Hehm,,,,, ayooo kira-kira gimana ini? Yuk lah tinggalin dulu komentar cantik kalian semua! hehehe
“Aku gak nyangka ternyata perjuangan Kak Zayden untuk mendapatkan Kak Al benar-benar luar biasa,” ucap Nariza dengan mata yang berkaca-kaca, dan suara yang masih terdengar lemah.Saat itu, Zayden baru saja selesai menceritakan tentang perjalanan ‘kisah cintanya’ dengan Alisha kepada Nariza, di mana memang Alisha mengatakan untuk tidak mengungkapkan hubungan mereka dulu dengan banyak orang, termasuk orang-orang terdekat.Hal ini tentu membuat Nariza terharu, apalagi Zayden menceritakan bagaimana dirinya tak peduli dianggap menyimpang oleh banyak orang, termasuk keluarganya sendiri.Duduk di kursi yang disediakan pihak rumah sakit, Zayden memasang wajah memelas dan berdongeng dengan suara lembut untuk Nariza, sesuatu yang membuat Alisha nyaris pingsan karena mengira bosnya kemasukan arwah orang lain.“Perjuanganku sama sekali bukan apa-apa. Tidak sebanding sedikit pun dengan perjuangan kakakmu mencapai titik karirnya yang cemerlang seperti sekarang,” balas Zayden dengan senyuman yang men
Namun, bila dipikir-pikir, Zayden memang sudah bertekad akan menikahi Alisha. Terlepas dari mereka saling mencintai atau tidak, selama Alisha bisa bekerja sama dengannya, tentu dia akan menjaga dan menjadikan wanita itu tanggung jawabnya. Demikian, untuk menenangkan hati Nariza, yang bisa Zayden lihat tidak berada dalam kondisi baik, pria itu tersenyum dan menjawab, “Tentu.” Setelah pergi meninggalkan Nariza dan berjalan menjauhi ruang perawatan itu, Zayden berjalan berdampingan dengan Alisha yang tampak memasang wajah keruh. Menyadari itu, Zayden pun bertanya, “Apa lagi masalahmu kali ini?” Alisha tersenyum agak mengejek. “Oh, nggak. Lagi berpikir aja tentang bagaimana luar biasanya talenta Pak Bos.” Alis kanan Zayden terangkat, mempertanyakan maksud Alisha. “Yaa, bukan cuma mahir bisnis, tapi ternyata pintar bersandiwara, sudah seperti aktor berbakat!” Alisha menatap Zayden lurus dan lanjut berujar dengan nada sarkas, “Ah … jangan-jangan selama ini yang punya pekerjaan
Keesokan harinya di kantor. Alisha melipat tangannya di depan dada, memandang layar komputernya yang menyala dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang-layang memikirkan hubungannya dengan Zayden yang terbilang cukup rumit dan kompleks. Tidak bisa berjalan maju, dan juga putar arah. “Al!” Tika menepuk pelan pundak Alisha, membuat seketika lamuannya buyar. Wajah Tika tampak memelas. “Kamu marah sama aku, ya?!” Matanya sedikit berkaca-kaca. “Hah?” Alisha bingung. “Kenapa aku harus marah?” Tika terisak sekali, menahan diri dari menangis dan memasang wajah tidak enak. “Soalnya … soalnya aku yang kasih tahu Pak Arsel tentang Nariza. Kudengar waktu itu, Pak Zayden langsung pergi dari kantor untuk menegurmu karena itu.” Mendengar pengakuan Tika, Alisha pun sekarang paham dari mana Zayden bisa mengetahui tentang Nariza. Ternyata, ini toh dalangnya. Tapi sepertinya Zayden tidak langsung menemuinya, ada jarak hari dari dia izin dan bertemu Zayden di rumah sakit. Apa mungkin pria itu me
