu tercetus begitu saja di kepalanya. Aya mencoba tenang. Ini bukan hal yang harus ia hadapi dengan buru-buru. Tanpa prasangka apapun. Ini kesalahan yang jelas sangat fatal. Namun waktu yang sudah dilalui sampai hari ini juga tidak sebentar. Ia ingin tahu sejak kapan Mama dan Papanya menyembunyikan hal ini darinya.

“Sejak awal, Sayang,” jawab Mei. Tidak ada keraguan, tidak ada yang ditutupi.

“Setibanya kita di Jakarta, kami melakukan semua tes kesehatan sama kamu, Sayang,” tambah Surya, “Mama O, Papa B. Kamu punya golongan darah A, Aya. Kami curiga sejak tau golongan darah kamu.”

Aya tidak pernah tahu itu. Sejak kecil sampai sekarang, semua hal tentang kesehatan dipantau Dokter Ilham. Semua hal diberitahukan bahwa ia baik, orang taunya baik, Chandra juga baik. Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan mereka. Hidup sehat dan baik, makan yang diatur oleh ahli gizi, vitamin dan semua hal yang sudah dipersiapkan. Aya merasa semua hal di dalam hidupnya serba mudah dan ia hanya tinggal sekolah dan sekarang bekerja.

Namun ternyata semuanya itu apa?

“Sejak awal?”

“Pak Bima segera kembali ke sana, tapi seperti kami, orang tua kamu juga sudah pergi, Sayang,” jelas Mei. Kata-katanya tenang, terang sekali agar membuat Aya tenang juga.

Tatapan Aya beralih pada Carita. Melihat bagaimana sedehananya gadis di depannya. Entah perasaan apa yang tumbuh di dalam hatinya, hanya saja, rasanya sesak. Aya duduk dengan gelisah. Padahal biasanya ia berguling-guling dengan nyaman di sofa ruang keluarga ini.

“Apakah—“

“Apa buktinya lagi, Mah? Pah?” tanya Chandra mengangkat tangan untuk kemudian mendarat di tangan Aya, meremas jemari tangan adiknya yang terasa dingin menusuk.

Tatapan Aya berpindah pada lelaki yang selama ini ia yakini sebagai kakaknya.

Chandra melirik Carita, gadis itu menatap takut-takut padanya, “Carita—“

“Panggil aja aku Ari,” Carita bersuara pertama kali.

Senyum Chandra tersungging di bibirnya. Menatap Ari dengan lembut, ia mengangguk, “Ari maaf bukannya aku gak percaya, tapi ini terlalu mendadak untuk aku dan Aya.”

Ari mengangguk kecil, “Aku juga masih belum percaya, Kak—“

“Chandra.”

“Kak Chandra,” Ari meneruskan ucapannya.

Aya menatap bergantian pada Chandra dan Ari. Melihat adanya kemiripan dari keduanya. Kemiripan yang sama sekali tidak dimiliki olehnya. Tangan Aya gemetar dalam genggaman Chandra.

Dari saku jasnya, Surya mengeluarkan amplop putih dari laboratorium ternama dan terpercaya. “Kami sudah tes DNA, Kak,” jawabnya.

“Hasilnya cocok,” tambah Mei mengangguk yakin pada Chandra.

Chandra menatap amplop putih itu dan meraihnya. Melepaskan gengaman tangannya di jemari Aya, lalu membuka amplop itu. Melihat hasil yang disuguhkan laporan di atas kertas itu. 99,99%.

Mencuri lirik pada kertas di tangan Chandra, Aya semakin merasa nelangsa.

“Apakah orang tuamu–“ Chandra menggeleng lalu menyimpan kertas kembali ke salam amplop.

“Apakah orang tuaku masih ada?” Aya meneruskan pertanyaan Chandra.

Aya menarik napasnya yang terasa berat, lalu merasakan usapan lembut Chandra di punggungnya. Ia menoleh pada kakaknya dan mengangguk kecil. Isyarat kalau ia tidak apa-apa dengan kenyataan yang tiba-tiba ini.

Carita melirik Aya ragu-ragu, melihat memindai Aya dari atas rambut sampai ujung kakinya. Menatap rambut bergelombang Aya yang ditata rapi, jas diluar kemejanya yang pas dengan tubuhnya, rok span cream, juga stiletto louboutin itu. Perlahan, Ari menegakkan punggungnya, mencuri pandang pada letak kaki Aya yang terlipat elegan tanpa menyilangkan kaki. Lalu pada tangan Aya yang berada di atas pangkuannya.

