Share

Bab 6

Author: Liliana
Keesokan paginya.

Violen bangun lebih awal. Dia ingin sekali membangunkan kedua buah hatinya sendiri, menciuimi mereka, menemani sarapan, lalu mengantar mereka berangkat sekolah.

Seperti ibu pada umumnya.

Lima tahun terbaring tak berdaya di ranjang, hanya bayangan indah itulah yang menjadi penopangnya untuk terus bertahan.

Sayangnya, sekarang kakinya masih belum kuat. Dia hanya bisa bergantung pada bantuan Marvel.

Violen sabar menunggu sampai Marvel keluar dari kamar mandi. Marvel memang terbiasa mandi setiap pagi.

“Marvel, bisa tolong pilihkan satu set pakaian dari lemari untukku? Kira-kira yang bisa disukai Rey dan Rora,” ujar Violen dengan senyuman penuh harapan yang terlukis di wajahnya.

“Setelah aku mengganti bajunya, kamu temani aku untuk membangunkan mereka, ya?

Dirinya sudah melewatkan lima tahun penuh untuk menemani kedua anaknya dan sekarang dia harus perlahan-lahan mendekatkan diri dengan mereka.

Dia ingin membuat Rey dan Rora tahu betapa besar cintanya dan mulai sekarang, dirinya tak akan pernah meninggalkan mereka lagi.

Langkah Marvel sempat terhenti, lalu berjalan mendekatinya.

Violen mencium aroma sabun dari tubuhnya. Aromanya manis, ada wangi buah yang lembut. Jelas sekali itu aroma yang baisanya disukai perempuan.

Seketika, tatapan Violen menjadi dingin.

Dia ingat, dulu Marvel hanya mau memakai sabun mandi beraroma cendana dari satu merek . Pernah sekali, saat sabun itu sedang habis, dirinya inisiatif membelikan merek lain.

Marvel memang tidak berkomentar, tapi keesokan harinya, Violen menemukan botol sabun yang masih tersegel itu sudah terbuang di tempat sampah kamar mandi…

Sekarang, demi Mega, bahkan kebiasaannya pun rela diubah?

“Violen,” panggil Marvel dengan lembut, menarik Violen kembali dari kenangannya. Kemudian, Marvel membelai wajah Violen, dengan nada penuh penyesalan dia berkata, “Sebenarnya kedua anak itu, terutama Rora, dia sangat penakut. Tadi malam, dia diam-diam bilang padaku, dia takut dengan kondisimu sekarang.”

Seketika, senyuman di wajah Violen menegang.

“Tapi aku ibu kandung mereka…”

“Tentu saja, itu nggak akan pernah berubah,” jawab Marvel langsung. Lalu dia menenangkan dengan lembut, “Maksudku sekarang kamu lebih butuh istirahat. Tunggu sampai kakimu benar-benar pulih dulu, baru kamu bisa menemani Rey dan Rora. Nggak akan terlambat kok.”

Violen sangat enggan, “Tapi…”

Marvel menghela napas, wajahnya seolah sangat bimbang, lalu memotongnya pelan, “Violen, kamu sudah melewatkan lima tahun bersama mereka. Bagi mereka, kamu lebih seperti orang asing. Beri mereka sedikit waktu.”

Violen hampir tak bisa menahan amarahnya dan ingin menampar wajah Marvel yang penuh kepalsuan itu!

Kalau saja Marvel benar-benar menganggapnya istri, menganggapnya ibu dari kedua anaknya, selama lima tahun ini dia bisa memberitahu mereka betapa besar cinta ibunya. Bahwa demi mereka, ibunya harus koma begitu lama!

Rey dan Rora adalah darah dagingnya. Mustahil jika tahu kebenarannya, mereka tetap akan takut dan menolaknya?!

Namun jelas sekali, Marvel tidak melakukan itu semua. Sebaliknya, dia membiarkan Mega masuk, merebut posisi ibu di hati anak-anak!

Di bawah selimut, Violen mencengkeram pahanya erat-erat untuk menahan diri agar tidak meledakkan emosinya.

“Baiklah, aku dengar katamu,” jawab Violen sambil menampilkan senyuman terpaksa dan terlihat patuh.

Marvel sangat puas dengan sikap patuhnya, “Kamu pengertian sekali.”

Nada bicaranya seperti sedang memuji kucing atau anjing peliharaan, membuat Violen terasa mual.

