แชร์

Bab 4. Cukup Menarik

ผู้เขียน: Nychinta
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-07 09:59:13

Alisha terkejut, matanya membesar mendengar pernyataan Zayden.

“Apa Bapak tidak salah ngomong?” tanyanya ragu, suaranya sedikit meninggi karena keterkejutan.

Namun, alih-alih mendapat jawaban masuk akal, wajah Zayden malah terlihat semakin menggelap.

“Aku tidak punya waktu untuk bermain-main seperti kamu,” balasnya dingin. “Kalau kamu tidak mau dipecat, jadi istri saya.”

Alisha mengerjapkan mata, memastikan telinganya tidak salah dengar dan otak Zayden bekerja dengan baik. Namun, wajah serius pria di depan mata menunjukkan bahwa ini bukan lelucon.

“Lagipula,” lanjut Zayden, nada suaranya penuh sindiran, “seperti yang kamu bilang kemarin, kalau sudah menghamili wanita, bagaimana mungkin aku tidak bertanggung jawab, bukan?”

Alisha menelan ludah, merasa kepalanya mendadak pusing.

Namun, di tengah keterkejutannya, sebuah pemikiran aneh muncul dalam benaknya.

Apa mungkin pria ini… hanya ingin menutupi kelainan orientasi seksualnya?

Alisha langsung teringat dengan ibunya Zayden yang begitu bahagia saat mengetahui putranya “menghamili” seorang wanita. Jangan-jangan, ini semua bagian dari strateginya untuk mempertahankan citra di hadapan keluarga? Itu alasan Zayden tidak berpikir panjang dan langsung saja ingin menikahinya!?

“Hei! Kamu dengar tidak?!” Suara tegas Zayden menyentaknya kembali ke realitas.

Alisha mengerjap panik. “Ah, iya… iya, Pak! Saya dengar!”

Wanita itu mencoba berpikir cepat. Harus ada cara lain untuk keluar dari situasi ini.

“Tapi, Pak! Kalau ini hanya kesalahpahaman, saya bisa jelaskan ke ibu Anda kalau saya hanya berbohong, dan—”

“Kamu pikir saya sedang bercanda?” potong Zayden tajam, suaranya dingin bagaikan es.

Alisha langsung tersentak, tapi dia masih berusaha.

“Tapi… apa Bapak yakin mau menikah dengan saya? Apa Bapak tahu siapa saya? Bagaimana kalau saya jahat dan memeloroti kekayaan keluarga Bapak? Bagaimana kalau saya mempermalukan keluarga Bapak? Saya tidak menjamin pernikahan kita nanti akan bahagia, lho!”

Kata-katanya yang meluncur begitu cepat membuat Zayden mengangkat alis, tertarik.

“Kamu ingin pernikahan yang bahagia?” tanyanya dengan nada sarkastik.

Alisha terdiam. Tentu saja tidak.

Dia tidak percaya dengan konsep pernikahan.

Seumur hidup, Alisha sudah melihat terlalu banyak luka akibat pernikahan, dan dia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah terikat dalam hubungan semacam itu.

Jadi sekarang, ketika Zayden menawarkan pernikahan padanya, Alisha merasa terpojok dan sangat kesulitan!

Zayden memperhatikan ekspresi Alisha dengan tatapan penuh arti. “Kalau kamu punya pacar, putuskan. Kalau kamu punya suami …” dia berhenti sejenak, tampak berpikir, lalu melanjutkan, “… ceraikan saja.”

Alisha semakin terperangah.

Apa dugaannya benar? Pria ini benar-benar hanya ingin menutupi sesuatu? Kalau tidak kenapa begitu memaksa ingin menikah dengannya!?

“Pak, mana boleh memisahkan hubungan orang lain seperti itu?” protes Alisha cepat.

Zayden mendengus dingin. “Boleh saja. Lagipula, kamu sudah menghancurkan hubungan saya dengan keluarga saya. Setidaknya dengan menikah dengan saya, kamu bisa mempertanggungjawabkannya, seperti saya sedang mempertanggungjawabkan ‘kehamilanmu’ itu, kan?”

