Home / Romansa / Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku! / Bab 5. Memerintah Bos, Kenapa Tidak?

Share

Bab 5. Memerintah Bos, Kenapa Tidak?

Author: Nychinta
last update Huling Na-update: 2025-02-07 10:00:14

Saat tiba di kediaman orang tuanya, Zayden bahkan belum sempat duduk sebelum suara tegas ibunya langsung menyambut.

“Zayden! Sini, Mama mau bicara.”

Zayden menghela napas. Dia mengikuti ibunya ke ruang keluarga, duduk, lalu berkata, “Kalau ini tentang ‘wanita itu’, bisa kita tunda dulu? Aku lelah.”

“Zayden, tidak sopan memanggilnya ‘wanita itu’ terus! Beri tahu Mama namanya!”

Seperti yang sudah Zayden duga. Sang ibu benar-benar menanyakan soal Alisha.

Tidak ingin memperpanjang masalah, akhirnya Zayden menjawab dengan nada datar, “Alisha Gayatri.”

Mata Martha berbinar. “Jadi namanya Alisha, ya?”

Nada bicaranya melembut saat menyebut nama wanita yang ia bayangkan akan menjadi calon menantunya. Wanita itu cantik, dengan wajah manis yang sulit dilupakan.

“Namanya cukup bagus,” puji Martha, membuat Zayden diam-diam memutar bola mata. “Lalu, bagaimana latar belakang keluarganya? Dia anak ke berapa? Orang tuanya bekerja di mana?”

“Dia tidak punya orang tua. Keluarga juga tidak ada.”

Seketika Martha mengerutkan kening, lalu menatap putranya tajam. “Maksudmu dia yatim piatu?”

“Bisa dibilang begitu.”

“Lalu dia tinggal di mana saat ini?”

Zayden menyandarkan tubuhnya ke sofa, mengulur waktu sebelum akhirnya menjawab, “Dia tinggal sendiri. Di apartemen biasa.”

Detik itu juga, Martha tertegun. Wajahnya yang tadi cerah langsung diselimuti awan mendung.

Melihat ekspresi sang ibu yang berubah, Zayden mengangkat alis kanannya. Sepertinya, ini adalah sebuah kesempatan.

Kalau memang ibunya tidak menyukai Alisha, maka kekonyolan ini tidak akan berlanjut. Dengan kata lain, Zayden bisa bebas sementara dari permintaan orang tuanya untuk menikah!

“Dari awal, banyak yang berkata aku dan Alisha tidak sepadan, terutama saat melihat latar belakang keluarga kita,” ucap Zayden, memulai sebuah drama dengan berpura-pura ragu dan kesulitan. “Namun, aku tetap jatuh hati padanya.”

Kalimat Zayden membuat mata Martha menyipit, kentara ada konflik dalam dirinya.

Menangkap hal tersebut, Zayden tersenyum dalam hati.

Bagus. Sang ibu mulai bimbang. Kalau begitu, ini saat yang tepat baginya untuk mengakhiri semuanya!

“Tapi kalau memang Mama tidak setuju… sebagai anak, aku hanya bisa mengikuti permintaan Mama dan memutus hubungan dengannya. Mengenai anak itu, aku akan mencari solusi dengannya nanti dan bicara lagi dengan Mama.”

Hening.

Sejenak, wajah Martha tak terbaca, dan hal itu membuat Zayden menduga-duga. Akan seperti apa balasan akhir sang ibu.

Detik berikutnya, Martha menghela napas panjang.

“Kamu benar. Akan ada banyak orang yang menganggap rendah Alisha.”

Zayden tersenyum, sudah dia duga kalau sang ibu tidak akan—

“Tapi tidak dengan keluarga kita.”

Zayden menegang. Apa?!

“Selama kamu benar-benar cinta, maka kalian harus bersama dan menikah! Mama akan pastikan itu!”

Sial.

Tidak.

