Beranda / Romansa / Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput / Prolog —Kejutan Tengah Hari

Share

Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput
Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput
Penulis: Purple Bubble

Prolog —Kejutan Tengah Hari

Penulis: Purple Bubble
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 02:38:45

Kaki dalam balutan Louboutin itu tidak menghambat langkah cepatnya. Rok cream span selutut dengan balutan kemeja lengan panjang berwarna pink blush masih rapi di tubuh rampingnya. Tangannya terulur mengambil jas dari tangan Sella, asistennya, lalu tanpa berkata apa-apa langsung memakainya. Rambut panjangnya ia rapikan juga. Tangan lentiknya mengibaskan rambutnya dengan ringan dan menyelipkan ke belakang telinga kanan.

Cahaya Anindiya Suwira, anak kedua dari Surya Suwira itu menghentikan langkahnya.

“Papa pasti nanyain lagi soal Arya, kan?” tanya Aya kembali melangkah saat pintu lift terbuka di depannya.

“Bukan, Bu, kalau soal Pak Arya, Pak Surya gak akan bilang mau kenalin seseorang ke Bu Aya,” jawab Sella yang sudah menekan tombol basement.

“Terus Papa gak bilang apa-apa lagi?”

Sella mengangguk.

“Misterius banget sih Pak Surya,” Aya terkekeh pelan lalu merogoh saku jasnya, mencari ponsel. “Kalau gitu jadwal saya siang ini dimundurin dua jam lagi ya, Sel,” pintanya kemudian sambil menandai alarm di ponselnya.

“Siap, Bu,” jawab Sella sambil mengulurkan Chanel 25 milik Aya, saat tangan bosnya itu terulur padanya.

Pintu lift terbuka, “Saya pergi dulu,” pamit Aya sambil keluar dari lift dan berjalan menuju Maserati GranTusimo miliknya. Masuk dengan luwes dan segera meluncur meninggalkan gedung Suryas Corporation.

-*-

Membelokkan mobil ke gerbang rumah yang sudah dibukakan, Aya menurunkan jendela dan tersenyum ramah, “Makasih, Pak Dayat,” katanya pada satpam rumah.

Pak Dayat mengangguk hormat, namun tatapannya kali ini berbeda.

Aya menangkap tatapan itu tapi ia tidak bertanya. Ia lurus membawa mobilnya masuk ke dalam parkiran luas di depan pintu garasi yang terbuka setengah. Menghentikan mobil diluar pintu, Aya melirik ke dalam garasi. Di dalamnya Aya bisa melihat Mercy milik mamanya, juga Bentley milik Papa. Matanya memincing, “Siang gini Mama juga udah pulang?”

Merasa aneh. Mama dan Papanya adalah dua orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Mama menjadi CEO di Mahkota Skincare yang sekarang sedang sibuk dengan pengembangan Skin Clinic-nya, yang biasanya tidak bisa diganggu sampai jam pulang nanti. Papa juga yang masih menjabat sebagai Komisaris di Suryas Corp biasanya masih punya jadwal super padat.

Aya saja yang mendampingi Papa sebagai CFO sibuknya bukan main. Meraih tasnya, ia membuka pintu. Langkahnya kembali terhenti saat melihat Ferrari yang dikenalnya masuk ke halaman. Senyumnya mengembang saat pemilik mobil merah itu keluar. Lelaki dengan setelan jas yang rapi itu berjalan ke arahnya dan memeluk Aya dengan luwes.

“Kakak dipanggil pulang juga?” tanya Aya sambil membalas pelukan singkat itu.

Lelaki yang dipanggil kakak itu mengangguk. Chandra Arjuna Suwira, Si Sulung keluarga Suwira itu melepaskan pelukannya, “Kamu belum dapet bocoran apa-apa dari Sella?” tanyanya.

Aya menggeleng pelan.

Wajah keduanya sama-sama mempesona, tampan dan cantik yang terawat dengan sangat baik. Meski dari sudut manapun, keduanya tidak punya kesamaan sebagai kakak-adik. Namun keduanya adalah anak dari Surya Suwira dan Meilani Hidayat. Pasangan pengusaha sukses dalam bidangnya masing-masing.

