Share

Bab 3. Ada Syaratnya

Author: Nychinta
last update Last Updated: 2025-02-07 09:58:13

*Beberapa saat sebelumnya*

Di dalam ruangan kantor eksekutif yang luas, Zayden Wicaksana tampak duduk dengan ekspresi dingin, menelusuri sejumlah dokumen di tangan.

“Tuan, ini laporan lengkap perihal nama-nama karyawan yang diduga memiliki keterlibatan dengan manajemen lama yang bermasalah. Ada juga sejumlah karyawan berprestasi yang kami harap bisa dipertahankan dan digunakan untuk menggantikan manajemen lama,” ucap manager HR seraya memberikan sebuah tablet kepada Zayden.

“Hmm, aku akan mengeceknya. Kamu bisa pergi,” ucap pria tersebut.

Saat Manager HR meninggalkan ruangannya, Zayden pun beralih mengalihkan pandangan pada tablet yang baru saja diletakkan di mejanya. Dia mulai memeriksa satu persatu data karyawan, sampai akhirnya … pandangannya terpaku pada satu wajah yang terlihat sangat familier.

Mata Zayden menggelap, dan dia melihat nama karyawan tersebut.

Alisha Gayatri.

Seketika, rahang Zayden mengeras dan senyuman sinis yang mengerikan terlukis di bibirnya.

“Alisha Gayatri,” gumamnya dengan suara rendah, namun penuh ancaman. “Ternyata tidak susah untuk menemukanmu,” ucapnya dengan amarah menggebu dalam hati.

Bagaimana tidak? Wanita itulah yang menjadi awal dari semua kekacauan dalam hidupnya!

Kalau saja Alisha tidak muncul malam itu di depan ibunya, Zayden tidak akan dipindahkan dari kantor pusat ke kantor cabang yang bobrok ini!

Kalau bukan karena Alisha, tidak mungkin sekarang posisinya sebagai calon pewaris menjadi terancam!

Sejak insiden di restoran, Martha Wicaksana—ibunya—bersikeras agar Zayden bertanggung jawab terhadap Alisha. Kalau memang Alisha tidak hamil, paling tidak Martha ingin menemuinya terlebih dahulu sebelum menentukan langkah selanjutnya.

Tak ada alasan dari Zayden yang bisa membuat wanita itu mengubah pikirannya. Semua bantahan ditolak mentah-mentah!

Seakan tidak cukup buruk, begitu tiba di rumah, Martha langsung melaporkan kejadian itu kepada suaminya, Jimmy Wicaksana, ayah Zayden.

Alih-alih marah atau merasa kecewa, ayah Zayden malah terlihat gembira.

Sama seperti Martha, kejadian ini dianggap sebagai konfirmasi bahwa putra sulungnya tidak memiliki ‘selera menyimpang’, seperti yang selama ini ia khawatirkan!

Tanpa memberi kesempatan Zayden untuk berargumen, keputusan tidak masuk akal pun dijatuhkan.

Jimmy mengirimnya ke anak perusahaan yang sedang mengalami krisis besar. Dia hanya bisa keluar dari tempat ini dengan dua cara:

Membawa seorang istri ke rumah.

Menyelamatkan perusahaan cabang dalam waktu tiga bulan.

Tiga bulan!? Itu jelas tantangan yang gila! Terutama karena kantor cabang memiliki masalah korupsi yang berat dan hanya bisa diselamatkan dengan memulai dari nol, sesuatu yang perlu dilaksanakan dalam waktu berbulan-bulan!

Namun, tak peduli seberapa keras Zayden membantah, keputusan orang tuanya sudah final. Satu-satunya jalan keluar dari neraka ini adalah wanita itu, Alisha Gayatri.

Dan sekarang…

Tanpa perlu mencarinya, wanita itu sudah ada di hadapannya sendiri.

Senyuman miring terukir di bibir Zayden. “Sepertinya, dunia sedang berpihak padaku.”

Dia menggeser tabletnya ke arah asistennya, Arsel. “Panggil wanita ini ke sini. Sekarang.”

Selanjutnya, yang terjadi adalah Arsel meminta manager sales memanggil Alisha, dan Alisha pun berada di hadapan Zayden dengan wajah pucat.

Alisha merasakan lututnya melemas. Situasinya saat ini buruk. Benar-benar buruk.

Siapa yang menyangka pria yang menjadi korban kesalahan sandiwaranya kemarin adalah bosnya hari ini!?