Ini bukan yang Zayden rencanakan!

“Ma, aku—"

“Tenang, Zayden!” potong Martha dengan semangat. Matanya agar berkaca-kaca. “Kalau selama ini kamu menyembunyikan hubunganmu dengan Alisha karena khawatir dengan pendapat Papa, kamu tenang saja. Mama akan membujuknya!”

Zayden membesar. Siapa yang bilang dia menyembunyikan hubungan karena khawatir pendapat sang ayah? Dianggap menyimpang saja dia tidak peduli, apalagi soal orang lain!

Martha menghapus air mata harunya yang sempat luruh. Kemudian, dia menggenggam tangan Zayden. “Kebetulan besok ada acara keluarga di rumah Bibimu, ajak Alisha ke sana dan perkenalkan dia kepada keluarga besar sebagai calon istrimu, oke?!”

“Ma, tapi—”

“Sudah, kamu jangan takut, Mama akan dukung kamu!” potong Martha cepat seraya langsung berdiri. “Sekarang juga, Mama akan telepon Papa! Sedangkan kamu… segera hubungi Alisha. Besok, kamu harus hadir bersamanya!” Dia berhenti sesaat sebelum akhirnya menambahkan, “Kalau tidak, kamu akan berada di kantor cabang selamanya.”

Usai mengatakan semua itu, Martha pun meninggalkan ruang tamu menuju kamar tidurnya.

Melihat kepergian sang ibu, Zayden mengepalkan tangannya kuat. ‘Kenapa ini malah semakin buruk?!’ gerutunya dengan wajah frustrasi.

Memang, Zayden sudah memutuskan untuk bekerja sama dengan Alisha, tapi kalau bisa mencari jalan keluar lebih mudah dengan tidak menikah, itu akan lebih baik. Oleh karena itu, dia mencoba menggunakan situasi latar belakang Alisha agar sang ibu yang sangat memikirkan reputasi berpikir dua kali tentang pernikahan ini.

Akan tetapi, siapa yang menduga wanita itu sama sekali tidak peduli?!

Menyandarkan kepalanya ke sofa, Zayden menutup wajahnya dengan satu tangan dan menghela napas. “Hah … Alisha, Alisha … kamu memang bencanaku!”

**

Di sisi lain, Alisha baru saja tiba di rumahnya setelah hari yang melelahkan.

Dia merebahkan diri di tempat tidur, mencoba memahami kembali apa yang baru saja terjadi dalam hidupnya.

Kenapa tiba-tiba hidupnya seperti plot drama absurd?

Alisha menutup mata sejenak, tapi suara notifikasi ponselnya menyadarkannya.

Pesan dari nomor tak dikenal.

[Besok malam ikut aku ke pertemuan keluarga. Aku baru mentransfer uang ke akun bankmu, pergunakan dengan baik.]

Alisha langsung tahu siapa pengirimnya.

Detik berikutnya, notifikasi dari bank muncul.

[Kredit masuk: Rp50.000.000]

“Lima puluh juta?!”

Mata Alisha membelalak, lalu tanpa sadar senyuman lebar muncul di wajahnya. . “Punya big boss baik hati memang beda!” celetuknya bahagia. “Tenang saja, Pak Bos! Akan kugunakan dengan baik!”

Baru saja ingin mengirimkan pesan balasan, tiba-tiba satu pesan lagi masuk dari Zayden.

[Besok tidak perlu masuk kerja. Pakai uang yang saya berikan untuk cari pakaian yang layak dan berdandan dengan rapi. Sebelum pukul 5 sore, datang ke tempat ini.]

Pesan itu diikuti dengan pin lokasi.

Alisha mengernyit.

Tempat itu adalah kompleks perumahan elite, tempat di mana dulu dia pernah diusir karena suatu hal.

Pengamanannya sangat ketat. Masuk ke sana tidak semudah hanya meninggalkan kartu identitas, harus ada undangan dari pemilik rumah yang terdaftar dalam sistem keamanan.

