Share

2 —Pengalih Perhatian

Author: Purple Bubble
last update Last Updated: 2025-08-03 03:10:15

Aya melepaskan ponsel, kembali menyimpannya di dalam tas putihnya. Berkedip dan menarik napas sebelum mengangkat wajahnya, ia tersenyum, “Itu Sella,” katanya sambil terkekeh pelan.

“Kamu masih ada jadwal?”

Menatap kembali pada Mei, Aya mengangguk, “Apakah aku-“ Aya menarik napas, menelan pahit di tenggorokannya, “Apakah aku bisa menyelesaikan pekerjaanku dulu?” tanyanya kemudian.

Surya terkejut membalas tatapan ragu-ragu Aya.

Aya terkekeh dipaksakan, “Hanya jika Papa memberi izin,” katanya kemudian. Matanya sudah memanas sejak tadi.

Melihat gemetar di bibir Aya, Surya tertegun. Bahkan saat rapat dengan orang-orang penting di perusahaannya, Aya tidak pernah gemetar. Sejak memulai karirnya di Suryas Corp, Aya selalu tampil percaya diri. Bukan karena ia sombong karena anak pemilik dan pemegang tahta tertinggi di perusahaan, namun karena gadis itu punya nilai yang baik atas dirinya sendiri. Tapi nilai itu seketika lebur saat kenyataan menampakan diri.

Surya mengangguk, “Silakan lanjutkan pekerjaanmu, Bu Aya,” jawabnya dengan nada yang biasa dipakainya di dalam perusahaan.

Aya tersenyum, “Baik, Pak,” jawabnya sama.

Membalas genggaman tangan Mei, Aya bangkit dari duduknya, ia tersenyum lalu mencium punggung tangan Mei. “Aya berangkat lagi, Mah,” pamitnya. Menegakkan punggung, Aya mengangkat tangan kanan, “Duluan, Kak,” pamitnya pada Chandra, lalu bergerak di dekat Ari.

Ari mengangkat wajah, menatap Aya dengan bingung. Lalu mengerjap saat Aya menunduk memeluknya.

“Selamat datang,” ucap Aya dengan ceria.

Ari bertambah bingung. Ia berkedip pada Mei. Tapi orang yang ternyata adalah ibu kandungnya itu hanya tersenyum kecil dan mengangguk.

Aya melepaskan pelukannya. Menatap gadis di depannya yang bisa ia temukan kemiripannya dengan Chandra, bibirnya melengkung senyum, “Kita harus ngobrol nanti, Ari. Tapi sekarang aku harus pergi dulu,” katanya masih dalam nada ceria, lalu matanya melirik Surya yang ada di belakangnya. Nada suranya berubah seketika, “kalau enggak kerja nanti Pak Surya akan memecat saya.”

Papa mereka terkekeh pelan, “Pergilah, Sayang, hati-hati. Pak Gunawan itu cerdik banget kalau udah masalah dana.”

Aya menoleh dan mengangguk, “Anda benar, Pak Surya, maka dari itu saya benar-benar harus undur diri. Kalau tidak, Sella akan meneror saya sampai minggu depan,”  kekehnya pelan sambil menegakkan punggungnya. Beralih dari depan Ari lalu mencium punggung tangan dan pipi kanan Papanya. Kebiasaan yang sekarang membuat Aya tersenyum kecil, “Aku pamit, Pah,” katanya kemudian.

Tangan Aya meraih chanel 25-nya dan mengangkat tangan kanan, melangkah elegan dengan heels tingginya, dan berteriak kecil di ambang pintu, “Aya berangkat.”

Sebuah teriakkan kebiasaan setiap kali melangkah keluar dari bangunan megah yang sekarang membuat Aya ragu untuk menyebutnya rumah.

*

Tangannya yang gemetar menggenggam roda kemudi lebih erat dari biasanya. Jemarinya mati rasa, memutih digenggamannya. Aya memutuskan untuk menepi sebentar. Menenangkan dirinya yang menerima berita besar itu di tengah hari di saat ia masih harus menghadapi dua meeting lagi. Berita besar di tengah padatnya jadwal yang menguras tenaganya.

Sekarang bukan hanya fisiknya yang lelah, mentalnya juga dibuat tidak berdaya.

