Share

Bab 15

Wina tidak menyangka Emil akan berbohong. Kebohongan itu membuat Wina tiba-tiba menjadi canggung.

Wina tahu Jihan sangat menjaga kebersihan diri. Jihan pernah mengatakan Wina tidak boleh berhubungan intim dengan siapa pun.

Wina ingin menjelaskan hal ini kepada Jihan, tetapi menyadari hubungan mereka sudah berakhir, jadi merasa tidak perlu menjelaskannya.

Ketika Wina masih dalam kebimbangan, Jihan tiba-tiba mengangguk ke arahnya sambil berkata, "Kalau begitu murni, biarkan dia yang tuangkan."

Melihat Jihan bersedia memberi Wina kesempatan, Emil segera menyerahkan botol anggur itu kembali kepada Wina dan berkata, "Cepat ke sana."

Wina mengira Jihan akan marah. Dia tidak menyangka suasana hati Jihan tidak berubah, malah berubah pikiran dan memintanya untuk menuangkan anggur.

Hal ini membuat Wina sedikit bingung, tetapi karena desakan Emil, Wina pun mengambil botol itu lagi dan membungkuk untuk menuangkan anggur untuk Jihan.

Sebelum anggur itu keluar, Jihan menutup mulut gelas anggurnya lagi.

Jihan melirik Wina dengan dingin dan berkata dengan datar, "Tuang sambil berlutut."

Perkataan itu membuat Emil seratus persen yakin bahwa Jihan sengaja menyusahkan Wina.

Namun, Emil tidak mengerti mengapa Jihan ingin menyusahkan Wina. Dia mulai berasumsi apakah mereka berdua saling kenal?

Mendengar ucapan itu, Wina sedikit tersentak tidak percaya. 'Dia minta aku menuangkan anggur sambil berlutut?'

'Aku memang pernah jadi kekasih rahasiamu, tapi bukan berarti aku adalah pelayan yang harus menuruti semua perintahmu.'

Wina berdiri tegak kembali dan berkata kepada Jihan, "Pak Jihan, aku nggak tahu kapan aku sudah menyinggungmu. Kalau kamu merasa kehadiranku sangat merusak pemandangan, aku bisa pergi dan tidak akan mengganggu kalian lagi."

Selesai berbicara, Wina meletakkan botol anggur di meja, lalu mengambil tas dan berbalik pergi.

Emil meraih tangan Wina dan berkata, "Jangan merusak suasana begitu. Kalaupun Pak Jihan nggak suka kamu, kamu nggak boleh menyinggungnya."

Emil masih ingin mendiskusikan masalah proyek bisnis. Dia tidak ingin kehilangan proyek di Kota Sinoa itu karena Wina.

Emil membujuk Wina dengan kata-kata manis, tetapi saat melihat Wina bersikeras untuk pergi, matanya tiba-tiba menjadi dingin.

Dengan berbisik, Emil mengancam Wina, "Jangan lupa teman baikmu."

Seketika, Wina menjadi tenang. Sebenarnya, dia ingin memanfaatkan serangan Jihan untuk pergi dari sini, tetapi tidak menyangka Emil akan bersikeras memintanya untuk menyenangkan Jihan demi proyek bisnis. Emil bahkan menggunakan Sara untuk mengancamnya. Hal ini membuat Wina sangat marah.

Akan tetapi, agar tidak melibatkan Sara, Emil kembali mengambil botol anggur dan berlutut di depan Jihan.

Melihat itu, Yeni tersenyum paling senang. Jefri hanya mengernyit. Ekspresi khawatir Emil menghilang dengan cepat. Sementara yang lain terlihat seperti sedang menonton sebuah pertunjukan.

Hanya Jihan, yang bersandar di sofa, memandang Wina dari atas seperti seorang raja.

Teringat malam-malam yang dihabiskan bersama Jihan, Wina tiba-tiba merasa semua itu tidak sepadan.

Wina berpikir dia bisa pergi dari kehidupan Jihan dengan bermartabat. Dia tidak pernah menyangka pada akhirnya dia akan menurunkan harga diri untuk menyenangkan Jihan.

Mungkin inilah perbedaan status mereka. Meskipun sudah menjadi kekasih rahasia selama lima tahun, dia tetap ditakdirkan untuk diinjak-injak oleh Jihan.

Untungnya, dia akan segera mati. Dia hanya perlu menahan semua hinaan ini selama beberapa bulan.

Memikirkan dirinya akan segera meninggalkan dunia ini, Wina menjadi tenang.

Wina berlutut dan menuangkan anggur ke gelas, lalu menyerahkannya kepada Jihan.

Jihan mengulurkan tangannya dan mengambil gelas anggur itu.

Tepat saat Wina mengira Jihan akan langsung minum, Jihan tiba-tiba mengangkat gelas itu dan menuangkannya secara perlahan ke kepala Wina.

Anggur merah itu mengalir dari ujung rambut, lalu jatuh ke wajah, leher dan gaun panjang tipis Wina.

Ketika tetesan anggur itu mengenai punggung tangannya, Wina perlahan menoleh ke Jihan dengan tatapan tidak percaya.

Yang terlihat adalah pandangan jijik dan dingin Jihan.

"Murahan."

Suara Jihan yang sangat dingin itu membuat Wina tidak bisa berhenti gemetar.

Wina mengepalkan tangan, menggigit bibir bawah dan memelototi Jihan seolah ingin menusuk Jihan dengan tatapannya.

Jihan sama sekali terlihat tidak peduli. Dia mengambil saputangan dan menyeka jari yang bersentuhan dengan tangan Wina ketika menerima gelas anggur.

Di mata Wina, tindakan itu bagaikan belati yang menusuk-nusuk hatinya.

Wina berpikir Jihan menyiraminya anggur dan memanggilnya murahan karena menurut Jihan dia sudah kotor. Semua perbuatan itu adalah pembalasan dari Jihan.

Wina sungguh ingin bertanya padanya. 'Kita sudah nggak ada hubungan lagi, apa urusanmu aku kotor atau tidak?'

Namun, Wina tidak memiliki keberanian untuk bertanya. Karena, masalah Emil sudah cukup menyusahkan dirinya. Jika ditambah bermasalah dengan Jihan, dia pasti tidak akan bisa melawan mereka.

Selesai menyeka tangan, Jihan membuang saputangannya, lalu bangkit dan pergi.

Melihat Jihan akan pergi, setengah dari pengawal di ruangan itu segera mengikutinya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Siti Rokayah
ga suka peran wina knp dia keliatan lemah dan bodoh dia tau dia akan mati dan jihan gmn,jadi tdk ada yg perlu di harap kan di takut kan dan di jaga dari jihan, stidaknya dia punua harga diri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status