Home / Rumah Tangga / Pakaian Bayi di Mobil Suamiku / Ketemuan di Restoran Supermarket

Share

Ketemuan di Restoran Supermarket

Author: Rahma La
last update Huling Na-update: 2022-06-14 20:06:49

"Mas, kita ke supermarket, yuk." 

 

Aku menyodorkan gelas minuman ke Mas Riko. Dia menerimanya, sambil tersenyum. 

 

Ini sudah sore hari, Mas Riko sedang duduk-duduk sore. Sedangkan Andre sedang ada di kamar. Dia sibuk dengan buku bacaan. 

 

Sejak kejadian tadi pagi, aku memutuskan untuk pura-pura tidak tahu di depan Mas Riko. Sudah ada strategi yang akan aku lakukan. 

 

"Mau ngapain? Kalau gak jelas, gak usah, deh. Keuangan Mas udah nipis, nih."

 

Keningku mengernyit mendengarnya. "Baru juga beberapa hari yang lalu gajian. Masa udah mau habis aja."

 

Mas Riko hanya melirikku, kemudian membuang pandangan. Dia kembali fokus ke ponsel. Sambil sesekali minum. 

 

Jujur saja, antara aku dan Mas Riko. Kami kurang terbuka. Padahal, dalam rumah tangga, harusnya saling terbuka. 

 

Setiap masalah dibicarakan baik-baik. Ah, ini yang harus aku lakukan. Membicarakan semuanya dengan Mas Riko. 

 

"Kamu gak ada yang mau dibicarakan ke aku gitu, Mas?"

 

Suamiku mengangkat pandangannya. "Bicarain apa? Gak ada, lah." 

 

"Ma, ayo. Katanya mau beli perlengkapan renang di supermarket."

 

Aku menoleh, menatap Andre yang terlihat antusias. Dia sudah memakai tas ransel. Mataku melirik Mas Riko yang tampak tidak peduli. 

 

Seakan mengerti apa yang aku takutkan, Andre akhirnya mendekat ke Mas Riko. "Pa, ayo. Temenin Andre beli perlengkapan renang." 

 

Kali ini, Mas Riko baru menoleh. Ada perubahan di wajahnya. "Siapa yang mau beliin perlengkapan renang? Mama?" 

 

"Gak mungkin uang kamu udah habis, Mas."

 

Mas Riko menggaruk ujung hidungnya. Dia tampak salah tingkah. 

 

Gajinya saja, banyak sekali. Hanya memberi aku setengah. Sisanya untuk Ibu mertua. Tidak masalah bagiku, tapi bukankah harusnya Mas Riko juga memegang uang?

 

"Iya-iya, masih ada sedikit uangnya. Tapi Mas gak ikut masuk ke dalam. Nunggu di parkiran."

 

Aku mengangguk saja, bergegas untuk mengganti pakaian. Saat ini, aku sedang mencari cara agar bisa mendapatkan nomor ponsel wanita itu. 

 

Sayangnya, Mas Riko seperti tidak pernah melepas ponselnya. Dia selalu memegang benda itu. Dibawa kemana-mana. 

 

Selama perjalanan, kami hanya diam. Saat aku menatap ke bawah, ada sepatu bayi disana. 

 

Wow. Lagi-lagi Mas Riko meninggalkan jejak. Aku mengembuskan napas pelan, melirik Mas Riko yang tampak biasa saja. 

 

"Kamu abis nebengin orang, Mas?" 

 

Kali ini, biar aku bertanya langsung. Menguji kejujurannya. Apakah Mas Riko bisa jujur dalam hal ini?

 

Mas Riko menoleh. Beberapa detik, wajahnya berubah. "Enggak." 

 

"Oh." Aku mengangguk-angguk, kemudian mengambil sepatu itu, pelan-pelan memasukkannya ke dalam tas. 

 

"Kamu ngapain?" Mas Riko menoleh ke aku yang sudah selesai menyembunyikan sepatu itu. 

 

"Gak papa."

 

Aku mengembuskan napas lega, karena Mas Riko sama sekali tidak curiga. 

 

***

 

Sampai di supermarket, Mas Riko langsung memberikan kartu kreditnya. Ah, ternyata dia tidak mau memberikan kartu ATM. 

 

Padahal, aku penasaran dengan isinya. 

 

"Beli yang kamu mau, ya. Ayah tunggu disini." 

