แชร์

Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali
Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali
ผู้แต่ง: Runayanti

Bab 1.

ผู้เขียน: Runayanti
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-07-08 17:22:31

‘Wanita lemah dan penyakitan sepertimu tidak pantas menjadi nyonya keluarga Mahendra!’

Kalimat menyakitkan itu masih tertancap di benaknya.

Beberapa detik yang lalu, dunia seakan terhenti. Kalimat tersebut muncul melalui pesan anonim—disertai foto suaminya yang tengah menggenggam tangan anak mereka di gerbang sekolah.

“Jannah… kamu mau aku antar menyusul mereka?”

Suara Naila belum membuat Jannah sadar dari lamunannya.

Matanya masih menatap ke arah langit-langit ruangan tempatnya dirawat. Tangan kirinya masih menempel bekas plester infus, dan pipinya pucat tanpa riasan. 

Harusnya, mereka bertiga merayakan peringatan Hari Ibu, bersama-sama di sekolah. Menonton bagaimana anak-anak mengirim bunga dan ucapan terima kasih pada masing-masing ibu mereka.

Namun, suaminya itu justru hadir di sekolah tanpa menjemputnya, seakan-akan menunjukkan jika sosoknya tak dibutuhkan.

“Jannah…”

“Sudah berapa hari aku di sini, Naila?”

Suara Jannah yang parau membuat Naila membeku sesaat, “D–dua hari…”.

Tubuh Jannah telah digerogoti lelah dan obat yang tak kunjung habis, hingga kepalanya terasa hampa.

Sudah terlalu sering Jannah menjadi pasien di rumah sakit ini. Opname bukan kabar yang luar biasa lagi baginya. Bahkan suami Jannah sudah menganggap itu seperti rutinitas yang wajar untuknya sehingga  tidak mengunjungi sama sekali.

Deon Mahendra adalah seorang pemilik perusahaan yang sukses menguasai hampir seluruh bisnis di kota Alzeera dan pria itu adalah suami yang menikah dengannya tujuh tahun yang lalu.

Menjadi Presiden Direktur sekaligus pemegang saham, membuat seorang Deon Mahendra sangat sibuk setiap hari.

Pria itu bahkan tidak lepas dari laptopnya setiap malam, sehingga dari hari ke hari, komunikasi di antara mereka menjadi lebih sedikit.

Jannah malah yakin, pria itu pasti lupa kapan terakhir mereka makan di luar bersama dalam satu keluarga utuh.

“Aku hanya ingin melihat Alfie,” bisik Jannah. Matanya menatap Naila seperti mencari jawaban yang ia tahu tak akan ia dapatkan.

Naila adalah sahabatnya yang bersuara paling keras saat menentang pernikahan mereka tujuh tahun yang lalu.

“Kalau aku muncul di sekolah… kira-kira anakku akan malu nggak ya, Nai?”

Tatapan Naila melembut. Ia menyentuh punggung tangan Jannah, mengelusnya perlahan.

“Kamu ini Ibunya. Meski dia sedikit ketus, dia tetap darah dagingmu. Setidaknya, tunjukkan ke dia bahwa Ibunya tidak melupakan Hari Ibu.”

Jannah tak bereaksi. Ia hanya mengelus wajahnya yang tirus dan pucat. Entah berapa lama, sejak dirinya sudah kehilangan kecantikan dan berat badan.

Naila menarik napas panjang, menahan emosi yang menggelitik dada. Ia tahu betapa kerasnya perjuangan sahabatnya ini.

Sejak menikah karena perjodohan yang tak pernah ia minta, hingga menderita penyakit saat dikaruniai anak, secara perlahan malah semakin memperburuk kondisi kesehatannya dari hari ke hari.

"Aku akan mengantarmu ke sana, sekalian pulang. Bagaimana?" kata Naila sambil berdiri.

Sejenak, Jannah terdiam. Lalu ia menarik napas dalam-dalam dan mengangguk pelan. "Baiklah."

Naila membantu membereskan barang-barang Jannah, lalu memanggil perawat untuk mengurus administrasi.

"Jaga kesehatan Nyonya, jangan kembali lagi dalam waktu singkat," gurau sang perawat saat mengantar kedua orang itu.

Jannah tersenyum tipis. "Mudah-mudahan."

Di luar, hujan tipis mulai turun, seolah langit tahu isi hati Jannah yang berat. Pagi itu terasa sejuk dan Naila menambahkan syal untuk leher Jannah. "Jangan masuk angin lagi, kamu tahu betapa lemahnya dirimu."

Saat mobil Naila melaju keluar dari pelataran rumah sakit, Jannah duduk diam di kursi penumpang, memandangi butiran kecil air hujan di kaca jendela. Tangannya gemetar saat menggenggam ponsel.