Kepala Ari terangkat dan menatap Aya yang masih menunggu jawabannya, perlahan, Ari mengangguk. “Masih ada Abah, kalau Ama sudah meninggal tahun lalu,” jawabnya. Suaranya kecil mendayu dan lembut.

Kedua mata Aya menutup, dengan sema kekuatannya, ia menahan bibirnya untuk tidak bergetar. Aya berakhir dengan menggigit bibirnya dan mengatur napasnya.

“Maafkan Mama sama Papa yang baru menemukan Ari sekarang, Aya,” suara Surya terdengar lagi.

Mei melepaskan tangan Ari, mengangguk dan tersenyum padanya sebelum berpindah ke sebelah Aya.

Mata Aya terbuka saat merasakan tangannya dibawa ke dalam genggaman Mei. Aya tersenyum kecil, “Aku gak apa-apa, Mah,” katanya sebelum Mei berkata apa-apa.

“Kamu memang selalu ngerti sebelum mama ngomong,” jawab Mei dengan senyumannya.

“Aku lega Mama menemukan Ari. Kalau enggak, aku—“

Alarm ponselnya bergema. Aya meraih tas dan mengeluarkan ponselnya. Mematikan alarm lalu menatap ponselnya lekat. Entah, tapi suara alarm dan pesan dari Sella di ponselnya itu terasa membebaskannya dari sesaknya sekarang.

*

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   51. —Rencana Aya

    Tangan Aya kembali terangkat untuk menutup mulutnya yang menguap.“Maaf, Pah, Mah,” katanya sekali lagi sebelum menyuapkan dada ayam panggang saus madu yang dimintanya sejak subuh tadi ke dapur rumah. Mengunyah sambil mencuri-curi pandang pada ipad di pangkuannya.“Kamu keliatan gak sehat,” Chandra menaruh punggung tangannya di kening Aya.Sedikit panas.“Kamu demam,” Chandra menoleh pada Aya sekarang.“Istirahat aja, Ya,” ucap Papa.Sedangkan Mama sudah berjalan kepadanya. Melakukan hal yang sama seperti Chandra, “Bentar, Mama ambil dulu thermometer,” ucap Mama.Tangan Aya meraih tangan Mei yang sudah hendak pergi.“Aya gak apa-apa, Mah,” katanya pelan.“Kamu demam,” jawab Mei.Tangan Aya memindahkan ipad di pangkuannya ke atas meja, ia berdiri. Meraih Mei ke dalam pelukannya. “Aya gak apa-apa, Mah,” katanya sekali lagi. Ia menopangkan dagu di pundak kiri Mei.Wanita yang sudah menjadi ibunya selama dua puluh tujuh tahun itu membawa Aya ke dalam pelukannya. “Beneran?” tanyanya memast

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   50. —Yang Mereka Butuhkan

    ‘Bagaimana bisa anak manis yang selalu ia jahili dan menjahilinya balik ini ternyata bukan adiknya?’Chandra tertegun sendiri melihat Aya yang membungkuk di depan wastafel dan membasuh wajah dan matanya yang perih. Tangannya memegangi rambut panjang Aya yang terurai ke atas wastafel basah, menahannya di pundak Aya.“Oke sekarang udah gak perih lagi,” Aya mengangkat wajah. Meraih handuk bersih dari gulungan teratas di atas meja. Mengelap wajah yang sudah bersih.Senyumnya mengembang melihat Chandra masih di sana dan memegangi rambutnya.“Tengkyu, Kak,” ucapnya sekalian meraih rambutnya, lanjut mengeringkan ujung rambut yang kebasahan.“Kok bisa sih kalau di kantor kamu jadi keren gitu?” tanya Chandra kemudian.Aya mengerjap, melirik Chandra yang berbalik keluar dari kamar mandi. “Tanya sama diri sendiri, deh, Kak. Kenapa kalau di kantor jadi galak banget,” Aya mengembalikan pemikiran Chandra pada kakaknya sendiri.Lelaki itu menghentikan langkah, menoleh di ambang pintu dan menatap Aya

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   49. -Sisi Bodoh Aya

    Ari tidak terima! Kenapa kesannya Aya memutuskan Zayn karena kasihan padanya? Kenapa rasanya seperti Aya sengaja melakukannya karena ia adalah anak kandung Mama dan Papanya? Kenapa rasanya seperti bukan kemenangan yang ia banggakan siang tadi?Benar, ia mendengar smeua perkataan Aya dan Tris di tangga tadi.Entah apa yang sudah mereka berdua bicarakan berdua di mobil, tapi dari yang Ari dengar di dekat tangga. Kedua orang itu sedang membicarakan apa yang Ari bisa mengerti. Tentang Tris yang keberatan karena Aya sama sekali tidak memedulikan apa yang Zayn perbuat padanya.Ari dengan kesalnya menyetujui apa yang Tris ucapkan.Bahwa Aya tidak seharusnya tenang dan pasrah melihatnya dengan Zayn.Karena yang Ari butuhkan juga bukan reaksi semacam itu. Ia ingin melihat Aya kalah. Ia ingin melihat Aya tidak berdaya. Sesuatu hal yang sama seperti dirinya. Ketidakberdayaan.Tapi gadis itu bahkan tidak menunjukan emosi apapun saat Ari kembali dari makan siangnya dengan Zayn. Aya sama sekali tid