Melihat Alisha terdiam mematung, Zayden menaikkan alis kanannya. Sudah pria itu duga wanita itu akan sangat kaget melihatnya.

“Alish—"

"Saya mengaku salah, Pak! Tolong jangan pecat saya!"

Zayden terkejut, matanya agak membesar dan pandangannya yang tajam sedikit melunak. Sama sekali tidak pria itu sangka wanita ini akan bersujud di hadapannya seperti seorang menteri di hadapan kaisar.

“Saya benar-benar salah! Saya minta maaf atas kejadian kemarin, Pak!” suara Alisha begitu lantang dan wajahnya dibenamkan di lantai, membuat Zayden tidak bisa melihat ekspresinya yang terpojok.

Namun, permintaan maaf Alisha membuat Zayden mendengus. Pria yang tadi terkejut itu sekarang berubah menyipit. “Cepat juga mengaku salah,” ucapnya dingin. “Akan tetapi, setelah mempermalukan saya di depan umum dan berbohong kepada orang tua saya… sekarang kamu masih berani memohon untuk tetap bekerja di sini?”

Nada suara Zayden berubah tajam. “Tidak tahu malu sekali kamu.”

Tubuh Alisha menegang. Dia menggigit bibirnya, sudah dia duga Zayden tidak akan melepaskannya dengan mudah. Rasa malu di hari kemarin pasti juga sangat membekas kepada pria itu, terutama karena Alisha mengaku sebagai kekasih hamil yang ditinggal menikah.

Tapi tidak, Alisha tidak boleh menyerah!

Dengan cepat, Alisha mendongak dengan mata berkaca-kaca.

"Sa-saya juga terpaksa, Pak! Kalau bukan karena terpaksa, mana mungkin saya bersandiwara seperti itu?!"

Zayden menautkan alisnya. “Terpaksa?” gumamnya, mulai curiga.

Pria itu punya banyak musuh. Kemungkinan ada seseorang yang ingin menjatuhkannya bukan hal yang mustahil. Jadi, apa wanita ini kiriman salah satu musuhnya?

“Siapa yang menyuruhmu melakukan hal ini?” tanyanya tajam.

Alisha menelan ludah. Dia bisa merasakan nada suara pria itu semakin menekan.

Dia berpikir cepat. Kalau jujur, dia pasti akan dimaki habis-habisan. Bahkan, dia pasti akan dipecat! Akan tetapi, kalau ingin berbohong, bagaimana caranya agar bisa dipercaya?

Akhirnya, Alisha menghela napas berat. Dia hanya ada satu cara.

"S-sebenarnya… saya salah orang, Pak."

Mata Zayden semakin menyipit. “Salah orang?”

Alisha mengangguk cepat. “Saat itu harusnya…”

Dia lalu menceritakan semuanya. Tentang bagaimana sahabatnya meminta bantuan untuk menggagalkan pertemuan pria yang disukainya dengan wanita yang dijodohkan padanya.

Tentang bagaimana sahabatnya mengancam akan bunuh diri jika pria itu menikah.

Tentang bagaimana dia melakukan ini demi persahabatan.

Tentu saja, Alisha tidak mengatakan soal uang 50 juta.

Dia hanya menekankan betapa dramatisnya situasi sahabatnya yang akan berakhir tragis jika dia tidak melakukan sesuatu.

Setelah mengakhiri ceritanya, Alisha menelan ludah dan tersenyum canggung.

"U-untungnya perjodohan itu batal, Pak. Jadi teman saya nggak jadi bunuh diri juga…."

BRAK!!

Suara meja yang digebrak membuat Alisha melonjak kaget.

Jari-jarinya langsung saling meremas, wajahnya sedikit pucat.

Zayden menatapnya penuh amarah. “Temanmu tidak jadi patah hati, tapi muka saya mau ditaruh di mana sekarang!?”

Suara baritonnya memenuhi ruangan, membuat Alisha menundukkan kepala dalam.

“Asal kamu tahu!” lanjut pria itu dengan suara penuh kemarahan. “Kejadian kemarin dilihat langsung oleh tamu restoran, yang mana sebagian besar jelas mengenal saya dan orang tua saya! Sekarang saya terkena hukuman, dikirim ke perusahaan bermasalah ini, semua karena kamu!”

Alisha mengepalkan tangannya, lalu mengangkat wajahnya dengan suara lirih.

“Pak, saya akan melakukan apa pun, tapi tolong jangan pecat saya….”