 

Aku mengernyit mendengarnya. Sejak kapan panggilan Mas Riko berubah menjadi ayah?

 

"Kok ayah, Mas? Selama ini panggilannya, kan, Papa."

 

Mas Riko tampak terkejut mendengar perkataanku. Aku rasa, dia sendiri tidak sadar dengan apa yang baru saja dikatakannya. 

 

"Ma—maksudnya tadi Papa."

 

Suamiku mengusap kepala Andre, menyuruhku menjaganya. Sepertinya, ada yang sedang Mas Riko pikirkan sekarang. 

 

Kami masuk ke supermarket. Andre langsung mengajakku ke toko perlengkapan renang. 

 

"Belanja yang banyak aja, Ndre. Biar uangnya Papa berguna." 

 

Andre menoleh ke aku. Dia mengangguk antusias. 

 

"Oke, Ma." 

 

Dengan senang hati Andre membelanjakan banyak buku. Dia memang senang membaca buku di rumah. 

 

Daripada uang Mas Andre untuk wanita itu, lebih baik untuk dibelanjakan seperti ini. Lebih bermanfaat. 

 

"Halo, Mas. Kamu dimana?" 

 

Aku langsung menghubungi Mas Riko, ketika kami selesai belanja. Mas Riko tidak ada di mobil. Entah kemana dia menghilang. 

 

"Aku lagi ketemuan sama teman. Kamu duluan aja, ya. Naik taksi, nanti uangnya Mas ganti di rumah."

 

Ketemuan sama teman? Aku menoleh ke dalam supermarket. 

 

"Udah dulu, ya. Mas pulang agak malam, jadi gak usah ditungguin." 

 

Telepon mati setelah Mas Riko mengatakan itu. Aku mengajak Andre kembali masuk ke dalam supermarket. 

 

Entah kenapa, ada rasa yang mencurigakan. Tidak mungkin Mas Riko diajak nongkrong dengan temannya malam-malam begini. 

 

"Kita mau ngapain lagi, Ma?" tanya Andre. Dia sudah terlihat lelah sekali. 

 

Sebenarnya, aku tidak tega juga mengajak Andre. Namun, semuanya bisa terlambat, kalau tidak diselidiki sekarang. 

 

Beberapa saat mengelilingi supermarket, aku menahan napas, ketika melihat Mas Riko di salah satu restoran. 

 

Dia sedang tertawa bersama wanita tadi pagi! Bersama bayinya juga.

 

Oh. Jadi ini yang dinamakan ketemu dengan teman. Aku mengepalkan jemari, berusaha terlihat tenang. Apalagi ada Andre disini. 

 

Tahan. Jangan emosi. Aku memejamkan mata sejenak. 

 

"Ma, kok malah merem?"

 

Aku menelan ludah, berusaha tersenyum. "Gak papa, Sayang. Pulang, yuk." 

 

Untung saja Andre tidak tahu yang sebenarnya. Dia tidak melihat Papanya bersama wanita lain tadi. 

 

Sebenarnya, ada sesuatu yang harus aku urus. Mengenai hakku. Selama ini, semua harta atas nama Mas Riko, karena aku kira dia bertanggung jawab atas semuanya. 

 

Ternyata tidak. Mas Riko sudah menyalahgunakan kepercayaanku selama ini. 

 

"Sebentar, Sayang." 

 

Aku mengelilingi mobil Mas Riko. Di parkiran terlihat sepi. Aku menoleh ke CCTV yang cukup jauh dari tempat mobil Mas Riko terpakir. 

 

Sebenarnya, masih bisa terlihat. Namun, tertutup oleh mobil truk yang parkir di sebelah mobil Mas Riko. Jadi tidak akan kelihatan. Aku mengambil paku yang ada di dalam kresek belanjaan. 

 

Kebetulan tadi sempat beli paku. Lumayan untuk digunakan. Setelah menggembeskan ban mobil, aku tersenyum puas. 

 

"Selamat jalan kaki, Mas. Dan selamat tidur di luar malam ini."