Alisha menghela napas panjang sebelum mengetik balasannya.

[Pak, cara saya masuk ke sana gimana? Komplek itu perlu izin khusus, ‘kan?]

Namun…

Sepuluh menit.

Satu jam.

Bahkan sampai keesokan paginya Alisha mengecek ponselnya, tetap tidak ada balasan dari Zayden.

“Ck! Dia apa-apaan, sih?!” gerutu Alisha seraya melempar ponselnya ke tempat tidur.

Semalaman, Alisha bergadang untuk menyelesaikan pekerjaan sampingan yang dia miliki sebagai pembuat konten video promosi. Oleh karena itu, sekarang dia sangat lelah dan emosinya menjadi sedikit tidak stabil.

Kalau memang Zayden tidak memberikan balasan padanya, maka Alisha juga tidak akan melakukan apa pun!

Di sela kekesalannya, Alisha melirik jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Kemudian, dia tersenyum penuh arti.

“Dia sendiri yang bilang aku boleh tidak masuk kantor, ‘kan? Kalau begitu, aku mau tidur!” ucapnya ke arah ponsel yang masih belum menerima balasan. “Kalau mau menyalahkanku karena telat ke lokasi pertemuan, salahkan diri sendiri karena tidak balas pesan!” imbuh Alisha sembari menarik selimut dan langsung membenamkan diri di kasur.

Namun, di tengah tidurnya, Alisha mendengar suara ponselnya berdering nyaring!

Dengan malas, dia meraba tempat tidur, meraih ponsel, dan menjawab tanpa melihat siapa yang menelepon.

“Halo .…” suaranya masih serak karena baru bangun tidur.

Tapi suara di seberang terdengar sangat dingin dan tajam.

“Kamu sudah sampai mana?”

Alisha mengerutkan kening. “Ini … siapa?” Tidak sopan sekali cara bertanyanya.

“Alisha! Apa selain janji pertemuan kita, suara saya juga tidak bisa kamu ingat?!”

Bentakan itu langsung membangunkan otak Alisha. Dia melihat layar, lalu wajahnya memucat.

Oh, sial.

Itu Zayden.

Alisha yang tadinya masih malas-malasan langsung terduduk!

“P-Pak Zayden!”

“Sudah sadar kamu?” balas Zayden ketus.

“I-iya, Pak. Maaf, saya baru saja bangun…”

“Baru bangun?! Apa kamu sedang bermain-main dengan saya!?”

Alisha menautkan alis. Kenapa sih pria ini terus marah-marah? Punya darah tinggi?

“Kita ‘kan janjian sebelum jam 5, Pak …” balas Alisha selagi mengusap matanya.

“Oh? Sebelum jam 5, ya?” ulang Zayden dengan amarah tertahan. Kemudian, pria itu meledak. “Lihat sekarang jam berapa!”

Alisha kaget, lalu menoleh ke jam di dinding. Seketika, matanya membesar.

Jarum jam menunjukkan nyaris pukul 5 sore!

“AHH!!”

Alisha menjerit panik seraya langsung turun dari tempat tidur. Sementara itu di seberang, Zayden menjauhkan ponselnya dari telinga.

“Jangan teriak! Berisik!” geram Zayden, membuat Alisha yang kembali tenang langsung gemetaran.

“M-maaf, Pak. S-saya kaget.”

Sadar bahwa Alisha juga tidak sengaja, Zayden menggeram rendah dan bertanya, “Di mana kamu sekarang?!” pria itu membentak lagi.

“Saya … di rumah, Pak…” jawab Alisha lirih. Dalam hati menambahkan, ‘Tadi ‘kan sudah bilang baru bangun. Masa iya aku tidur di jalan ….’ Namun, cepat-cepat dia menepis rasa kesal di hati dan berkata, “Jadi, gimana ini, Pak? Bapak jemput saya saja, ya ….”