Matanya yang biasanya ceria kini penuh dengan ketakutan.

Jika dia dipecat, bagaimana bisa dia bertahan? Lima puluh juta dari Yumi memang besar, tapi itu diperuntukkan untuk hal lain yang tidak bisa diganggu gugat!

Zayden menatap Alisha lama. Ekspresinya masih keras, tapi pikiran jelinya mulai berjalan.

Wanita ini masih menyembunyikan sesuatu.

Tapi lebih dari itu…

Ada cara yang jauh lebih baik untuk membuat Alisha membayar semua kesalahannya.

Dengan suara pelan, dia berkata, “Saya bisa tidak pecat kamu.”

Mata Alisha berbinar. “Serius, Pak?! Astaga, Bapak baik sekali! Memang orang tampan itu hatinya baik dan–”

“Tapi ada syaratnya.”

Kalimat itu langsung memotong harapan Alisha.

Dia langsung diam, tahu bahwa tidak mungkin syarat yang dilontarkan Zayden Wicaksana akan semudah itu dipenuhi.

“… Apa syaratnya, Pak?” tanyanya hati-hati.

Zayden menatapnya tajam.

Kemudian, dengan suara rendah namun penuh kepastian, dia berkata, “Jadi istri saya.”

Alisha membeku. “Hah!?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 247. Begitulah Seharusnya Cinta

    Bayangan hari di mana kematian Nariza kembali terputar dalam ingatan Zayden. Pagi itu, saat Alisha tidak bersama mereka, Nariza mendekati Zayden, seperti biasa adik iparnya ini mengajaknya bercerita hal yang sedikit serius.“Kak Zayden, apa boleh aku minta bantuanmu?” tanya Nariza kala itu.Zayden tentu mengangguk pasti. “Katakan saja, kamu terlihat serius sekali pagi ini.” Nariza tersenyum singkat, terlihat cukup berbeda dari hari-hari sebelumnya. Gadis itu membawa sebuah kotak berwarna hijau dan menyerahkannya pada Zayden.“Di dalam sini, berisi semua tulisanku. Aku ingin kakak membantuku untuk mencetaknya dan menjadikannya sebuah buku.” Nariza berkata dengan menghela napas dalam.Hal itu membuat Zayden mengernyitkan keningnya.“Kalau misal ada royalti dari cerita itu, bisa disumbangkan saja ke yayasan,” pesan Nariza dengan suara lemahnya.“Kamu mengatakan seolah-olah waktumu tidak banyak lagi.” Zayden menghela napas berat.“Kak Zayden tentu tahu tentang kondisiku ini, kan?” Nariza

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 246. Saling Memberi Kejutan

    Satu tahun berlalu.Waktu telah menjadi penenang luka, meski tak sepenuhnya menghapus bekasnya.Kevin sudah menerima hukumannya. Bukan hukuman yang berat, tapi cukup untuk menyampaikan pesan: bahwa setiap tindakan punya konsekuensi. Alisha tak menuntut lebih. Ia tahu, dalam dunia yang mereka tinggali, ada martabat keluarga yang harus dijaga.Keluarga besar para pelaku tentu tak tinggal diam. Banyak yang berusaha membungkam, menekan, bahkan menghilangkan jejak. Termasuk keluarga Wicaksana sendiri. Pertengkaran hebat sempat terjadi setelah kebenaran terungkap. Tapi beruntung, suara Zayden punya bobot besar. Kata-katanya cukup kuat untuk menahan keluarga mereka agar tidak hancur berantakan.Pagi itu, di apartemen mereka.“Kamu nggak kerja?” tanya Alisha sambil melongok ke ruang keluarga, melihat suaminya yang santai duduk di depan televisi dengan kaus rumah dan celana pendek.Zayden mengangkat alis dan tersenyum. “Hmm… hari ini kayaknya aku butuh istirahat total.” Ia berdiri dan berjalan