Marvel mengecup keningnya dan berjanji, “Aku juga akan bicara dengan Rey dan Rora, supaya mereka bisa lebih cepat menerimamu.”

Violen menatapnya dengan tatapan mata yang kosong, lalu tersenyum terima kasih, “Sayang, kamu baik sekali.”

Marvel menatapnya lama, emosi dalam sorot matanya sulit ditebak.

Beberapa detik kemudian, Marvel pun berkata dengan nada yang tenang,

“Aku pergi membangunkan mereka.”

Sampai di pintu, tiba-tiba Marvel teringat sesuatu dan menoleh kembali, dia berkata, “Oh iya, aku sudah hubungi Bibi Lusi. Sebentar lagi dia akan datang menjagamu. Dia sudah dua tahun kerja jadi pembantu di rumah ini, orangnya sangat bisa dipercaya. Kalau butuh apa-apa, bilang saja padanya.”

Violen mengangguk patuh, “Iya.”

Begitu pintu tertutup, kelembutan di wajahnya lenyap begitu saja, digantikan dengan tatapan dingin yang menusuk.

Violen bisa merasakan Marvel tidak ingin dirinya dekat dengan anak-anak.

Dan kehadiran Bibi Lusi sebenarnya untuk mengawasinya, bukan untuk menjaganya…

Di ruang makan bawah.

Rey dan Rora duduk berdampingan, menikmati sarapan. Rey beberapa kali menoleh ke arah tangga.

Akhirnya, dia tak bisa menahan diri lagi dan berkata, “Ayah.”

“Ya?” Marvel yang sedang membaca pesan di ponsel melihatnya.

Rey menggigit bibirnya, tampak ragu dan agak canggung menyebutnya mama.

“Kenapa dia… nggak turun makan bersama kita?”

Sejak pagi tadi, Rey sudah sengaja memilih kemeja kotak-kotak paling rapi, bahkan memakai dasi dan sedikit parfum.

Dalam hatinya, meski wanita itu tidak bisa meihatnya, dia juga tidak keberatan untuk membiarkan wanita itu memeluknya sebentar atau menyentuh dasinya…

Namun, wanita itu tidak muncul!

Rey masih belum pandai menyimpan emosinya, kekecewaan terukir jelas di wajahnya.

Emosi Rey langsung tertangkap di mata Marvel, tapi wajahnya tetap datar dan berkata, “Rey, mama baru saja keluar dari rumah sakit. Yang paling penting sekarang adalah istirahat. Janji sama ayah, jangan ganggu dia dulu, ya?”

“Iya…” jawab Rey dengan lesu, lalu memonyongkan bibirnya dengan sok angkuh, “Aku juga nggak begitu mau sarapan bersama dia.”

Sebaliknya, Rora malah terlihat sangat santai, “Ayah, aku sudah kenyang. Kapan Mama Mega jemput kita ke sekolah?”

“Dia nggak datang hari ini,” jawab Marvel dengan datar, “Hanya ayah yang mengantar kalian.”

“Apa?” Rora langsung kecewa, “Nggak seru sekali…”

Marvel mengusap sudut bibirnya dengan tisu, lalu berdiri dan berkata, “Sudahlah, waktunya sudah mepet. Ambil tas kalian, ayah ke mobil dulu.”

Begitu Marvel meninggalkan meja makan, Rey langsung menoleh serius ke arah adiknya.

“Rora, mulai sekarang kamu nggak boleh panggil Tante Mega itu mama lagi, tahu nggak? Mama kita sudah pulang. Kalau dia dengar kamu panggil wanita lain mama, dia pasti sedih,” ujarnya pada Rora dengan serius.

Rora memanyunkan bibirnya, “Tapi aku suka dengan Mama Mega. Aku nggak suka perempuan itu. Aku nggak mau dia jadi mamaku!”

Rey langsung melipat tangan di depan dada, mengerutkan kedua alisnya, sampai-sampai menyebut nama lengkap adiknya, “Rora Lous.”

Rora paling takut kakaknya marah. Rora pun menjulurkan lidah dan akhirnya dengan enggan berkata, “Iya iya… aku nggak bakal panggil Mama Mega di depan perempuan itu.”

Barulah Rey terlihat agak puas. Tapi, saat Rey pergi mengambil tas sekolah, Rora diam-diam menyalakan jam tangan pintarnya dan menelepon Mega.