Kedua orang tuanya, tidak, kedua orang yang menjadi orang tuanya itu sudah mengetahui sejak awal. Tapi masih mengasuhnya dan membesarkannya dengan penuh cinta seperti ini. Diberikan semua kasih sayang dan kemewahan yang lebih dari yang seharusnya ia terima. Bahkan ia punya jabatan sementereng ini di usianya yang baru dua tujuh karena kedua orang tuanya juga.

Dengan napas tersendat dan jantungnya yang masih berdentum seperti ini, Aya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menunduk di atas roda kemudi.

Mendadak ia merasa tidak adil saat melihat penampilan Carita yang sangat sederhana. Merasa bersalah dengan menjadi anak dari orang tua yang tidak seharusnya mengurusnya seperti ini, yang memberikan semua hal terbaik yang mereka punya untuknya. Juga semua cinta dan kemewahan yang seharunya milik Ari.

Meskipun ini bukan salahnya, tapi kenapa rasanya menyesakkan seperti ini?

Drtt.

Aya tersentak dengan suara panggilan di mobilnya. Ia mengangkat wajah, yang tak terasa sudah basah. Ah, sejak kapan ia menangis? Tanpa melihat siapa yang menelepon, Aya menekan tombol angkat begitu saja.

“Ya?” tanyanya.

‘Kamu kenapa?’

Kepalanya menoleh segera pada layar dan melihat nama Arya. Aya menutup mata, lalu berdeham pelan, “Gak apa-apa,” jawabnya singkat.

Hening.

Aya meraih tissu dan mengusap ujung matanya juga wajahnya yang basah.

‘Kamu nangis?’

Menghela napasnya, Aya menggeleng, “Enggak,” jawabnya lagi.

‘Kalau sedih karena Zayn ayo kita datangi dan hajar bareng-bareng,’ Arya berkata dengan penuh semangat.

Aya terkekeh pelan, “Gue gak nangis dan juga gak sedih karena Zayn, kok, Ar.”

‘Terus?’

Kening Aya berkerut, “Gak apa-apa, nanti juga lo pasti tau beritanya, kok.” Aya menghela napas.

‘Udah makan siang?’

Ujung bibir Aya kembali tertarik. Arya memang sering kepo dengan hubungannya dengan Zayn, tapi begitu akar masalahnya bukan pacarnya itu, Arya akan diam dan tidak mendesaknya.

Aya mengangguk, “Udah brunch sambil meeting tadi,” jawabnya.

‘Udah dapet tawaran makan malam bareng belum?’

“Arya,” panggil Aya, “Gue masih pacaran sama Zayn,” katanya.

‘Aku tau.’

“Dan lo tau dia posesifnya kayak apa,” Aya menghela napas. Mereka tahu itu, Zayn yang adalah teman Chandra tentu saja sudah dikenal oleh Aya sebelum mereka pacaran resmi. Tapi sikapnya yang posesif parah hanya ditunjukan Zayn saat mereka berdua. “Gue tutup kalau gak ada yang penting,” katanya dengan jari sudah menuju tombol end.

‘Kamu gak ada niatan untuk udahan sama Zayn?’

“Jangan ngaco! Udah ya, gue mau meeting nih. Bye,” Aya memutuskan sambungan telepon mereka secara sepihak. Lalu mobilnya kembali hening. Aya menatap tangannya yang sudah tidak gemetar. Ah, lumayan juga, pikirnya kemudian. Membicarakan Zayn memang selalu membuatnya kesal.

Umur pacarannya dengan teman Chandra itu memang belum terlalu lama. Baru dua bulan, itupun setelah Zayn Alexandra Wijaya itu mengejarnya tidak henti sejak setahun yang lalu. Sejak pertemuan pertama mereka di pesta ulang tahun Chandra ke tiga puluh, Zayn dengan gigih mendekatinya.

Wajah tampan Zayn memang menggoda, tapi bukan itu yang membuat Aya menerimanya. Kegigihan Zayn membuat Aya akhirnya luluh dan menerimanya. Chandra juga bilang kalau Zayn itu teman yang baik saat mereka kuliah di Amerika. Meskipun tidak satu univ, namun sebagai teman sesama orang Indonesia mereka saling mengenal.

Tapi mengenal sebagai teman dan sebagai pacar memang berbeda. Zayn memperlihatkan sifat aslinya saat bersama Aya. Kadang Aya merasa menyesal sudah menerimanya, karena Zayn mode mengejar dengan Zayn mode mempertahannkan sungguh berbeda. Lelaki itu, Aya menghela napas, terlalu mengekangnya. Dalam tiga bulan hubungan mereka, Aya sudah harus menjelaskan banyak hal pada lelaki itu.