Kata-kata Zayden menusuk tajam, membuat Alisha terdiam. Kalah telak.

“Tapi … apa tidak ada cara lain untuk menebusnya?” tanya Alisha sedikit merengek.

Zayden tidak langsung menjawab. Respons pria tersebut hanyalah menatap Alisha lekat dan membuat tubuh wanita tersebut merinding dengan tatapan tajamnya yang mematikan.

Alisha menghela napas. Kentara dia tidak ada jalan mundur lagi.

“Kalau begitu,” Alisha akhirnya berkata dengan nada menyerah, “selama pernikahan nanti, apa saya harus bersembunyi dari publik? Maksud saya… hubungan kita akan diam-diam dan tidak boleh diketahui orang lain?”

Zayden mendengus pelan, lalu menggerakkan dagunya ke arah kursi di depan mejanya.

“Duduk.”

Alisha menegang. Dia baru menyadari bahwa sejak tadi, dia masih berlutut di lantai.

Dengan sedikit gemetar, Alisha berdiri dan merasakan lututnya ngilu akibat terlalu lama menyentuh marmer dingin. Saat dia duduk, jaraknya dengan Zayden menjadi lebih dekat, membuat udara di sekitar terasa semakin menekan.

Zayden menatapnya tajam, lalu akhirnya menjawab, “Hubungan ini tidak bisa disembunyikan. Keluarga saya tidak akan membiarkan hal semacam itu terjadi.”

Alisha mengepalkan ujung roknya. Pernikahan?

Dia bisa melakukan apa saja dalam hidupnya. Tapi menikah?

Menyerahkan hidupnya kepada seorang pria?

Itu mustahil.

Namun, di sisi lain, dia juga tidak bisa kehilangan pekerjaannya.

Dia butuh uang. Banyak.

Zayden memperhatikan ekspresi bimbang Alisha, lalu melanjutkan, “Selama menjadi istriku, tiap bulan aku akan memberikan seratus juta rupiah sebagai kompensasimu.”

Alisha membelalak.

Seratus juta!?

Refleks, Alisha bertanya dengan suara tercekat, “Apa Bapak tidak bercanda?”

Zayden tidak langsung menjawab.

Sebaliknya, dia memperhatikan ekspresi Alisha yang dengan jelas menunjukkan keterkejutan sekaligus ketertarikan.

Walaupun hanya sekejap, dia bisa melihat reaksi asli wanita ini.

“Kalau kamu tidak setuju,” katanya akhirnya, “silakan keluar dari perusahaan ini dan jangan pernah muncul lagi di hadapan saya.”

Alisha menahan napas.

Tawaran ini terlalu besar untuk ditolak.

Dalam sekejap, otaknya mulai berhitung. Seratus juta sebulan berarti satu miliar dua ratus juta dalam setahun.

Dengan uang sebanyak itu, Alisha bisa mengubah hidupnya sepenuhnya.

Tanpa berpikir lebih lama, Alisha menegakkan punggungnya.

“Baiklah,” katanya mantap. “Saya mau jadi istri Bapak.”

Senyuman tipis muncul di bibir Zayden. Motif wanita ini jelas. Uang.

Bersandiwara untuk temannya? Itu pasti omong kosong belaka.

“Kalau begitu,” ucap Zayden, “katakan pada keluargamu bahwa saya akan datang besok.”

Mendengar itu, Alisha langsung terdiam.

“… Tapi, Pak,” katanya pelan, “saya tidak punya keluarga.”

Tatapan Zayden berubah. “Apa?”

Alisha menghela napas. “Saya tidak punya keluarga. Saya hidup sendiri.”

Zayden mengernyit, tampak berpikir sejenak.

“… Apa keluarga Bapak tidak akan mempermasalahkan hal ini?” tanya Alisha hati-hati.

Zayden menghela napas panjang. “Tidak masalah.”

Dia menatap Alisha dengan ekspresi yang sulit ditebak.

“Justru itu akan membuat semuanya lebih mudah.”

**

Setelah pembicaraan berakhir, Zayden mempersilakan Alisha keluar dari ruangan. Dari tempatnya duduk, pria tersebut bisa melihat Alisha pergi dengan wajah campur aduk antara shock, lega, dan kebingungan.

