Hi semua, maaf ya, Chinta beneran ada kepentingan lain dari kemarin, jadi membuat jadwal update babnya sedikit terganggu! Buat Kak Eyja S, Dadi N, Meme, dan Kak Dewi , terima kasih gemsnya! Dan Untuk semuanya terima kasih, ya sudah menunggu dengan sabar.... Sayang kalian banyak-banyak! Nanti Chinta rilis bab selanjutnya, ya! Ditunggu sore ini!
Suasana makin berat saat Zayden menampilkan nama-nama pegawai yang terlibat kasus perusahaan.“Saya tidak bermaksud untuk membuka kesalahan personal di ruang publik, hanya saya rasa ini harus dilakukan secara terbuka, dan bagi yang ingin mengajukan keberatan silakan datang ke ruangan saya dan bawa semua bukti-buktinya. Saya menerima dengan terbuka, tapi seperti yang saya katakan sebelumnya, itu hanya berlaku bagi yang hadir di pertemuan ini saja.” Sekali lagi Zayden berkata dengan sangat tegas dan menekan pada kalimat terakhir.“Dengan kalian datang ke sini, artinya kalian masih percaya dengan manajemen, saya mengapresiasinya, tapi untuk yang mangkir, berarti sudah tidak percaya dengan manajemen, artinya jika sudah tidak percaya dengan perusahaan untuk apa terus bertahan?” Zayden kembali menambahkan dan memberikan deklarasi secara tegas dan terang-terangan tidak ada ruang negosiasi lagi.“Perusahaan ini mencoba untuk bertahan dan melewati krisis, kalau saja tidak ada W Grup di belakan
Suasana tampak tenang saat Alisha datang ke perusahaan ini, tidak seperti sebelumnya yang mana beberapa orang melihat ke arahnya dengan tatapan tajam. Alisha sudah menebaknya, karena semalam ia melihat chat Bella yang meminta maaf karena membuat kekacauan, dan semua itu adalah hanya salah paham saja.“Al!” sapa Tika saat dia baru menekan tombol lift untuk naik.“Hai, Tik!” jawab Alisha santai.“Al, terkait gosip kepegawaian itu … sepertinya kalau memang ada PHK besar-besaran bagian marketing pasti tidak selamat, kan?” Tika mencoba membuka pembicaraannya pada Alisha.“Sudah tunggu saja keputusannya seperti apa. Lagipula, tidak mungkin perusahaan langsung memutuskan seperti itu saja, pasti akan ada diskusi dengan pegawai lebih dulu.” Alisha berkata dengan bijak.“Cieeee… Bu Bos mah enak, ngomongnya bikin adem, soalnya kamu gak tau sih gimana rasanya dag dig dug kalo tiba-tiba diberhentikan secara mendadak.” Tika mendengus.Alisha terkekeh ringan. “Tenang saja, keputusan yang diambil juga
Beberapa saat sebelumnya.Setelah rapat penting selesai, suasana kantor masih menyisakan ketegangan. Restia, dengan wajah merah padam dan tatapan tajam, langsung memanggil Bella ke ruangannya.Bella masuk dengan senyum ramah, mencoba tetap tenang di hadapan atasannya.“Ada yang bisa saya bantu, Bu Restia?” tanyanya sopan.Namun, Restia hanya diam. Tatapannya menusuk, kedua lengannya terlipat di depan dada.“Menurut kamu, sudah sejauh apa hubungan kita sampai berani membawa-bawa nama saya dalam permainan kotor seperti ini?” ucap Restia datar, namun dingin.Bella spontan menegakkan tubuh. “M-maksud Ibu apa?”Restia menarik napas kasar. “Jangan pura-pura tidak paham. Kalau kamu punya masalah pribadi dengan Alisha, selesaikan sendiri. Tidak perlu menyeret nama saya ke dalam kekacauanmu. Pagi ini penyebar gosip dalam grup kantor itu adalah kamu, jadi jangan pura-pura bodoh!”Wajah Bella mulai pucat, matanya sedikit panik. Seharusnya Restia tidak tahu, karena grup kantor itu tidak ada para p
Suasana rapat terasa sangat panas saat ini, beberapa pembahasan terkait efisiensi perusahaan dan juga kepegawaian yang cukup melelahkan. Rapat ini nyaris memakan waktu lebih dari 3 jam! Ini kali pertama Zayden melakukan rapat terlama dalam sejarah kariernya!Bagi Zayden, dia tidak pernah melakukan rapat berlama-lama, karena ujung-ujungnya tidak akan efisien. Hanya saja bahasan kali ini sangat berbeda, karena dia harus dihadapkan dengan berbagai skenario buruk di perusahaan ini.Malam ini semua bergerak sesuai dengan arahan Zayden, beberapa orang di bagian kepegawaian bekerja ekstra untuk menyusun surat keputusan terkait hasil akhir perusahaan ini. Besok pagi di ruang serba guna yang ada di gedung ini, Zayden sendiri yang akan menyampaikan keputusan itu di forum terbuka.Perusahaan ini sebenarnya jauh lebih kecil dari anak usaha keluarga lainnya, tetapi masalahnya paling besar dan sangat kompleks. Jumlah pegawai juga tidak terlalu banyak, tidak lebih dari 500 orang. Hanya saja, makin di