Zayden terdiam.

“…Kamu memerintahku?” suara pria itu terdengar sangat berbahaya, membuat Alisha langsung waspada dan memutar otak sebelum Zayden kembali meledak.

“Pak! Saya mau mandi dulu! Nanti saya kirimkan alamat apartemen saya! Makasih, Pak! Sampai ketemu nanti!”

TUT!

Dan sambungan pun terputus.

Zayden menatap ponselnya, tangan mengepal keras.

“Alisha Gayatri!!!!!!”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 173. Pernyataan Jimmy Wicaksana

    Suasana makin berat saat Zayden menampilkan nama-nama pegawai yang terlibat kasus perusahaan.“Saya tidak bermaksud untuk membuka kesalahan personal di ruang publik, hanya saya rasa ini harus dilakukan secara terbuka, dan bagi yang ingin mengajukan keberatan silakan datang ke ruangan saya dan bawa semua bukti-buktinya. Saya menerima dengan terbuka, tapi seperti yang saya katakan sebelumnya, itu hanya berlaku bagi yang hadir di pertemuan ini saja.” Sekali lagi Zayden berkata dengan sangat tegas dan menekan pada kalimat terakhir.“Dengan kalian datang ke sini, artinya kalian masih percaya dengan manajemen, saya mengapresiasinya, tapi untuk yang mangkir, berarti sudah tidak percaya dengan manajemen, artinya jika sudah tidak percaya dengan perusahaan untuk apa terus bertahan?” Zayden kembali menambahkan dan memberikan deklarasi secara tegas dan terang-terangan tidak ada ruang negosiasi lagi.“Perusahaan ini mencoba untuk bertahan dan melewati krisis, kalau saja tidak ada W Grup di belakan

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 172. Keputusan Zayden

    Suasana tampak tenang saat Alisha datang ke perusahaan ini, tidak seperti sebelumnya yang mana beberapa orang melihat ke arahnya dengan tatapan tajam. Alisha sudah menebaknya, karena semalam ia melihat chat Bella yang meminta maaf karena membuat kekacauan, dan semua itu adalah hanya salah paham saja.“Al!” sapa Tika saat dia baru menekan tombol lift untuk naik.“Hai, Tik!” jawab Alisha santai.“Al, terkait gosip kepegawaian itu … sepertinya kalau memang ada PHK besar-besaran bagian marketing pasti tidak selamat, kan?” Tika mencoba membuka pembicaraannya pada Alisha.“Sudah tunggu saja keputusannya seperti apa. Lagipula, tidak mungkin perusahaan langsung memutuskan seperti itu saja, pasti akan ada diskusi dengan pegawai lebih dulu.” Alisha berkata dengan bijak.“Cieeee… Bu Bos mah enak, ngomongnya bikin adem, soalnya kamu gak tau sih gimana rasanya dag dig dug kalo tiba-tiba diberhentikan secara mendadak.” Tika mendengus.Alisha terkekeh ringan. “Tenang saja, keputusan yang diambil juga

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 171. Melindungi Dari yang Tidak Perlu

    Beberapa saat sebelumnya.Setelah rapat penting selesai, suasana kantor masih menyisakan ketegangan. Restia, dengan wajah merah padam dan tatapan tajam, langsung memanggil Bella ke ruangannya.Bella masuk dengan senyum ramah, mencoba tetap tenang di hadapan atasannya.“Ada yang bisa saya bantu, Bu Restia?” tanyanya sopan.Namun, Restia hanya diam. Tatapannya menusuk, kedua lengannya terlipat di depan dada.“Menurut kamu, sudah sejauh apa hubungan kita sampai berani membawa-bawa nama saya dalam permainan kotor seperti ini?” ucap Restia datar, namun dingin.Bella spontan menegakkan tubuh. “M-maksud Ibu apa?”Restia menarik napas kasar. “Jangan pura-pura tidak paham. Kalau kamu punya masalah pribadi dengan Alisha, selesaikan sendiri. Tidak perlu menyeret nama saya ke dalam kekacauanmu. Pagi ini penyebar gosip dalam grup kantor itu adalah kamu, jadi jangan pura-pura bodoh!”Wajah Bella mulai pucat, matanya sedikit panik. Seharusnya Restia tidak tahu, karena grup kantor itu tidak ada para p