 

***

 

Jangan lupa like dan komen, yaa.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pelaku Sebenarnya

    "Hmm, oke deh, nanti saya dan istri ke kantor. Terima kasih, Pak." Aku menoleh ke Mas Adnan. Ke kantor apa? Mau ngapain juga? Mas Adnan tadi sedang teleponan, aku memang sudah berpikir kalau itu adalah telepon yang penting, maka nya aku juga tidak bertanya dari siapa. Namun, ternyata Mas Adnan juga membawa-bawa namaku tadi. Mas Adnan duduk di sampingku. Dia tersenyum, mengusap perutku yang mulai membuncit. Aku hendak bertanya, tapi menunggu dia sajalah. Biarkan Mas Adnan sendiri yang bercerita. Memang, aku lebih suka kalau Mas Adnan yang bercerita dibandingkan aku yang bertanya. Tatapan Mas Adnan lembut sekali, dia tidak pernah kasar padaku. Aku berharap sampai kami menua juga dia akan seperti ini. "Tadi siapa yang nelepon, Mas?" tanyaku akhirnya. Ah, aku tidak tahan untuk bertanya. Mas Adnan menatapku, kemudian tersenyum. Dia tampak lelah, baru pulang bekerja. Padahal tadi kami juga sedang berdua bersama, tetapi Mas Adnan ditelepon. Penting sekali telepon itu, sampai Mas Adnan

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kehidupan Baru (Season 2)

    "Sayang, ini makanannya habisin dulu, dong. Masa kamu tinggal gitu aja."Aku mengejar Dini—anak keduaku dari Mas Adnan. Ya, sekarang aku memanggilnya Mas, karena dia adalah suamiku. Aku juga tidak menyangka kalau Mas Adnan akan menjadi suamiku, setelah sekian lama memendam trauma itu, aku akhirnya mau menikah dengan dia. "Astaga anak itu, susah banget dibilangin." Aku menggelengkan kepala, kembali mengejar Dini. Sulit sekali untuk membujuk dia. "Ma, Andre berangkat ke kampus dulu."Andre mencium tanganku, kemudian mencium Dini. Dia melambaikan tangan. Andre mengambil kunci mobil di dinding. Aku tersenyum tipis, anakku sudah tumbuh dewasa ternyata. Mas Adnan tidak bekerja hari ini. Katanya mau bermain bersama Dini. Dia memang beberapa hari terakhir sibuk, juga tidak punya waktu untuk anak-anak, tetapi hari ini katanya dia harus bersama dengan kami. Setelah palu diketuk, aku memilih untuk menutup semua kenangan tentang Mas Riko. Andre juga tidak terlalu bersedih, bahkan dia tidak pe

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terlepas dari Pengkhianatan (TAMAT)

    "Apaan? Ngehalu banget, deh. Udah sana. Jangan ngulur-ngulur waktu lagi. Mau keluar baik-baik atau diseret?"Aku melipat kedua tangan di depan dada. Menatap dua sejoli yang tampak serasi ini. Nur juga ikutan tertawa di sebelahku. "Jadi perusak hubungan orang kok bangga. Kalau saya, sih, malu."Sindiran yang menusuk. Aku mengangguk-angguk, setuju dengan perkataan Kana barusan.Wajah Kana memerah. Dia sepertinya ingin menjambak wajah Nur sekarang. Mas Riko memegang tanganku. Dia sepertinya berharap sekali agar aku memaafkannya. Sebenarnya, apa yang diharapkannya lagi?"Kamu serius? Gak mau sama Mas aja? Mas jamin, hidup kamu bakalan terjamin."Aku tertawa mendengarnya. Benar-benar berkhayal orang ini. "Nih, Mas. Gak usah kamu bujuk-bujuk aku lagi. Surat perceraian kita udah keluar."Dengan cepat, aku meletakkan surat ke atas meja. Mas Riko memandangku penasaran, kemudian mengambil kertas dari atas meja. Beberapa detik, wajah Mas Riko berubah. Dia mengusap wajah, menatapku kembali.