Reaksi besar kedua wanita itu membuat beberapa rekan kerja yang sedari tadi sudah memerhatikan langsung menahan tawa, bahkan Arsel, si asisten dingin di samping Zayden, yang biasanya dingin sekalipun turut serta!Salah sendiri ribut-ribut di kantor, membicarakan bos besar pula!Di sisi lain, Zayden menautkan alis dan menatap tajam kedua karyawannya itu. “Ini jam kerja ‘kan? Siapa yang suruh kalian bercanda?” tegurnya.Cepat-cepat, Alisha dan Tika memisahkan diri dan menundukkan kepala. “Maaf, Pak ….”Dalam hati, Alisha memaki dirinya sendiri karena bisa ikut terpancing tempo Tika. Namun, dibandingkan takut dimarahi Zayden, dia lebih takut pria itu mendengar kalimat Tika mengenai bagaimana ada kemungkinan dia suka dengan Zayden!Mau ditaruh mana mukanya kalau si bos besar dengar omong kosong itu?!Namun, nasib sedang tidak berpihak pada Alisha, karena detik berikutnya Zayden berkata, “Kamu!” Dia menunjuk Alisha. “Karena kamu suka sekali sepertinya dengan saya, sini ikut ke ruangan!”Men
Mendengar ucapan itu, Alisha tampak terkejut. “Hah?” Zayden menatap Alisha tajam dan berkata, “Kamu bersikeras menyembunyikan pernikahan kita dari semua orang, bahkan sampai lebih bersedia mengadakan pernikahan yang intimate. Bukannya itu karena kamu malu menjadi istriku?”Alisha mengerjapkan mata. “Bukan begitu, Zayden. Bukannya sudah kubilang kalau aku hanya tidak ingin ada rumor yang bisa mengganggu karir kita masing-masing? Pun kamu tidak peduli, tapi orang lain peduli.”Zayden langsung menyipitkan matanya, dalam sekali lihat jelas Zayden tidak sependapat. “Untuk apa aku peduli apa yang orang lain pikirkan?”“Apa kamu tidak ingat bagaimana papa dan mamamu begitu senang ketika dirimu terbukti tidak menyimpang? Kamu ingin mereka mengalami kesedihan yang sama jika ke depannya hubungan kita dipermasalahkan orang lain? Semua hanya karena latar belakangku yang tidak jelas dan juga kedudukanku yang tidak setara dengan keluargamu?”Zayden terdiam sesaat. Dia merasa wanita di depannya in
Saat langkah kaki Alisha yang terhenti, sang WO yang menyadari keanehan itu langsung menyelip di antara kerumunan tamu dan memberikan isyarat, “Nona, lanjut berjalan!”Hal itu menyadarkan Alisha dari keterkejutannya dan menatap ke arah sang WO. Namun, dia gelisah dan kembali menatap ke arah Yumi.Terlihat bahwa security telah berhasil memisahkan sahabat Alisha itu dengan para tamu yang menghinanya tadi. Yang luar biasa, para tamu itu diusir keluar dan Yumi melipat kedua tangan penuh kemenangan.Tiba-tiba, tatapan Yumi beralih kepada Alisha, dan pandangan mereka bertemu.Bak tersambar petir, Alisha bisa melihat ekspresi gelap Yumi sekaligus amarahnya yang membara.Pasti … pasti Yumi marah karena Alisha tidak pernah memberitahunya tentang pernikahannya ini!Namun, waktu tidak mendukung Alisha, dan dia harus kembali fokus ke prosesi pernikahan. Alhasil, dia membuang wajah dari Yumi dan lanjut berjalan ke ujung panggung. ‘Aku … aku akan bicara dengan Yumi nanti …’ pikirnya.“Sepertinya, s
“Kok jadi Alvin sih?!” desis Alisha ketus.Zayden terdiam, tapi terus menatap wanita yang telah secara sah menjadi istrinya itu tajam.“Pandanganmu tidak lepas darinya sejak awal. Di sisi lain, Yumi juga terus memperhatikanmu dan bersikap waspada. Bukan berita baru kalau bocah itu menyukai Alvin, dan kalau dia bersikap waspada padamu, bukankah itu berarti dia menganggapmu saingannya?” cerocos pria itu.Alisha terbengong. Patut dia akui Zayden memang jeli dalam melihat situasi dan membaca ekspresi orang-orang di sekelilingnya, tapi … tebakannya kali ini melenceng jauh!Jelas-jelas Alisha memerhatikan Yumi dan bukan Alvin!Karena Alisha tidak kian menjawab, Zayden kembali mendesak. “Jadi, katakan padaku, apa hubunganmu dengan Alvin? Apakah kalian … mantan kekasih?”“Bukan!” Alisha menyemburkan kata itu dengan sedikit keras, membuat sejumlah tamu yang berada di bawah panggung agak terkejut. Bahkan, orang tua Zayden sampai menoleh dan menatap mereka bingung.“He he he ….” Cepat Alisha men