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 170. Peringatan Zayden

    Suasana rapat terasa sangat panas saat ini, beberapa pembahasan terkait efisiensi perusahaan dan juga kepegawaian yang cukup melelahkan. Rapat ini nyaris memakan waktu lebih dari 3 jam! Ini kali pertama Zayden melakukan rapat terlama dalam sejarah kariernya!Bagi Zayden, dia tidak pernah melakukan rapat berlama-lama, karena ujung-ujungnya tidak akan efisien. Hanya saja bahasan kali ini sangat berbeda, karena dia harus dihadapkan dengan berbagai skenario buruk di perusahaan ini.Malam ini semua bergerak sesuai dengan arahan Zayden, beberapa orang di bagian kepegawaian bekerja ekstra untuk menyusun surat keputusan terkait hasil akhir perusahaan ini. Besok pagi di ruang serba guna yang ada di gedung ini, Zayden sendiri yang akan menyampaikan keputusan itu di forum terbuka.Perusahaan ini sebenarnya jauh lebih kecil dari anak usaha keluarga lainnya, tetapi masalahnya paling besar dan sangat kompleks. Jumlah pegawai juga tidak terlalu banyak, tidak lebih dari 500 orang. Hanya saja, makin di

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 169. Permintaan Alisha

    Alisha menyunggingkan senyum tipis, tatapannya penuh kemenangan saat melihat Bella yang tampak seperti ikan kehabisan napas. Wajah Bella memerah, rahangnya mengeras menahan amarah atas ucapan Alisha barusan.“Kenapa kamu yang malah marah? Harusnya aku yang marah padamu, Bella. Membuat isu buruk di perusahaan ini, apa kamu tidak mau mendengarkan peringatanku kemarin? Masih ingin membuktikan sesuatu?” Alisha berkata datar, nyaris tanpa emosi dalam nadanya bicara.Bella terlihat berusaha menenangkan dirinya. “Halah!” dengusnya, suaranya terdengar getir. “Kamu tuh nggak tau aja kelakuan suami kamu!” Kemudian setelah mengatakan hal itu, dia meletakkan file yang dibawanya di atas meja Alisha dengan sedikit membantingnya.“Tuh!” katanya sengit. “Kasih tuh ke suami kamu. Dan satu lagi…”Bella mencondongkan tubuh. “Aku makin curiga, kenapa sih pernikahan kalian ditutup-tutupin? Jangan-jangan, kamu itu sebenarnya istri yang tidak diakui. Kasian kamu, Al! Kamu itu cuma simpanan. Jangan terlalu ba

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 168. Bicara dengan Bella

    Alisha pura-pura tidak mendengarnya, dia bersikap biasa saja dan tidak terlalu menggubris Bella.Entah Bella ini bodoh atau bagaimana, padahal sudah jelas dia memperingatinya saat itu, tetapi dia sepertinya tetap mencari masalah.Alisha jalan santai masuk ke dalam lift, sementara banyak yang tidak mau masuk bersamanya ke sana. Tanpa banyak bicara, Alisha menutup pintu lift dengan santai. Terkadang orang memang cepat terprovokasi.Penasaran dengan obrolan itu, akhirnya Alisha mencari tahu obrolan yang panjang itu dan membacanya secara perlahan.Saat membacanya, Alisha paham betul kenapa orang menjadi kepanasan karena berita ini, tulisan Bella benar-benar masih dianggap berita paling benar di kantor ini karena dia dulunya adalah mantan sekretaris CEO dan juga saat ini dia ada di bawah naungan Restia yang mereka tahu hubungan Restia dan Bella cukup dekat.“Jadi apa benar berita itu, Bel?” “Bella, jangan membuat kita jadi was-was dong! Kalo memang akan ada PHK masal setidaknya yang terlib