Alisha menyunggingkan senyum tipis, tatapannya penuh kemenangan saat melihat Bella yang tampak seperti ikan kehabisan napas. Wajah Bella memerah, rahangnya mengeras menahan amarah atas ucapan Alisha barusan.“Kenapa kamu yang malah marah? Harusnya aku yang marah padamu, Bella. Membuat isu buruk di perusahaan ini, apa kamu tidak mau mendengarkan peringatanku kemarin? Masih ingin membuktikan sesuatu?” Alisha berkata datar, nyaris tanpa emosi dalam nadanya bicara.Bella terlihat berusaha menenangkan dirinya. “Halah!” dengusnya, suaranya terdengar getir. “Kamu tuh nggak tau aja kelakuan suami kamu!” Kemudian setelah mengatakan hal itu, dia meletakkan file yang dibawanya di atas meja Alisha dengan sedikit membantingnya.“Tuh!” katanya sengit. “Kasih tuh ke suami kamu. Dan satu lagi…”Bella mencondongkan tubuh. “Aku makin curiga, kenapa sih pernikahan kalian ditutup-tutupin? Jangan-jangan, kamu itu sebenarnya istri yang tidak diakui. Kasian kamu, Al! Kamu itu cuma simpanan. Jangan terlalu ba
Alisha pura-pura tidak mendengarnya, dia bersikap biasa saja dan tidak terlalu menggubris Bella.Entah Bella ini bodoh atau bagaimana, padahal sudah jelas dia memperingatinya saat itu, tetapi dia sepertinya tetap mencari masalah.Alisha jalan santai masuk ke dalam lift, sementara banyak yang tidak mau masuk bersamanya ke sana. Tanpa banyak bicara, Alisha menutup pintu lift dengan santai. Terkadang orang memang cepat terprovokasi.Penasaran dengan obrolan itu, akhirnya Alisha mencari tahu obrolan yang panjang itu dan membacanya secara perlahan.Saat membacanya, Alisha paham betul kenapa orang menjadi kepanasan karena berita ini, tulisan Bella benar-benar masih dianggap berita paling benar di kantor ini karena dia dulunya adalah mantan sekretaris CEO dan juga saat ini dia ada di bawah naungan Restia yang mereka tahu hubungan Restia dan Bella cukup dekat.“Jadi apa benar berita itu, Bel?” “Bella, jangan membuat kita jadi was-was dong! Kalo memang akan ada PHK masal setidaknya yang terlib
Alisha melangkah pelan menuruni tangga. Aroma nasi goreng yang baru dimasak menyeruak ke seluruh ruangan, bercampur dengan bau kopi hitam yang masih mengepul di atas meja makan. Suasana rumah pagi ini terasa berbeda, lebih hangat dari biasanya.Dari kejauhan, terdengar tawa kecil. Begitu sampai di anak tangga terakhir, Alisha mendapati pemandangan yang membuatnya tertegun. Zayden dan Nariza duduk berhadapan di meja makan, tampak akrab. Nariza bahkan tertawa lepas, sesuatu yang sudah lama tak pernah Alisha lihat sejak kejadian kelam itu.Untuk sesaat, Alisha hanya berdiri di situ, memperhatikan. Ada rasa hangat yang merayap pelan di dadanya, bercampur rasa asing yang tak bisa dijelaskan.“Wah, seru sekali, kalian sedang membicarakan apa?” tanya Alisha sambil memandang keduanya secara bergantian.“Ah, Kakak! Tidak apa-apa, Kak Zayden hanya cerita tentang perjalanan dinas kalian kemarin,” ucap Nariza tersenyum lebar.Alisha melirik Zayden dengan pandangan curiga. “Ay, kamu cerita apa aja
Cahaya pagi menembus celah tirai, menyapu ruangan dengan semburat hangat keemasan. Alisha menggeliat pelan di balik selimut, merasakan sisa kehangatan yang semalam begitu akrab memeluknya. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok yang sempat mengisi ruang di sampingnya — kosong. Tak ada Zayden di sana. Matanya terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang lembut. Hening yang menggantung di sekelilingnya seketika membiarkan kenangan semalam menyeruak, membanjiri pikirannya tanpa ampun. Wajahnya langsung menghangat, rasa malu yang nyaris kekanak-kanakan membuatnya buru-buru menarik selimut, menutup tubuhnya hingga ke kepala, seolah bisa bersembunyi dari segala ingatan yang terlalu jelas itu. “Ya Tuhan… apa yang sudah aku lakukan …,” bisiknya pelan, nyaris seperti angin, sementara bibirnya tak mampu menyembunyikan senyum malu yang entah kenapa justru makin sulit dihilangkan. Padahal, kemarin ia sudah menyusun semuanya dan mengatur agar malam itu menjadi malam tak terl
Alisha mengembuskan napas pelan setelah berada di ujung ceritanya. Terlihat di bawah penerangan minim itu, matanya berkaca-kaca, dia masih terus menyembunyikan kesedihannya, dia masih terlihat kuat. Zayden merangkulnya makin erat, dia tahu ini tidak mudah, apalagi terkadang rasa tidak percaya diri Alisha muncul begitu saja terkait dengan latar belakangnya yang tidak ada keluarga. “Aku berharap, suatu saat sebelum kasus itu benar-benar kadaluarsa ada keajaiban untuk memberikan keadilan untuk Nariza.” Alisha menghela napas panjang, lalu memejamkan matanya, sembari menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak emosi yang sulit untuk ditahan. Zayden memeluk Alisha dari belakang, sementara Alisha membiarkan dirinya bersandar pada pria itu. Kali ini, dia baru tahu artinya memiliki pasangan, menyandarkan dirinya saat dia merasa lemah dan menguatkan saat dia semakin rapuh. “Aku akan membantumu,” ucap Zayden dengan suara pasti. “Tapi … dia adalah keluargamu, bagaimana mungkin …?” Alisha b