Sementara itu, setelah Alisha menghilang, Arsel masuk ke ruangan Zayden dengan membawa berkas laporan yang tadi ia minta.

“Ini latar belakang Alisha, Pak,” katanya, meletakkan dokumen di atas meja.

Zayden mengambilnya dan mulai membaca. Dalam waktu singkat, ekspresinya berubah.

Alisnya bertaut. Matanya sedikit menyipit.

Lalu, dengan suara pelan namun penuh makna, dia bergumam,

“Cukup menarik.”

Wanita ini … jelas tidak biasa.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 247. Begitulah Seharusnya Cinta

    Bayangan hari di mana kematian Nariza kembali terputar dalam ingatan Zayden. Pagi itu, saat Alisha tidak bersama mereka, Nariza mendekati Zayden, seperti biasa adik iparnya ini mengajaknya bercerita hal yang sedikit serius.“Kak Zayden, apa boleh aku minta bantuanmu?” tanya Nariza kala itu.Zayden tentu mengangguk pasti. “Katakan saja, kamu terlihat serius sekali pagi ini.” Nariza tersenyum singkat, terlihat cukup berbeda dari hari-hari sebelumnya. Gadis itu membawa sebuah kotak berwarna hijau dan menyerahkannya pada Zayden.“Di dalam sini, berisi semua tulisanku. Aku ingin kakak membantuku untuk mencetaknya dan menjadikannya sebuah buku.” Nariza berkata dengan menghela napas dalam.Hal itu membuat Zayden mengernyitkan keningnya.“Kalau misal ada royalti dari cerita itu, bisa disumbangkan saja ke yayasan,” pesan Nariza dengan suara lemahnya.“Kamu mengatakan seolah-olah waktumu tidak banyak lagi.” Zayden menghela napas berat.“Kak Zayden tentu tahu tentang kondisiku ini, kan?” Nariza

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 246. Saling Memberi Kejutan

    Satu tahun berlalu.Waktu telah menjadi penenang luka, meski tak sepenuhnya menghapus bekasnya.Kevin sudah menerima hukumannya. Bukan hukuman yang berat, tapi cukup untuk menyampaikan pesan: bahwa setiap tindakan punya konsekuensi. Alisha tak menuntut lebih. Ia tahu, dalam dunia yang mereka tinggali, ada martabat keluarga yang harus dijaga.Keluarga besar para pelaku tentu tak tinggal diam. Banyak yang berusaha membungkam, menekan, bahkan menghilangkan jejak. Termasuk keluarga Wicaksana sendiri. Pertengkaran hebat sempat terjadi setelah kebenaran terungkap. Tapi beruntung, suara Zayden punya bobot besar. Kata-katanya cukup kuat untuk menahan keluarga mereka agar tidak hancur berantakan.Pagi itu, di apartemen mereka.“Kamu nggak kerja?” tanya Alisha sambil melongok ke ruang keluarga, melihat suaminya yang santai duduk di depan televisi dengan kaus rumah dan celana pendek.Zayden mengangkat alis dan tersenyum. “Hmm… hari ini kayaknya aku butuh istirahat total.” Ia berdiri dan berjalan

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 245. Catatan Nariza

    Hari berganti. Sinar matahari keemasan menyusup lewat celah tirai, menyentuh pipi Alisha yang masih basah oleh sisa air mata semalam. Udara pagi terasa sunyi, seolah dunia pun tahu harus berhenti sejenak, memberi ruang bagi luka yang belum sempat reda.“Sha .…” Suara pelan itu memecah keheningan, mengalun lembut di telinganya.“Sayang … bangunlah, ini sudah pagi,” bisik Zayden pelan, nadanya seperti takut mengganggu.Alisha menggeliat lemah. Semalaman ia tidur di kamar Nariza — satu-satunya tempat di rumah ini yang masih menyisakan jejak adiknya. Zayden sempat keberatan, tapi akhirnya mengalah, membiarkan istrinya tenggelam dalam kesendirian di sana.“Sha,” bisik itu terdengar lagi.Perlahan, kelopak matanya terbuka. Alisha berkedip beberapa kali, seolah mencoba menghalau kabut perih yang masih menggantung di hati. Wajahnya sembab, matanya bengkak. Pemandangan itu membuat dada Zayden terhimpit.Alisha menarik napas dalam-dalam. Udara pagi seakan tak cukup untuk memenuhi paru-parunya y