Ditembak pertanyaan seperti itu, Zayden membeku. Dia yang tangannya masih berada di atas rambut Alisha yang lembut hanya bisa terdiam di tempat.Dengan wajah ngeri, Zayden menatap Alisha. “Kamu … bilang apa?”Tak sadar dengan kengerian di wajah Zayden, Alisha menegaskan, “Aku bilang, apa kamu cemburu sama Alvin tadi?” Senyuman iseng terlukis di bibirnya. “Habisnya, kalau bukan cemburu, kenapa kamu sampai mendesakku begitu dan terlihat sangat lega setelah dengar aku ada hubungannya sama Yumi?”Zayden cepat menarik tangannya dari kepala Alisha dan mengalihkan pandangan ke depan. “Konyol. Aku hanya tidak ingin ada skandal di keluarga dan mendapatkan cap sebagai perebut kekasih sepupu.”Sudut bibir Alisha semakin meninggi. “Oh? Seorang Zayden yang tidak takut dibilang menyimpang, sekarang takut disebut perebut kekasih orang? Menarik, menarik.”Pelipis Zayden berkedut. “Alvin sepupu dekatku, aku tidak mau kami bermasalah hanya karena wanita.”“Ohhh, jadi kalau aku mantan kekasih Alvin, kamu
Alisha hanya bisa terpaku. Lidahnya kelu, wajahnya memanas, dan degup jantungnya seperti berkejaran tanpa aturan.Sementara Zayden… hanya tertawa kecil dalam hati melihat ekspresi terkejut bercampur panik yang ditunjukkan wanita di hadapannya. Alisha memang sangat tampak menggemaskan.Melihat hal itu, akhirnya Zayden kembali berkata, “Jadi, jangan pernah menyimpulkan sendiri seolah-olah kamu sudah tahu isi hati orang lain. Cenayang dan jin saja tidak tahu apa yang ada di dalam hati manusia.” Kemudian Tangan Zayden membelai pelan pipi Alisha yang makin merona.“Itu ….” Suara Alisha lolos juga setelah sekian lama tertahan. “Apa kamu tidak sedang mabuk atau mengigau?”Zayden lalu menarik napas dan mencubit pelan kedua pipinya. “Aku ingin mencubitmu keras-keras, tapi mana mungkin aku menyakiti istriku, kan? Menurutmu ini mimpi atau ….” Zayden mendekatkan wajah mereka, hingga Alisha benar-benar menahan napasnya sendiri.Lalu detik berikutnya dia mendorong tubuh Zayden untuk menjauhinya. “K
Alisha hanya bisa menahan napas, menyadari betapa pria itu bisa membuat emosinya naik turun dalam hitungan detik. Tidak bisakan pria ini membuat hubungan mereka jauh lebih jelas?“Bukan begitu, tapi maksudku–”“Aku tidak bisa melarang orang untuk menyukaiku, lagipula bukankah itu menyenangkan kalau disukai oleh istri sendiri?” Zayden hanya menanggapi datar akan hal itu.“Ya kamu memang tidak punya hak untuk larang orang lain, cuma maksudku, kalau kamu tidak menyukaiku, kamu bisa untuk bersikap biasa saja saat orang lain tidak ada di sekitar kita karena hal ini bisa membuatku–”“Makin menyukaiku?” potong Zayden.Alisha diam.“Kamu menyimpulkan dari mana kalau aku tidak menyukaimu?” Kalimat yang dilontarkan Zayden barusan terdengar datar, tenang, dan tanpa emosi.Hanya saja cukup membuat Alisha mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba untuk menerjemahkan maksud dari pria itu.“Maksudmu?” Zayden menghela napas dalam sebelum akhirnya bicara, “Dari pesanmu itu, kamu hanya menyatakan sesu