Mempersilakan Aya menaiki tangga batu lebih dulu untuk sampai ke pintu depan, Chandra mengekorinya dari belakang. “Jangan sampai kejutannya adalah Mama hamil adik kita, ya, Ya?”

Aya terkikik, berbalik, dan menepuk pelan lengan Chandra. Bagaimana bisa kakaknya berpikir seperti itu. “Kak, Mama udah menopouse, gak mungkin hamil dong,” jawabnya dengan kening sama berkerutnya.

Tertular tawa mengikik Aya, Chandra tersenyum, “Ayo kita lihat kebenarannya,” ajaknya yang segera dijawab dengan anggukan penuh semangat dari Aya.

Melewati taman depan rumah yang membuat udara sejuk di teras, dengan pohon-pohon palem, melati belanda yang merambat dan berbunga lebat, juga rimbunnya monstera di pojok teras. Chandra menyamakan langkah dengan adiknya yang terpaut jarak empat tahun darinya itu. Tangannya terangkat dan dengan jahilnya mengacak rambut Aya yang setiap pagi diblowdry sejak subuh.

“Kakak!” gelegar Aya dengan kesal. Kakinya menyentak lantai sambil meraih rambut berantakannya.

Yang berbuat jahil sudah lebih dulu berlari ke dalam rumah dalam tawa berderai.

Aya tidak peduli ia masih memakai Louboutin delapan centi, ia berlari mengejar Chandra yang sudah tidak terlihat, ikut masuk ke dalam rumah mewah bernuansa kayu dan alam itu. Membiarkan pintu depan terbuka begitu saja. Berbelok di tembok yang memisahkan ruang tamu dan ruang keluarga, Ia melihatnya, punggung Chandra yang berhenti tepat beberapa langkah di depannya.

“Kakak jail banget sih, aku masih ada meeting sesudah dari si—“

Suara Aya berhenti. Chandra juga tidak berusaha melarikan diri lagi. Mengikuti arah pandang kakaknya, Aya menatap Papa dan Mama di depannya. Berdiri menyambut Aya dan Chandra. Senyum merekah di wajah keduanya. Namun bukan pemandangan itu yang menyita perhatian kakak-adik itu yang kompak diam mematung.

Di depan mereka, di antara kedua orang tuanya, diapit oleh Mama dan Papa mereka, berdiri seorang gadis yang tersenyum kaku pada keduanya.

Aya berkedip.

Chandra yang lebih dulu pulih dari keterkejutannya.

“Ada apa ini, Mah? Pah?” tanyanya.

Mei dan Surya tersenyum, namun baik Chandra atau Aya, keduanya bisa melihat binar terharu di mata mereka.

“Kami menemukannya,” ucap Papa.

Lelaki hampir enam puluh itu tersenyum menoleh pada gadis di sampingnya. Menatap dengan penuh cinta dan haru.

Mei mengangkat tangan menyeka ujung matanya, lalu tangan kanannya merangkul pundak gadis itu.

Aya memerhatikannya, sepertinya mereka seumuran. Hanya saja, penampilan gadis di samping Mei terlihat sangat sederhana. Rambut panjang lurusnya berwarna hitam menyampir di bahunya. Blouse knit hitam dan celana jeansnya sesederhana wajahnya yang tanpa riasan.

“Mah?” suara Chandra membuat Aya menoleh pada kakak lelakinya itu.

Setelah mengusap kembali sudut matanya, Mei tersenyum, “Kami menemukan adik kamu yang asli, Chandra.”

Deg!

Aya mengalihkan padangannya pada Mamanya yang mengangguk, pada Papanya yang tersenyum, lalu pada Chandra yang sama-sama terkejut dengan dirinya. Kepala Aya menoleh kembali pada gadis di depannya.

“Mama?” tanya Aya dengan suara tercekat.

“Ini Carita, anak Mama yang tertukar sama kamu, Sayang,” jawab Mei dengan senyuman yang sama.