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 244. Turut Bersedih

    Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Alisha.Menangis?Apa tidak apa-apa?Apa boleh?Apa itu tidak terlihat cengeng?Alisha masih diam, sejujurnya dia terus menahan, hanya saja … dia selalu harus terlihat kuat. Tidak boleh bersedih karena itu, adalah sebuah kelemahan.“Keluarkan kesedihanmu dan biarkan jiwamu menjadi sedikit lebih tenang, hehm.” Zayden menangkupkan tangannya ke pipi Alisha.“Jangan memendamnya, karena aku … tidak ingin kamu … terluka lebih jauh dan menderita terlalu dalam,” sambung Zayden lagi.Alisha masih diam, matanya masih menatap lurus ke depan.“Lakukanlah, itu bukan suatu kejahatan, keluarkan apa yang kamu rasakan,” ucap Zayden lagi.“Apa … itu tidak terlalu … lemah?” Alisha berkata pelan.Zayden menghela napas. “Kamu nggak harus begini. Nggak apa-apa kalau kamu mau nangis… aku di sini, Al.”Suara itu… Lembut, hangat, dan entah kenapa justru membuat dinding pertahanan yang selama ini Alisha bangun mulai retak.Zayden menggeleng pelan, senyum tipisnya menyert

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 243. Apa Itu Harus?

    Alisha cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Kevin, keningnya sedikit mengerenyit, belum sempat berpikir jauh tentang tingkahnya itu, lagi-lagi Kevin bersujud padanya, kepalanya nyaris menyentuh ujung kakinya.“Kak Alisha maafkan aku,” ucapnya lagi dengan suara yang terdengar lirih sekali.“Semua salahku … semua salahku ….” Lagi-lagi Kevin berkata dengan sangat pilu, siapa pun yang mendengarnya tentu akan merasakan kalau dia penuh dengan penyesalan dan merasa sangat kehilangan. Kehilangan yang cukup dalam yang tidak mampu dikeluarkan sepenuhnya. Bahkan ini cukup membuat Kevin sangat menderita.“Bangunlah,” ucap Alisha datar.Hanya saja sepertinya perintah Alisha barusan tidak terlalu diindahkan oleh laki-laki itu. Di maish terus bersujud dan beberapa kali mengentukkan keningnya ke lantai.“Bangun dan jangan bertindak konyol di depan jenazah adikku!” Dia berkata dengan cukup tegas. Membuat Kevin akhirnya berusaha untuk bangkit.Dia terlihat sangat kacau, Alisha menatapnya tajam. Wala

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 242. Permohonan Maaf

    Alisha membuka matanya, saat itu yang pertama kali dilihat olehnya adalah Zayden. Menyadari sesuatu, Alisha langsung duduk dan wajahnya terlihat panik.“Iza … Iza dia … dia …!” Alisha tidak bisa mengeluarkan kata-kata, otaknya terasa tidak sanggup untuk berpikir banyak. Napasnya kembali memburu, hingga akhirnya Zayden membawanya dalam pelukannya.“Sabar, Sha, sabar,” ucap Zayden pada Alisha sambil mengelus kepalanya.Alisha diam, dia hanya memejamkan matanya dan mencoba untuk mengatur napasnya. Rasanya sangat sesak sekali. Sulit baginya untuk menerima semua ini.Zayden mengendurkan dekapannya, menjepit dagu Alisha hingga mata mereka bertemu, Zayden memandang dalam, sementara tatapan Alisha terasa sangat kosong dan hampa.“Sha, semuanya sudah takdirnya masing-masing.” Zayden berkata dengan tenang, setidaknya dia harus membuat Alisa bisa menerima semua ini.Hanya saja, Alisha tidak memberikan reaksi apapun, jangankan menangis, saat ini ekspresinya hanya diam dengan tatapan kosong. Hal in

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status