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 167. Masalah di Kantor

    Alisha melangkah pelan menuruni tangga. Aroma nasi goreng yang baru dimasak menyeruak ke seluruh ruangan, bercampur dengan bau kopi hitam yang masih mengepul di atas meja makan. Suasana rumah pagi ini terasa berbeda, lebih hangat dari biasanya.Dari kejauhan, terdengar tawa kecil. Begitu sampai di anak tangga terakhir, Alisha mendapati pemandangan yang membuatnya tertegun. Zayden dan Nariza duduk berhadapan di meja makan, tampak akrab. Nariza bahkan tertawa lepas, sesuatu yang sudah lama tak pernah Alisha lihat sejak kejadian kelam itu.Untuk sesaat, Alisha hanya berdiri di situ, memperhatikan. Ada rasa hangat yang merayap pelan di dadanya, bercampur rasa asing yang tak bisa dijelaskan.“Wah, seru sekali, kalian sedang membicarakan apa?” tanya Alisha sambil memandang keduanya secara bergantian.“Ah, Kakak! Tidak apa-apa, Kak Zayden hanya cerita tentang perjalanan dinas kalian kemarin,” ucap Nariza tersenyum lebar.Alisha melirik Zayden dengan pandangan curiga. “Ay, kamu cerita apa aja

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 166. Pagi yang Cerah

    Cahaya pagi menembus celah tirai, menyapu ruangan dengan semburat hangat keemasan. Alisha menggeliat pelan di balik selimut, merasakan sisa kehangatan yang semalam begitu akrab memeluknya. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok yang sempat mengisi ruang di sampingnya — kosong. Tak ada Zayden di sana. Matanya terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang lembut. Hening yang menggantung di sekelilingnya seketika membiarkan kenangan semalam menyeruak, membanjiri pikirannya tanpa ampun. Wajahnya langsung menghangat, rasa malu yang nyaris kekanak-kanakan membuatnya buru-buru menarik selimut, menutup tubuhnya hingga ke kepala, seolah bisa bersembunyi dari segala ingatan yang terlalu jelas itu. “Ya Tuhan… apa yang sudah aku lakukan …,” bisiknya pelan, nyaris seperti angin, sementara bibirnya tak mampu menyembunyikan senyum malu yang entah kenapa justru makin sulit dihilangkan. Padahal, kemarin ia sudah menyusun semuanya dan mengatur agar malam itu menjadi malam tak terl

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 165. Sandaran dan Penyerahan Diri

    Alisha mengembuskan napas pelan setelah berada di ujung ceritanya. Terlihat di bawah penerangan minim itu, matanya berkaca-kaca, dia masih terus menyembunyikan kesedihannya, dia masih terlihat kuat. Zayden merangkulnya makin erat, dia tahu ini tidak mudah, apalagi terkadang rasa tidak percaya diri Alisha muncul begitu saja terkait dengan latar belakangnya yang tidak ada keluarga. “Aku berharap, suatu saat sebelum kasus itu benar-benar kadaluarsa ada keajaiban untuk memberikan keadilan untuk Nariza.” Alisha menghela napas panjang, lalu memejamkan matanya, sembari menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak emosi yang sulit untuk ditahan. Zayden memeluk Alisha dari belakang, sementara Alisha membiarkan dirinya bersandar pada pria itu. Kali ini, dia baru tahu artinya memiliki pasangan, menyandarkan dirinya saat dia merasa lemah dan menguatkan saat dia semakin rapuh. “Aku akan membantumu,” ucap Zayden dengan suara pasti. “Tapi … dia adalah keluargamu, bagaimana mungkin …?” Alisha b

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status