Panggilan pun langsung tersambung.

“Halo, Rora sayang.”

“Mama Mega, kenapa kamu nggak antar kita ke sekolah hari ini?” tanya Rora dengan pelan.

Mega terdiam beberapa detik, lalu menjawab dengan tak berdaya, “Maaf, Rora. Karena ibu kandungmu sudah kembali, mulai sekarang aku sudah nggak bisa mengantar kamu lagi. Kalau nggak, dia bisa marah.”

Begitu mendengar itu, Rora menjadi tambah kesal dengan ibu kandungnya yang tiba-tiba kembali itu!

Gara-gara dia, dirinya dimarahi kakaknya.

Gara-gara dia, dirinya juga nggak bisa bertemu dengan Mama Mega lagi setiap pagi.

Benar-benar menyebalkan!
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pak Marvel, Istrimu Yang Koma Menikah Lagi!   Bab 25

    Marvel sedang berada di ruangan kantor. Dia baru saja membantu Mega mengobati punggung tangannya yang memerah karena terjepit. Tiba-tiba, ponsel di sampingnya bergetar.Marvel mengambilnya, sekilas melihat pesan dari Wiliam, dia pun langsung merasa tak tahu harus bilang apa.Wiliam memang sudah lama meremehkan Violen. Jadi, Marvel juga tak menanggapinya, hanya meletakkan ponselnya begitu saja.Hanya waktu sebentar, Mega sudah dengan cekatan membereskan kotak P3k yang baru saja dikeluarkan.“Biar aku saja,” ujar Marvel, mengulurkan tangan untuk mengambilnya, tapi Mega menghindar.Dengan senyuman nakal, Mega berkata, “Kalau luka sekecil ini saja perlu diobati Pak Marvel, aku khawatir besok aku bakal langsung dipecat.”Marvel terhibur oleh candaannya, alisnya yang tadi sedikit mengerut pun perlahan mengendur.Mega tiba-tiba mendekat, mengangkat tangan dan menyentuh keningnya.Marvel terdiam dan tidak bergerak.“Kakak senior,” bisik Mega sambil berjinjit, sepasang mata indahnya menatap lur

  • Pak Marvel, Istrimu Yang Koma Menikah Lagi!   Bab 24

    Dulu, Violen pernah berusaha keras untuk menyenangkan teman-teman di sekitar Marvel, berharap mereka bisa menerima dirinya. Tapi sudah habis tenaga, hasilnya tetap sia-sia.Violen masih ingat, pernah suatu kali saat ulang tahun Wiliam, dirinya melihat kondisi tubuh Wiliam yang kurang bertenaga, jadi dia dengan sepenuh hati meracik sebuah resep obat penambah energi dan darah.Dia bahkan menghabiskan waktu seminggu penuh untuk merebus dan mengolahnya menjadi pil yang mudah diminum, lalu membungkusnya satu per satu dengan rapi.Di hari ulang tahun Wiliam, Violen memberikannya langsung padanya.Saat itu, ekspresi Wiliam sangat sulit ditebak. Dia menerima dengan senyuman setengah mengejek dan berkata, “Terima kasih sudah repot-repot.”Namun saat hendak pulang, Violen malah melihat pil-pil obat itu tergeletak di tempat sampah dekat pintu.Yang pertama muncul dalam hatinya saat itu hanyalah rasa sedih dan tersinggung. Dia bahkan sempat menyalahkan diri sendiri, apakah hadiah yang dia berikan

  • Pak Marvel, Istrimu Yang Koma Menikah Lagi!   Bab 23

    “Pak Marvel, jangan mempersulit nyonya. Aku benar-benar baik-baik saja. Nyonya juga nggak sengaja menyakitiku,” ujar Mega yang baik hati meredakan situasi.“Sebentar lagi ada rapat, aku pergi menyiapkan ruang rapat.”“Aku ikut denganmu,” ujar Marvel yang menatap Violen dengan dalam. “Violen, aku sangat kecewa dengan kejadian hari ini. Renungkan baik-baik. Kita bicarakan lagi nanti di rumah.”Usai bicara, Marvel berbalik dan memerintahkan Vicky, “Nanti, antar nyonya pulang.”“Biak.”Violen berdiri di tempatnya, melihat Marvel dan Mega berjalan pergi berdampingan. Punggung mereka terlihat serasi. Saat berjalan, ujung rok Mega bergesekan dengan celana jas Marvel.Di tengah-tengah itu, kaki Mega terkilir dan Marvel langsung reflek memapahnya.Meskipun tahu Violen tak bisa melihat, Vicky pun merasa iba dan menghalangi pandangan Violen.“Nyonya, ayo aku antarkan pulang.”“Pak Vicky, bisa tolong buatkan aku kopi? Aku mau tinggal sebentar di kantor lamaku, boleh?”“Tentu saja boleh. Kalau beg