Setelah mengirimkan pesan itu, Alisha langsung melempar ponselnya ke sembarang tempat. Jantungnya berdetak kencang, napasnya memburu. Beberapa detik dia terdiam, berusaha mencerna apa yang baru saja dia lakukan.Tapi di detik berikutnya — panik itu datang menyerbu.“Ya Tuhan! Apa yang barusan aku lakuin?!” serunya, buru-buru meraih kembali ponsel yang tadi dia lempar.Jari-jarinya gemetar saat membuka aplikasi pesan. Dan … terlambat! Pesan itu… sudah dibaca.Tubuhnya langsung lemas. Rasanya seperti ditarik ke dalam lubang hitam. “Astaga… bodoh … bodoh … bodoh!” rutuknya sambil menepuk kening sendiri.Kenapa dia bisa seimpulsif itu? Kenapa tanpa pikir panjang, langsung kirim saja? Padahal, dia tahu, hal-hal seperti ini jelas tidak bisa sembarangan! Tidak bisa hanya mengikuti emosi sesaat saja! Kalau begini bukankah malah bikin runyam dan mempermalukan diri sendiri?!"Ah… gimana kalau dia marah? Atau… aduh, jangan-jangan dia malah–" pikiran Alisha berputar ke mana-mana. Kepalanya terasa
Sementara itu, di tempat lain. “Nyonya sepertinya suasana hati Anda sedang baik sekali hari ini.” Danti, asisten pribadi Helena Wijaya berkata padanya saat Helena menikmati makan siangnya. “Ya, tentu saja. Dari laporan terakhir tentang istrinya Zayden sepertinya dia memang wanita baik-baik, hanya nasibnya saja yang kurang beruntung sebelum ini.” Helena berkata santai. Danti tersenyum ringan. “Betul, Nyonya.” “Jadi, menurut Nyonya apa kita perlu selidiki lebih jauh terkait Nona Alisha ini?” tanya Danti memastikan. “Tetap lanjutkan, karena aku ingin membuktikan kalau pernikahan mereka itu ada sesuatu di dalamnya. Mungkin Alisha terlihat sederhana, hanya saja … sikap sederhananya ini perlu digali lagi. Walaupun aku menyukainya, tetap kita perlu waspada.” Helena berkata dengan nada datar. “Baik, Nyonya.” Danti kembali menjawab dengan hormat. “Kalau begitu, mereka tetap perlu bertugas untuk mengawasi mereka.” “Ya, katakan pada mereka bagaimana perkembangan hari ini. Aku sudah tidak s
Alisha masih berdiri di tempat, membiarkan sunyi yang tersisa di kamar itu membungkusnya. Jantungnya berdetak cepat, seakan baru saja menyelesaikan lari jarak jauh. Tangannya masih menempel di kening, tepat di tempat bibir Zayden tadi menyentuh kulitnya.“Apa … barusan?” gumamnya lagi dengan pelan dan mencoba untuk menerka-nerka.Ia menunduk, mencoba mencari alasan logis. Hanya saja alasan logis untuk saat ini sepertinya tidak ada yang cocok kecuali satu hal …. Hanya saja apa itu mungkin? Alisha memejamkan mata, menggeleng cepat, berusaha mengusir perasaan aneh yang baru saja muncul.“Ah, hari ini aku artinya bebas tugas, kan? Tapi … apa alasan yang akan aku berikan pada mereka kalau aku tidak ikut ke sana?” Alisha baru terpikir akan hal ini. Artinya dia harus menciptakan kebohongan lagi.Dia mengirim pesan pada Zayden:Alisha: “Nanti kalau mereka bertanya aku tidak ikut bagaimana?”Zayden: “Aku akan mengatakan kalau kamu tiba-tiba tidak enak badan.”Alisha: “Jangan! Itu sama saja de
Jelas saja dia panik. klien yang akan ditemui ini adalah klien besar, dan sudah bekerja sama dalam waktu yang lama. Itu yang diketahui Alisha, tetapi secara detail dia tidak terlalu paham, karena klien ini dipegang oleh salah satu rekannya–Farhan. Zayden benar-benar memastikan kunjungannya kali ini bisa bertemu dengan pimpinannya langsung. Kalau kejadiannya begini, bagaimana bisa mereka akan tiba tepat waktu?! “Sudah tenang saja, Kak Zayden pasti bisa menanganinya!” Yumi berkata dengan menenangkan Alisha. “Menangani apanya sih?! Udah, ah! Aku mau mikir dulu apa yang harus aku lakukan! Mudah-mudahan bajuku tidak terlalu bau untuk kupakai dua kali!” Setelah mengatakan hal itu, Alisha memutuskan sambungan telepon mereka. Dia kembali menatap layar ponselnya berharap apa yang dikatakan Yumi hanya sebuah lelucon saja! Akan tetapi, waktu di layar ponselnya menunjukkan pukul 10.40, kurang 20 menit jam 11 siang! “Ya Tuhan! Bisa gawat ini!” serunya. Dia kemudian berlari ke ruang tidur, tet
