Share

Bab 3

Sambil membawa koper, Wina pergi ke rumah teman baiknya, Sara Utari.

Wina mengetuk pintu dengan pelan, lalu berdiri di samping dan menunggu dengan tenang.

Wina dan Sara sama-sama yatim piatu. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan, jadi hubungan mereka bisa dianggap seperti saudara.

Ketika dijemput pergi oleh JIhan, Wina ingat Sara pernah bilang kepadanya, "Wina, kalau dia nggak menginginkanmu lagi, ingat untuk pulang ke sini."

Perkataan itulah yang membuat Wina berani untuk tidak menginginkan rumah Jihan.

Sara membuka pintu dengan cepat. Ketika melihat Wina yang datang, dia langsung tersenyum cerah.

"Wina, kenapa kamu ada di sini?"

Wina mengencangkan cengkeramannya pada gagang koper, lalu berkata dengan sedikit malu, "Sara, aku ke sini untuk numpang di tempatmu."

Ketika matanya tertuju ke koper Wina, senyuman Sara langsung menghilang dan bertanya, "Apa yang terjadi?"

Wina tersenyum, seakan-akan tidak terjadi apa-apa, lalu berkata, "Aku putus dengannya."

Sara tertegun sejenak dan menatap Wina yang memaksakan diri untuk tersenyum.

Wajah Wina yang kecil itu terlihat sangat kurus dan pucat. Rongga matanya juga cekung ke dalam. Tubuhnya kurus seakan-akan bisa diterpa terbang oleh angin dengan mudah.

Melihat kondisi Wina seperti itu, Sara tiba-tiba merasa sangat sedih.

Dia segera melangkah maju dan memeluk Wina erat-erat, lalu berkata, "Jangan sedih, masih ada aku di sini."

Mendengar itu, mata Wina langsung berkaca-kaca.

Wina memeluk kembali Sara, lalu menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut dan berkata, "Aku nggak apa-apa, jangan khawatir."

Sara tahu, Wina hanya berusaha menghibur dirinya sendiri. Karena dia bisa melihat betapa Wina menyukai Jihan.

Dalam lima tahun terakhir, Wina bekerja keras untuk mengembalikan uang 2 miliar itu ke Jihan. Dengan bodohnya, Wina berpikir bahwa hal ini bisa mengubah kesan Jihan terhadapnya. Namun, pada akhirnya, dia ditinggal pergi begitu saja oleh Jihan.

Sara tiba-tiba teringat lima tahun lalu, ketika gemuruh air hujan mengguyur malam ....

Jika Wina tidak menjual dirinya demi Ivan Senio, Wina tidak akan bertemu Jihan dan pasti akan hidup bahagia.

Sayang sekali semuanya tidak bisa terulang ....

Karena tidak ingin Sara ikut bersedih, Wina pun melepaskan pelukannya dengan lembut. Kemudian, dia tersenyum dan berkata dengan lembut, "Kamu nggak mau menerimaku, jadi biarin aku berdiri di luar pintu terus? Aku sudah hampir mati kedinginan, nih!"

Melihat Wina masih sekuat sebelumnya, Sara perlahan merasa lega.

Sara yakin Wina tidak akan terpuruk lama-lama karena ditelantarkan sudah menjadi hal yang biasa bagi anak-anak yatim piatu seperti mereka.

Selama hidup dengan baik, tidak akan ada kendala yang tidak dapat diatasi.

Memikirkan hal ini, Sara merasa sedikit lebih lega. Dia mengambil koper Wina dan menariknya masuk rumah sambil berkata, "Jangan pernah bilang numpang lagi. Ini juga rumahmu. Kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu mau!"

Setelah itu, Sara mengambil satu set piama bersih dan menyerahkannya kepada Wina sambil berkata, "Kamu mandi dulu, aku buatkan makanan enak untukmu. Habis itu, kamu bisa tidur dengan nyenyak. Jangan mikir yang aneh-aneh lagi. Oke?"

Wina mengambil piamanya dan mengangguk patuh, "Oke."

Sara selalu seperti itu, dia memperlakukan Wina sangat baik. Bagaikan seberkas cahaya yang menghangatkan hidup Wina.

Sayangnya, Wina mengidap penyakit yang akan merenggut nyawanya, gagal jantung stadium akhir.

Jika Sara tahu bahwa Wina akan meninggalkan dunia ini, dia pasti akan menangis.

Wina tidak ingin Sara yang lembut dan baik hati itu menangis karena dirinya.

Sambil memandangi sosok yang sedang sibuk di dapur itu, Wina menghampirinya dan berkata, "Sara, aku ingin berhenti dari pekerjaanku."

Sara mengangguk setuju, "Memang sudah waktunya kamu istirahat. Beberapa tahun ini, demi menghasilkan banyak uang, kamu sudah bekerja sangat keras sampai nggak bisa jaga penampilanmu. Cepat berhenti dan istirahat dengan baik di rumah. Masalah mencari nafkah serahkan padaku!"

Mendengar itu, hati Wina terasa hangat. Setelah dengan lembut menjawab "Oke", dia berbalik dan pergi ke kamar mandi dengan air mata berlinang.

Wina merasa takdir tidak pernah memihaknya.

Karena ditakdirkan untuk berpisah, Wina ingin menghabiskan sisa tiga bulannya menemani Sara.

Keesokan pagi, Wina merias wajah untuk menutupi wajah pucatnya dengan tebal dan pergi ke kantor untuk mengundurkan diri.

Di Kantor. Ketika Wina hendak menyalakan komputer untuk menulis surat pengunduran diri, salah satu koleganya, Vivi Yuwana, menghampirinya.

"Wina, kamu sudah lihat emailmu?"

Wina menggelengkan kepala. Saat akhir pekan, dia dijemput oleh Jihan, jadi tidak punya waktu untuk mengecek email yang masuk.

Vivi buru-buru memberitahunya, "Kak Hani mengirimkan pengumuman bahwa hari ini putri direktur utama akan mengambil alih sebagai CEO."

Wina tidak memiliki kesan apa pun dan tidak tertarik sama sekali terhadap putri direktur utama itu. Selain itu dia mengundurkan diri, jadi tidak masalah siapa yang mengambil alih posisi itu.

Sebaliknya, Vivi sangat tertarik. Dengan ekspresi gosip, dia berkata, "Aku dengar dia baru saja kembali dari belajar di luar negeri. Meskipun memiliki gelar doktor di bidang administrasi bisnis, dia nggak ada sedikit pengalaman nyata. Baru masuk langsung menempati posisi CEO, apa dia nggak takut digosipkan orang-orang?"

Yuna Safira yang duduk di sebelah Vivi ikut mencibir, "Siapa yang berani menggosipkan dia? Dia adalah wanita pujaan hati seseorang di Keluarga Lionel."

Ketika mendengar kata "Lionel", jari telunjuk Wina pada tetikus berhenti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status