Melirik kembali pada jam tangannya, Aya kembali memutar roda kemudi. Kembali melaju ke tempat meeting dengan Pak Gunawan, dimana Sella mengabarinya bahwa ia sudah sampai di tempat. Aya mengangguk tegas. Ia sedang menjalankan pekerjaannya. Ia harus bertanggung jawab dengan pekerjaan di depan matanya. Meskipun hatinya masih berantakan, tidak tertata karena berita mencengangkan tadi.

Namun telepon dari Arya sukses membelokan pikirannya. Aya tersenyum, Arya Arkana Kusumah, lelaki yang baru dikenalnya sebulan ini berkat Papanya itu sudah mengenalnya bagai teman baik.

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   8. —Memang, kan?

    “Gak mau di volume lagi? Udah mulai turun nih,” ucap Mas Alle, hair stylish yang biasa menangani rambut Aya.Gadis itu menggeleng, “Saya cuma mau keramas dan blow aja, malam ini udah harus pergi soalnya. Hemat waktu,” jawab Aya sambil tersenyum.“Kalau ada waktu kita kebut volume lagi tapi ya?”Aya mengangguk-angguk di depan cermin besar.Ia kemudian menurut saat staff mengarahkannya ke ruang cuci rambut. Ari sudah kebih dulu berada di sana, sedang dibilas. Mereka belum bicara apa-apa lagi setelah Vanny pamitan karena merasa canggung dan bilang kalau ia akan menghubungi Aya nanti.Aya duduk di kursi wash bak dan membiarkan rambutnya diambil alih. Ia menutup mata saat air hangat mulai mengalir di kulit kepalanya, hangat di sela-sela rambutnya.“Kenapa?”Mata Aya terbuka saat mendengar pertanyaan Ari. Melirik gadis di sampingnya itu, “Kenapa? Kenapa?” tanyanya ringan lalu kembali menutup mata.Ari menghela napas, “Kenapa kamu bilang gitu di depan teman kamu sendiri?”Alis Aya bertaut, k

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   7. —Jurang Pertemanan

    “Gila, kamu?” Ari mendesis.“Apaan sih kok bilang aku gila?” jawab Aya tak terima.“Gak perlu dicoba kali,” Ari menyerahkan lagi satu setel bra dan celana dalam yang Aya ulurkan padanya.“Ya kamu bilang gak tau ukuran, kan?” sewot Aya masih tidak terima disebut gila. “Aku gak mungkin nyamai ukuran kita. Punya kamu lebih kecil!”“Aya, ih, tutup mulut!” Ari melirik kiri dan kanan yang padahal tidak ada orang. “Punya aku gak sekecil itu juga kali! Kamu aja yang kegedean.”Aya mencibir, “Ini aset buat suami gue, ya. Kita perawatan bareng deh nanti biar punya kamu lebih gede,” ucapnya kemudian.Mata Ari mengerjap, “Perawatan?”“Iyalah, selain muka, ini juga perlu,” jawab Aya menggebu seperti sales asuransi sambil menunjuk kedua bolanya dalam balutan vest knitt yang mempertegas lekukan dan tonjolan tubuhnya.“Emang bisa?” tanya Ari polos.“Bisa, dong,” jawab Aya dengan lirikan misterius.“Caranya?”“Ya gitu,” Aya berusaha menyembunyikan cengirannya.Ari melihatnya, “Jahat ih, mentang-mentan

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   6 —Girls Day Out

    Tangan Aya membukakan pintu penumpang Mercy putih itu, mengingat Maserati-nya ditinggalkan di kantor karena tadi malam diantar pulang oleh Zayn. Senyumnya mengembang pada gadis yang masih menatapnya dengan tatapan kesal itu. “Ayo, kita mau ketemu Mama di Mahkota Clinic,” Aya meraih tangan Ari dan menariknya ke mobilnya.Ari sekali lagi menarik tangannya dan dengan anggun jalan sendiri lalu masuk ke mobil Aya.Ujung bibirnya tertarik dan Aya melihat Ari yang duduk dengan anteng di dalam mobilnya, setelah menutup pintu untuk Ari, Aya berjalan ke pintu pengemudi dan dengan riang melajukan mobilnya ke arah salah satu mall terbesar di kota.*Mata Ari sedari tadi mencuri lirik pada Aya yang dengan lihai memutar roda kemudi, belok kanan belok kiri mengerti harus pergi kemana. Hatinya kembali teriris. Ia sendiri tidak tahu apapun. Bahkan apa yang dilakukan Mamanya dan Aya yang ternyata sudah janjian untuk bertemu itu.Sedih sekali.Ari tahu ini bukan salah Aya. Namun begitu melihat Aya yang