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 245. Catatan Nariza

    Hari berganti. Sinar matahari keemasan menyusup lewat celah tirai, menyentuh pipi Alisha yang masih basah oleh sisa air mata semalam. Udara pagi terasa sunyi, seolah dunia pun tahu harus berhenti sejenak, memberi ruang bagi luka yang belum sempat reda.“Sha .…” Suara pelan itu memecah keheningan, mengalun lembut di telinganya.“Sayang … bangunlah, ini sudah pagi,” bisik Zayden pelan, nadanya seperti takut mengganggu.Alisha menggeliat lemah. Semalaman ia tidur di kamar Nariza — satu-satunya tempat di rumah ini yang masih menyisakan jejak adiknya. Zayden sempat keberatan, tapi akhirnya mengalah, membiarkan istrinya tenggelam dalam kesendirian di sana.“Sha,” bisik itu terdengar lagi.Perlahan, kelopak matanya terbuka. Alisha berkedip beberapa kali, seolah mencoba menghalau kabut perih yang masih menggantung di hati. Wajahnya sembab, matanya bengkak. Pemandangan itu membuat dada Zayden terhimpit.Alisha menarik napas dalam-dalam. Udara pagi seakan tak cukup untuk memenuhi paru-parunya y

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 244. Turut Bersedih

    Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Alisha.Menangis?Apa tidak apa-apa?Apa boleh?Apa itu tidak terlihat cengeng?Alisha masih diam, sejujurnya dia terus menahan, hanya saja … dia selalu harus terlihat kuat. Tidak boleh bersedih karena itu, adalah sebuah kelemahan.“Keluarkan kesedihanmu dan biarkan jiwamu menjadi sedikit lebih tenang, hehm.” Zayden menangkupkan tangannya ke pipi Alisha.“Jangan memendamnya, karena aku … tidak ingin kamu … terluka lebih jauh dan menderita terlalu dalam,” sambung Zayden lagi.Alisha masih diam, matanya masih menatap lurus ke depan.“Lakukanlah, itu bukan suatu kejahatan, keluarkan apa yang kamu rasakan,” ucap Zayden lagi.“Apa … itu tidak terlalu … lemah?” Alisha berkata pelan.Zayden menghela napas. “Kamu nggak harus begini. Nggak apa-apa kalau kamu mau nangis… aku di sini, Al.”Suara itu… Lembut, hangat, dan entah kenapa justru membuat dinding pertahanan yang selama ini Alisha bangun mulai retak.Zayden menggeleng pelan, senyum tipisnya menyert

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 243. Apa Itu Harus?

    Alisha cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Kevin, keningnya sedikit mengerenyit, belum sempat berpikir jauh tentang tingkahnya itu, lagi-lagi Kevin bersujud padanya, kepalanya nyaris menyentuh ujung kakinya.“Kak Alisha maafkan aku,” ucapnya lagi dengan suara yang terdengar lirih sekali.“Semua salahku … semua salahku ….” Lagi-lagi Kevin berkata dengan sangat pilu, siapa pun yang mendengarnya tentu akan merasakan kalau dia penuh dengan penyesalan dan merasa sangat kehilangan. Kehilangan yang cukup dalam yang tidak mampu dikeluarkan sepenuhnya. Bahkan ini cukup membuat Kevin sangat menderita.“Bangunlah,” ucap Alisha datar.Hanya saja sepertinya perintah Alisha barusan tidak terlalu diindahkan oleh laki-laki itu. Di maish terus bersujud dan beberapa kali mengentukkan keningnya ke lantai.“Bangun dan jangan bertindak konyol di depan jenazah adikku!” Dia berkata dengan cukup tegas. Membuat Kevin akhirnya berusaha untuk bangkit.Dia terlihat sangat kacau, Alisha menatapnya tajam. Wala

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 242. Permohonan Maaf

    Alisha membuka matanya, saat itu yang pertama kali dilihat olehnya adalah Zayden. Menyadari sesuatu, Alisha langsung duduk dan wajahnya terlihat panik.“Iza … Iza dia … dia …!” Alisha tidak bisa mengeluarkan kata-kata, otaknya terasa tidak sanggup untuk berpikir banyak. Napasnya kembali memburu, hingga akhirnya Zayden membawanya dalam pelukannya.“Sabar, Sha, sabar,” ucap Zayden pada Alisha sambil mengelus kepalanya.Alisha diam, dia hanya memejamkan matanya dan mencoba untuk mengatur napasnya. Rasanya sangat sesak sekali. Sulit baginya untuk menerima semua ini.Zayden mengendurkan dekapannya, menjepit dagu Alisha hingga mata mereka bertemu, Zayden memandang dalam, sementara tatapan Alisha terasa sangat kosong dan hampa.“Sha, semuanya sudah takdirnya masing-masing.” Zayden berkata dengan tenang, setidaknya dia harus membuat Alisa bisa menerima semua ini.Hanya saja, Alisha tidak memberikan reaksi apapun, jangankan menangis, saat ini ekspresinya hanya diam dengan tatapan kosong. Hal in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status