Mata cokelat Aya berkedip. Senyuman dari wanita yang biasa ia panggil Mama masih hangat seperti biasa. Namun, kenapa hatinya perih begini?

-*-

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   51. —Rencana Aya

    Tangan Aya kembali terangkat untuk menutup mulutnya yang menguap.“Maaf, Pah, Mah,” katanya sekali lagi sebelum menyuapkan dada ayam panggang saus madu yang dimintanya sejak subuh tadi ke dapur rumah. Mengunyah sambil mencuri-curi pandang pada ipad di pangkuannya.“Kamu keliatan gak sehat,” Chandra menaruh punggung tangannya di kening Aya.Sedikit panas.“Kamu demam,” Chandra menoleh pada Aya sekarang.“Istirahat aja, Ya,” ucap Papa.Sedangkan Mama sudah berjalan kepadanya. Melakukan hal yang sama seperti Chandra, “Bentar, Mama ambil dulu thermometer,” ucap Mama.Tangan Aya meraih tangan Mei yang sudah hendak pergi.“Aya gak apa-apa, Mah,” katanya pelan.“Kamu demam,” jawab Mei.Tangan Aya memindahkan ipad di pangkuannya ke atas meja, ia berdiri. Meraih Mei ke dalam pelukannya. “Aya gak apa-apa, Mah,” katanya sekali lagi. Ia menopangkan dagu di pundak kiri Mei.Wanita yang sudah menjadi ibunya selama dua puluh tujuh tahun itu membawa Aya ke dalam pelukannya. “Beneran?” tanyanya memast

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   50. —Yang Mereka Butuhkan

    ‘Bagaimana bisa anak manis yang selalu ia jahili dan menjahilinya balik ini ternyata bukan adiknya?’Chandra tertegun sendiri melihat Aya yang membungkuk di depan wastafel dan membasuh wajah dan matanya yang perih. Tangannya memegangi rambut panjang Aya yang terurai ke atas wastafel basah, menahannya di pundak Aya.“Oke sekarang udah gak perih lagi,” Aya mengangkat wajah. Meraih handuk bersih dari gulungan teratas di atas meja. Mengelap wajah yang sudah bersih.Senyumnya mengembang melihat Chandra masih di sana dan memegangi rambutnya.“Tengkyu, Kak,” ucapnya sekalian meraih rambutnya, lanjut mengeringkan ujung rambut yang kebasahan.“Kok bisa sih kalau di kantor kamu jadi keren gitu?” tanya Chandra kemudian.Aya mengerjap, melirik Chandra yang berbalik keluar dari kamar mandi. “Tanya sama diri sendiri, deh, Kak. Kenapa kalau di kantor jadi galak banget,” Aya mengembalikan pemikiran Chandra pada kakaknya sendiri.Lelaki itu menghentikan langkah, menoleh di ambang pintu dan menatap Aya

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   49. -Sisi Bodoh Aya

    Ari tidak terima! Kenapa kesannya Aya memutuskan Zayn karena kasihan padanya? Kenapa rasanya seperti Aya sengaja melakukannya karena ia adalah anak kandung Mama dan Papanya? Kenapa rasanya seperti bukan kemenangan yang ia banggakan siang tadi?Benar, ia mendengar smeua perkataan Aya dan Tris di tangga tadi.Entah apa yang sudah mereka berdua bicarakan berdua di mobil, tapi dari yang Ari dengar di dekat tangga. Kedua orang itu sedang membicarakan apa yang Ari bisa mengerti. Tentang Tris yang keberatan karena Aya sama sekali tidak memedulikan apa yang Zayn perbuat padanya.Ari dengan kesalnya menyetujui apa yang Tris ucapkan.Bahwa Aya tidak seharusnya tenang dan pasrah melihatnya dengan Zayn.Karena yang Ari butuhkan juga bukan reaksi semacam itu. Ia ingin melihat Aya kalah. Ia ingin melihat Aya tidak berdaya. Sesuatu hal yang sama seperti dirinya. Ketidakberdayaan.Tapi gadis itu bahkan tidak menunjukan emosi apapun saat Ari kembali dari makan siangnya dengan Zayn. Aya sama sekali tid