"Aku nggak tahu harus bilang apa nanti ke Alfie," ucapnya lirih.

"Bilang aja, 'Ibu datang karena Ibu sayang kamu,’” jawab Naila sambil terus menyetir. "Dan tolong jangan pingsan. Aku nggak kuat ngangkat kamu lagi," guyonnya seraya tertawa kecil.

Jannah ikut tertawa kecil, lalu mengusap matanya yang mulai berkaca-kaca.

Mobil melaju menembus gerimis, menuju sekolah tempat di mana Alfie.

Saat sampai di sekolah, langit di atas sekolah dasar itu tetap abu-abu, seolah ikut memantulkan warna hati Jannah yang sedang porak-poranda.

Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena baru saja keluar dari opname, tapi karena apa yang ia lihat sekarang… menyayat lebih dalam dari luka fisik mana pun.

Ia menarik napas pendek, tergesa membuka resleting tas, lalu mengeluarkan botol kecil berisi pil. Tangan kirinya gemetar saat mencoba memutar tutup botol itu. Dua pil jatuh ke telapaknya yang dingin.

Tanpa pikir panjang, ia telan begitu saja, berharap rasa sakit di dadanya berkurang, walau yang paling menyakitkan justru bukan berasal dari tubuhnya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Naila mulai panik.

Jannah menggeleng pelan. Ia mencoba menyandarkan tubuh ke tembok, menopang dengan tangan yang masih bergetar.

Kakinya lemas. Lututnya seperti mau runtuh. Dan saat itu, pandangannya tertuju pada kerumunan kecil di depan kelas 1B.

Alfie Mahendra.

Putranya. Bocah mungil nan tampan, berusia enam tahun, yang ia kandung sembilan bulan, lahir dengan tangis pertama yang disambut air mata haru... kini berdiri di sana, tertawa. Terlihat sangat gembira.

Tapi bukan itu yang pertama menyayatnya. Bukan senyum ceria Alfie. Bukan tawa polosnya. Bukan pula keberadaan suaminya yang datang tanpa dirinya.

Melainkan keberadaan seorang wanita yang sudah menggantikan tempat di mana seharusnya dia berdiri.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (1)
goodnovel comment avatar
alunan fiksi malam
Yang sabar ya, Jannah.........
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali   Bab 88

    Tanpa sepatah kata, Deon melepaskan mantel dan menaruhnya di kursi, lalu meraih sisi ranjangnya sendiri. Ia berbaring pelan, memunggungi Jannah, menarik napas panjang, dan memejamkan mata. Tak ada percakapan, tak ada sentuhan. Hanya dua hati yang berbaring berdampingan, terpisah oleh jarak yang tak kasat mata.Entah sejak pukul berapa, keheningan yang nyata itu membuat kedua insan itu tertidur dengan posisi saling bertolak belakang. Dalam diam, dan tenggelam dalam pikiran masing-masing yang cukup panjang dan rumit.Pagi harinya, sinar matahari perlahan menembus kamar, menerpa wajah Jannah yang pucat. Nafasnya berat, tubuhnya terasa lemah luar biasa. Kepalanya berdenyut, nyeri menjalar hingga ke persendian. Fibromyalgia-nya kembali kambuh akibat stres semalam.Jannah berusaha bangun perlahan, namun pandangannya berkunang. Peluh dingin membasahi pelipisnya, membuat tubuhnya semakin lemas. Tangannya meraba meja di samping ranjang, mencari obat yang selalu ia simpan

  • Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali   Bab 87

    Lalu, dengan sengaja, Bella mencondongkan wajahnya, bibirnya hampir menempel di bawah telinga Deon.“Deon…” bisiknya manja, cukup keras untuk terdengar oleh Jannah di balik pintu. "Kamu bau alkohol, tapi aku menyukainya."Tepat setelah itu, Bella mengecup bawah telinga Deon dengan sengaja.Hancur.Seolah dunia runtuh di hadapan Jannah. Suara detak jantungnya menggema di telinga, sementara udara seakan hilang dari paru-parunya. Ia mundur selangkah, menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan isak yang nyaris pecah.Deon sama sekali tidak menyadari pandangan Jannah dari balik pintu. Dia hanya terus berjalan ke kamar Bella, menurunkannya di ranjang dengan hati-hati."Sudah, kamu istirahatlah, aku akan kembali ke kamarku.""Ehh, jangan! Maksudku, tunggu sebentar!" pekik Bella seraya menaikkan lututnya, memegang mata kakinya dengan mata yang mulai basah.Di luar, Jannah menutup pintu kamarnya perlah

  • Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali   Bab 86

    Namun yang paling menakutkan bukanlah Vincent yang terkapar di rumah sakit. Yang membuat dadanya sesak adalah kenyataan bahwa kata-kata Vincent barusan terus terngiang… dan ia tahu, sebagian dari itu adalah kebenaran yang selama ini ia hindari.Ia hanya berusaha menghindari fakta. Dengan dikawali beberapa pria yang meleraikan mereka tadi, Deon ikut ke mobil ambulans yang membawa serta tubuh Vincent yang sudah terkulai tidak berdaya dan penuh bercak darah di mana-mana.Pertolongan segera dilakukan. Bau antiseptik dan suara alat monitor jantung memenuhi ruang sempit tempat Vincent terbaring. Perintah dari dokter yang menangani penuh kepanikan namun professional, berusaha menyelamatkan korban.Sementara Deon duduk di kursi, kepalanya tertunduk, wajahnya suram. Tangannya masih berlumuran bekas darah yang belum sepenuhnya terhapus.Tidak lama kemudian, seorang Dokter keluar dan melepaskan masker medisnya."Siapa yang bertanggungjawab atas korban?"Deon segera berdiri, "saya! Bagaimana kead

  • Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali   Bab 85

    Bab 85Bella mengigit bibirnya sendiri, menyaksikan bagaimana Deon masih menggendong istrinya dengan mesra. Wajahnya memanas dan dia mengenggam sendoknya. Membenamkan amarah dan berusaha menenangkan dirinya.“Bella, kamu akan menginap di sini bersama Alfie.” Suara Kakek Robert membuyarkan tatapan Bella yang memanas ke arah Deon dan Jannah yang melangkah pergi.Hidung Bella kembang-kempis, senyumnya nyaris tak bisa ia sembunyikan. Hatinya terasa hangat sekaligus bergejolak. Itu berarti kakek benar-benar menganggapnya bagian dari keluarga ini, bagian yang penting. Tatapan pria tua itu sempat melirik Jannah sekilas, tanpa kata, namun cukup menusuk.Deon menghentikan langkahnya sedikit, sementara Jannah yang berada dalam gendongannya hanya menunduk, berusaha menelan kepahitan tanpa terlihat rapuh. Tangannya meremas bahu kanan Deon, begitu kuat, menahan nyeri yang menjalar dari dadanya. Sementara itu, Deon yang menggendongnya kembali melanjutkan langkahnya menaiki tanggan. Tidak mengatakan

  • Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali   Bab 84

    Jannah menundukkan kepalanya, menatap kosong piringnya yang sudah dingin. Jemarinya meremas ujung serbet di pangkuan, berusaha menahan gemetar yang mulai terasa. Ucapan Kakek Robert barusan seperti menghantam dadanya, keras, dingin, dan penuh penolakan. Ditambah saat menyaksikan bagaimana Deon mengambil sepotong daging ayam untuk Bella.Beberapa saat setelah keheningan yang mencekik, Kakek Robert berkata, "Kalian akan mengadakan konfrensi pers minggu ini. Kakek ingin mengumumkan mengenai pertunangan kalian."Deon yang sejak tadi diam menoleh dan menatap kakeknya tajam, rahangnya mengeras. “Aku tidak setuju dengan ini,” ucapnya datar, namun ada nada penekanan yang membuat suasana meja semakin mencekam. “Kau tidak bisa seenaknya memutuskan perihal ini.”Kakek Robert menoleh perlahan, tatapannya tajam seperti pisau. “Aku bisa!, Deon. Dan aku akan melakukannya. Ingat siapa yang membuatmu ada di posisi ini. Semua yang kamu

  • Pak Deon, Istrimu Menolak Kembali   Bab 83

    Beberapa menit kemudian, mereka kembali ke kamar dengan pakaian bersih. Rambut Jannah masih sedikit basah, meneteskan aroma wangi sabun yang lembut. Deon meraih handuk kecil, mengeringkan helai-helai rambut istrinya dengan gerakan pelan.“Deon…”“Hm?”“Kamu… aneh lho, apakah ada sesuatu yang terjadi?” ujar Jannah akhirnya.Deon menghentikan gerakannya sejenak, lalu menatapnya dalam. “Aneh, ya?” suaranya rendah, hampir terdengar seperti gumaman.Jannah mengangguk kecil. “Biasanya kamu dingin, suka marah, nggak pernah jelasin apa-apa… Tapi sekarang… kamu terasa beda.”Deon menunduk, menyembunyikan sorot matanya. Ia tak ingin Jannah melihat bahwa ada badai dalam pikirannya. Tentang semua yang membuatnya berada di titik rapuh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.“Aku cuma…” Deon terhenti, menarik napas panjang. “Aku cuma ma

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status