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   48. —Selesai Artinya Selesai

    “Makasih udah jemput,” Aya tersenyum pada Tris yang duduk di balik kemudi.“Makasih juga udah dipinjemin mobilnya,” jawab Tris dengan senyum terpaksa yang harus ia berikan pada Aya dengan alasan kesopanan.Hari ini ia memang menerima tawaran meminjam mobil Aya. Setelah kemarin pergi dengan pesanan ojolnya. Aya menyerahkan kunci mobilnya pagi tadi setelah sarapan yang penuh huru-hara.Alasannya tidak lain tidak bukan adalah karena Aya yang putus dengan Zayn.Mama heboh memeluknya, papa bertanya apakah dirinya baik-baik saja atau tidak, dan Ari yang mengatakan kalau Zayn mengkhawatirkan Aya karena tadi malam mereka berpisah begitu saja di taman komplek. Aya menjawab semuanya dengan satu jawaban yang sama. Kalau ia baik-baik saja.Namun ada yang membuat Aya sedikit aneh. Kakaknya, Chandra, lelaki itu sama sekali tidak berkomentar apa-apa. Sebenarnya, daripada memikirkan yang sudah selesai, Aya lebih memikirkan itu. Ada apa dengan kakaknya?Tidak mungkin masih marah karena insiden kemarin,

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   47. —Sama tapi Beda

    Mengingat semua yang Aya beritahukan padanya dalam pelajaran pertama hari sabtu kemarin. Duduk dengan punggung tegak, memakai garpu dan pisau untuk memotong steaknya. Memakannya dengan anggun dan tidak terburu.“Maaf ngerepotin kamu tadi malem,” Zayn berkata dengan nada menyesal.Membuat Ari mengalihkan pandangan matanya dari potongan daging di atas piringnya. Kepala gadis itu menggeleng kecil, “Aku sama sekali gak repot, kok,” jawabnya ringan.Senyum Ari membuat Zayn ikut tersenyum, “Makasih, Ari, kamu bahkan menawarkan diri buat nemenin Aya. Meskipun ternyata Aya udah punya temen lain,” katanya dengan bahu terangkat kecil.“Aku harusnya yang minta maaf, Mas,” lirih Ari, “karena mau ngasih liat keadaan Aya yang baik-baik aja, jadi bikin kamu liat Aya sama Tris.”Zayn tersenyum kecut.“Aku kepikiran semaleman setelah liat lagi foto yang aku kirim. Sorry,” ucapnya lagi.Kepala Zayn menggeleng kecil, tangan kanannya terulur menyentuh punggung tangan kiri Ari yang berada di atas meja. Me

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   46. —Rasanya Menang

    “Sama kayak ini, Kang,” Aya menunjukan Chanel 25 miliknya. Ia sempat-sempatnya kembali ke mobilnya dan mengambil tas sebelum naik ke rumah dan duduk dengan Tris di sofa teras belakang.Tris memandangi tas Aya.“Ini tas, itu tas. Sama. Fungsinya juga sama,” Aya menjelaskan sambil menunjuk ransel yang berada di samping Tris.“Hm,” Tris mengangguk.“Harga tas ini lebih dari seratus juta,” ucap Aya yang membuat Tris membelalak.Ekspresi Tris membuat Aya mengikik kecil.“Gimana rasanya bawa tas harga ratusan juta, Aya?” tanya Tris.“Rasanya kayak bawa tas,” jawab Aya dengan kerlingan kecil di matanya.“Aya,” Tris menghela napas.Menghentikan kikikannya, Aya menggeleng, “Kayak yang aku bilang, Kang, ini bukan soal tas, bukan soal teh, ini soal nama yang dibawa sama tas ini dan teh itu. Bukan tentang bentuk yang bisa di lihat. Tapi tentang nilai yang dibawanya.”Wajah Tris yang mengerti kemudian menatap Aya dengan anggukan kecil kepalanya. “Bukan soal benda, tapi apa yang ada di dalamnya dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status