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   48. —Selesai Artinya Selesai

    “Makasih udah jemput,” Aya tersenyum pada Tris yang duduk di balik kemudi.“Makasih juga udah dipinjemin mobilnya,” jawab Tris dengan senyum terpaksa yang harus ia berikan pada Aya dengan alasan kesopanan.Hari ini ia memang menerima tawaran meminjam mobil Aya. Setelah kemarin pergi dengan pesanan ojolnya. Aya menyerahkan kunci mobilnya pagi tadi setelah sarapan yang penuh huru-hara.Alasannya tidak lain tidak bukan adalah karena Aya yang putus dengan Zayn.Mama heboh memeluknya, papa bertanya apakah dirinya baik-baik saja atau tidak, dan Ari yang mengatakan kalau Zayn mengkhawatirkan Aya karena tadi malam mereka berpisah begitu saja di taman komplek. Aya menjawab semuanya dengan satu jawaban yang sama. Kalau ia baik-baik saja.Namun ada yang membuat Aya sedikit aneh. Kakaknya, Chandra, lelaki itu sama sekali tidak berkomentar apa-apa. Sebenarnya, daripada memikirkan yang sudah selesai, Aya lebih memikirkan itu. Ada apa dengan kakaknya?Tidak mungkin masih marah karena insiden kemarin,

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   47. —Sama tapi Beda

    Mengingat semua yang Aya beritahukan padanya dalam pelajaran pertama hari sabtu kemarin. Duduk dengan punggung tegak, memakai garpu dan pisau untuk memotong steaknya. Memakannya dengan anggun dan tidak terburu.“Maaf ngerepotin kamu tadi malem,” Zayn berkata dengan nada menyesal.Membuat Ari mengalihkan pandangan matanya dari potongan daging di atas piringnya. Kepala gadis itu menggeleng kecil, “Aku sama sekali gak repot, kok,” jawabnya ringan.Senyum Ari membuat Zayn ikut tersenyum, “Makasih, Ari, kamu bahkan menawarkan diri buat nemenin Aya. Meskipun ternyata Aya udah punya temen lain,” katanya dengan bahu terangkat kecil.“Aku harusnya yang minta maaf, Mas,” lirih Ari, “karena mau ngasih liat keadaan Aya yang baik-baik aja, jadi bikin kamu liat Aya sama Tris.”Zayn tersenyum kecut.“Aku kepikiran semaleman setelah liat lagi foto yang aku kirim. Sorry,” ucapnya lagi.Kepala Zayn menggeleng kecil, tangan kanannya terulur menyentuh punggung tangan kiri Ari yang berada di atas meja. Me

  • Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput   46. —Rasanya Menang

    “Sama kayak ini, Kang,” Aya menunjukan Chanel 25 miliknya. Ia sempat-sempatnya kembali ke mobilnya dan mengambil tas sebelum naik ke rumah dan duduk dengan Tris di sofa teras belakang.Tris memandangi tas Aya.“Ini tas, itu tas. Sama. Fungsinya juga sama,” Aya menjelaskan sambil menunjuk ransel yang berada di samping Tris.“Hm,” Tris mengangguk.“Harga tas ini lebih dari seratus juta,” ucap Aya yang membuat Tris membelalak.Ekspresi Tris membuat Aya mengikik kecil.“Gimana rasanya bawa tas harga ratusan juta, Aya?” tanya Tris.“Rasanya kayak bawa tas,” jawab Aya dengan kerlingan kecil di matanya.“Aya,” Tris menghela napas.Menghentikan kikikannya, Aya menggeleng, “Kayak yang aku bilang, Kang, ini bukan soal tas, bukan soal teh, ini soal nama yang dibawa sama tas ini dan teh itu. Bukan tentang bentuk yang bisa di lihat. Tapi tentang nilai yang dibawanya.”Wajah Tris yang mengerti kemudian menatap Aya dengan anggukan kecil kepalanya. “Bukan soal benda, tapi apa yang ada di dalamnya dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status