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   5 —Ikut Bobo Bareng

    Mata Ari melebar menatap berkeliling kamar Aya. Melihat dengan matanya sendiri bahwa ruangan bernuansa putih dan kuning itu terasa mewah dan cantik. Sebuah ranjang king size berada di sisi kiri, lalu dipan tv di seberangnya, dengan sofa empuk di antaranya. Ari terperangah saat Aya membawanya masuk ke dalam walk in closet yang lebih besar dari ruang kamar itu sendiri.“Kita tidur bareng dulu malam ini, kan? Kamar kamu belum siap banget.”Ari menoleh saat Aya mendekatinya dan membawakan sepasang baju tidur dan celana panjang dari balik salah satu pintu lemari. Dilihatnya lemari-lemari yang tertutup, lalu pada lemari kaca yang menampilkan tas-tas yang dipajang seperti di toko, lalu deretan sepatu di rak bawah yang beragam warna dan bentuk. Lalu di salah satu sisi terdapat cermin tinggi dan meja rias yang diatasnya penuh dengan peralatan make up.Semua hal yang pernah Ari lihat dalam bentuk KW nya kini ia lihat yang aslinya.Tangan Aya menyerahkan setelan baju tidur dan berdiri di depan A

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   4 —Pulang

    Melangkah ke tangga batu, setelah beberapa kali menarik napas untuk menenangkan diri. Aya naik dengan ditemani suara khas sepatunya. Langkahnya dibuat ringan, tapi tangannya menggenggam tali tas lebih erat, berhenti sejenak di depan pintu sebelum mendorongnya terbuka.“Aya pulang,” serunya lantang. Tapi ia menghentikan langkahnya lagi, mematung di ambang pintu, sedih menyergapnya begitu saja. Kebiasaan yang sudah dibawanya selama dua puluh tujuh tahun hidup di rumah ini.Sekarang, rasanya seruannya itu terasa salah.*Mei mendapati Aya yang masih berdiri di ambang pintu.“Aya udah pulang?” sambutnya dengan wajah sumringah.Tersadar dari lamunannya, Aya mengangkat wajah dan memasang senyum yang manis di bibirnya, “Aya pulang, Mah,” jawabnya. Langkahnya kembali maju, ditutupnya kembali pintu dan melangkah menuju wanita yang selama ini menyayanginya bagai anak kandungnya sendiri.Tangan Mei terulur membawa Aya ke pelukannya.Aya dengan haru menyerbu pelukan itu dan menyandarkan dagu di p

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   3 —Pacar

    Menatap gemerlap lampu dari balik jendela kantornya di lantai dua puluh lima, selepas magrib tadi ia berdiri dan belum berniat untuk pulang. Aya terpekik kaget karena satu tangan yang melingkari perutnya dan membawanya ke pelukan seorang di belakangnya.“Ini aku,” ucap suara itu.“Zayn?”“Siapa lagi yang bisa peluk-peluk kamu kayak gini,” Zayn menunduk membenamkan wajahnya pada lekukan leher Aya. Lalu mendaratkan bibirnya di sana.Gadis itu terperanjat geli, lalu melepaskan diri, “Ini di kantor, Pak Zayn,” tolaknya pada sikap Zayn yang selalu menyentuhnya tak kenal tempat.“Tapi gak ada siapa-siapa,” jawab Zayn dengan cueknya langsung menyambar pinggang Aya dan membawanya mendekat, tangan kanannya meraih pipi kiri Aya dan mendaratkan bibirnya di bibir Aya.Tangan Aya yang terangkat menepuk pundak Zayn, mengalihkan perhatian. Zayn memundurkan wajahnya dan menatap Aya dengan wajah kesal.“Aku kangen,” ucap lelaki itu dengan manjanya.“Tapi aku mau ngomong dulu. Boleh?” tanya Aya sambil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status