  • Pak Marvel, Istrimu Yang Koma Menikah Lagi!   Bab 22

    Detik berikutnya, terdengar suara Marvel yang penuh amarah,“Violen, apa yang kamu lakukan?”Violen menatap lewat kacamata hitamnya, melihat Marvel melangkah cepat menghampiri. Alisnya yang indah berkerut, sorot matanya penuh rasa sayang pada Mega dan tidak puas pada dirinya. Karena dirinya ‘tak bisa melihat’, Marvel bahkan tak berusaha menyembunyikan ekspresinya.“Pak Marvel, ini bukan salah nyonya!” Mega buru-buru meraih lengan Marvel dengan lembut dan melanjutkan, “Aku sendiri yang nggak sengaja terjepit pintu.”Vicky melihat semuanya dengan jelas sejak awal hingga akhir. Dia pun tak tahan dan membela Violen, “Pak Marvel, kamu salah paham. Ini benar-benar hanya sebuah kecelakaan.”Marvel selalu mementingkan citra dan harga diri. Dia pun diam dan tidak berbicara lebih banyak, hanya mengulurkan tangan ke arah Mega.“Biar kulihat.”Mega yang tadinya berusaha menyembunyikan tangannya di belakang, ragu sebentar, lalu tetap menyerahkannya, meletakkannya dengan lembut di telapak tangan Ma

  • Pak Marvel, Istrimu Yang Koma Menikah Lagi!   Bab 21

    Sudut bibir Mega yang tadinya terangkat, kini membeku.Delis juga membelalakkan matanya. Seketika, dia tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Tapi, setelah sadarkan diri, dia hampir berteriak kegirangan.Violen melanjutkan dengan tenang, “Saat aku bergabung tujuh tahun yang lalu, aku tanda tangan kontrak sepuluh tahun dengan perusahaan. Kecuali aku sendiri yang mengundurkan diri secara sukarela, posisi manajer divisi riset ini akan tetap menjadi milikku selama sepuluh tahun. Beberapa hari lagi, aku bakal kembali bekerja seperti biasa.”Dia meninggikan suara agar semua divisi dapat mendengarnya dengan jelas, “Tentu saja, kalau ada yang ingin mengikuti Bu Mega, aku nggak akan menghalangi. Aku akan menyarankan Pak Marvel untuk buka divisi riset kedua. Kalian terserah mau tetap tinggal atau pergi.”Jika sebelumnya semua yang dia lakukan dalam pekerjaan adalah demi Marvel, maka mulai hari ini, dia hanya berjuang untuk dirinya sendiri!Posisi manajer divisi riset adalah posisi yang

  • Pak Marvel, Istrimu Yang Koma Menikah Lagi!   Bab 20

    Tak perlu diragukan, wanita ini adalah Violen yang telah menjadi mayat hidup selama lima tahun!Setelah memastikan identitas Violen, Lina menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan jijik dan permusuhan yang tak bisa disembunyikan.Violen tidak peduli.Jelas sekali, Lina adalah anak buah Mega. Jadi, wajar saja kalau Lina tidak menyukainya.Lina berjalan santai menghampirinya dan berkata, “Nona Violen, aku sudah lama mendengar namamu…”Violen mengangkat alisnya dan tersenyum, “Nona Violen? Sejak tujuh tahun lalu, semua orang di kantor ini memanggilku manajer Violen atau Nyonya Lous. Kamu nggak mengakui jabatanku sebagai manajer atau nggak menganggapku sebagai istri Pak Marvel?”Saat Violen mengatakan ini, senyuman tipis terukir di wajahnya. Nadanya terdengar lembut, tetapi sebenarnya mengandung sindiran yang tajam. Lina langsung canggung karena diserang balik seperti itu.Tiba-tiba, dia melihat seorang wanita berjalan dari belakang, matanya langsung berbinar dan melamb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status