Pagi itu, sinar matahari lembut menyelinap masuk melalui celah tirai kamar, mengenai wajah Alisha yang masih terlelap. Perlahan, kelopak matanya mulai bergerak, lalu terbuka setengah saat cahaya hangat itu menyapa.“Sudah pagi, rupanya…” gumamnya pelan, suaranya serak sisa tidur.Ia berniat mengubah posisi tidurnya, namun baru menyadari ada sesuatu yang berat melingkari pinggangnya. Alisha terdiam sejenak, matanya berkedip-kedip, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang masih setengah kabur.Perlahan, ia merasakan kehangatan di punggungnya — tubuh seseorang yang begitu dekat, hingga napasnya terdengar jelas di belakang telinganya, teratur dan dalam. Jantung Alisha seketika berdetak lebih kencang. Ia tak perlu menebak lama untuk menyadari siapa pemilik tangan yang kini memeluknya erat dari belakang.‘Astaga… Zayden?!’ teriaknya dalam hati.Kesadarannya langsung utuh seketika. Alisha berbalik untuk memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi!Dan …!Ya Tuhan!? Wajah Zayden terlihat sangat
Setelah pergi mengantar neneknya menemui seseorang, Zayden memutuskan untuk kembali ke hotel dengan menggunakan taksi. Begitu membuka ponselnya di dalam taksi, matanya langsung membelalak. Puluhan panggilan dari Alisha memenuhi layar. Baru sekarang notifikasi itu muncul, setelah mode Do Not Disturb-nya dinonaktifkan.Dia ingin langsung menghubungi Alisha balik, tetapi panggilan Arsel membuatnya mengurungkan niatnya.“Bagaimana, Arsel?” tanya Zayden saat panggilan itu tersambung.“Tuan, sepertinya informasi yang disampaikan oleh orang itu sedikit berbeda setelah kulakukan validasi.” Arsel melaporkan hasil investigasinya pada Zayden.Hal itu membuat Zayden mengerutkan keningnya cukup dalam. “Apa kamu yakin?”“Yakin, Tuan, aku sudah memastikan sekali lagi, karena itu, aku akan kembali menelusurinya lebih dalam setelah ini.” Arsel berkata dengan suara tenang.Zayden menghela napas dalam.“Ya sudah, kalau begitu, cari dengan teliti.” Zayden lalu mematikan sambungan itu.Pikirannya mulai be
Beberapa jam sebelumnya.Setelah meninggalkan Alisha di tempat itu, Zayden menyusul Helena. Dengan perasaan yang sangat kesal dia menghentikan langkah Helena yang baru saja ingin masuk ke mobil.“Nenek tunggu!” cegatnya sambil setengah berlari.Helena menghentikan gerakannya dan memutar tubuhnya melihat ke arah Zayden.Sudah cukup lama … Zayden tidak memanggilnya seleluasa sekarang.Zayden berjalan mendekat. “Kita harus bicara.” Dia berkata dengan suara tegas, lalu melihat ke arah sopir yang sedang membukakan pintu mobil untuk wanita itu dan juga asisten pribadi Helena yang berada di dekatnya dengan tatapan datar. “Empat mata,” lanjutnya lagi.Mengerti dengan yang dimaksud Zayden, sopir dan asisten pribadi Helena itu menunggu perintah dari Nyonya besar mereka.Helena lalu melihat ke arah keduanya dan memberikan isyarat untuk meninggalkan mereka, tetapi sebelum asistennya meninggalkan Helena dia berkata pelan, “Nyonya jangan lupa, kita masih ada janji jam lima sore ini–”“Aku yang akan