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terbongkarnya Perselingkuhan Mas Riko

    MAAF, YA. HARI INI DAN KEMARIN AKU GAK BISA UPLOAD BAB BARU. ADA SUATU MASALAH, AKU JUGA LAGI KURANG ENAK BADAN. INSYA ALLAH BESOK, LANGSUNG TAMAT. SEKALI LAGI MAAF, YA.AKU MAU MINTA MAAF LAGI, HEHE. GAK SESUAI JANJI HARI INI. DOAIN AKU CEPET SEMBUH, YAA.***"Makasih, Bi." Aku tersenyum, tidak sabar memberitahukan semua ini pada Nur. Dua kabar bahagia akhirnya datang juga hari ini. Aku menghela napas pelan. Lega dengan semuanya. "Sama-sama, Bu. Saya dukung Ibu untuk bercerai dari Pak Riko, Bu.""Makasih, Bi. Makasih, banyak."Bi Sari langsung pamit ke belakang. Sedangkan aku diam sejenak di kursi. Menatap surat yang aku pegang. Hampir lima menit diam. Aku akhirnya mengambil ponsel. Hendak memberitahukan pada Nur. "Halo, Mbak. Aku baru aja nyampe pasar. Mama titip sesuatu. Belum nyampe rumah.""Mbak ada kabar gembira, Nur."Suara Nur tiba-tiba berhenti. "Kabar apa, Mbak?""Surat dari pengadilan udah datang. Sekarang, tinggal menjalankan rencana kita, Nur."Nur terdengar bersorak

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pembalikan Aset dan Surat Perceraian

    "Maaf, Sayang."Aku memeluk Andre. Menciumi kepalanya. Ketakutan terbesarku adalah Andre tahu tentang masalah orang tuanya. Padahal, aku sudah menyembunyikannya. "Darimana Andre mendapatkan foto ini, Nak?" tanyaku sambil melepaskan pelukan, menatap matanya. "Paket yang ada di kamar Andre, Ma. Maaf, Andre buka paketnya duluan sebelum Mama."Sedikit terkejut mendengar perkataannya. Aku buru-buru berdiri, berjalan ke tempat penyimpanan paket itu. Dengan hati-hati, aku membuka kotak paket. Menutup mulut, ketika melihat banyak foto Mas Riko dan Kana di dalamnya. "Ma." Aku menoleh, buru-buru membereskan foto yang berserakan. Kemudian berdiri. "Andre ke ruang makan, ya. Nanti, pulang sekolah, kita bahas masalah ini lagi."Andre mengangguk, meskipun masih ada banyak pertanyaan di benaknya. Aku mengangkat kotak, membawanya ke gudang. Lebih baik, disimpan disini dulu. Daripada di kamar, bisa ketahuan. "Mas berangkat kerja dulu, ya. Kalau mau pergi, telepon dulu."Mas Riko berjalan ke r

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Salah Satu Tetangga yang Tau!

    Kana langsung menutup mulutnya. Dia baru saja melakukan kesalahan paling fatal. Aku melirik Mas Riko. Wajahnya sempat terkejut, tetapi langsung berubah. Dia terlihat biasa saja. Agar orang-orang tidak curiga. "Kamu simpanannya suami orang, Bu Kana? Ya ampun, akhirnya setelah isu buruk beredar, Ibu sendiri yang bilang fakta itu ke kita."Ibu-ibu perumahan melihat Kana marah. Sepertinya masih belum menyangka. Apa yang terjadi, ketika mereka tahu, kalau Kana itu istri kedua Mas Riko?"Gak malu, Bu Kana? Sayang sekali, Bu RT gak ada disini. Pas banget moment nya. Usir sekalian. Jauh-jauh dari perumahan ini. Meresahkan."Aku menahan tawa. Membayangkan Kana diusir dari perumahan ini. Mas Riko tampak gelisah. Sebenarnya, ketahuan sekali kalau dia pelakunya. Ah, mana ada yang memperhatikan sekarang. "Sebaiknya gitu, Bu. Gak baik, kalau dia terus-terusan ada disini."Semua ibu-ibu yang hadir, setuju. Aku menunggu apa yang akan mereka lakukan."Tidak usah dilanjutkan acaranya. Ini pengajia

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kana Keceplosan

    Aku berbalik. Berjalan cepat keluar rumah Kana. Aku sudah lelah dengan semuanya. Untung saja, stok kesabaran masih ada. "Mama habis darimana?" tanya Andre, saat aku sampai di ruang tamu Kana. "Kamar mandi, Sayang. Pulang, yuk." "Eh, kok udah mau pulang aja? Belum makan, lho."Buru-buru aku memasang senyum, ketika melihat Ibu Kana, kemudian menggeleng. "Saya sama Andre langsung pulang aja, Bu."Sebelum pergi, Ibu Kana lebih dulu menahanku. Dia menatapku sebentar. Kemudian mendekatkan kepalanya ke aku. "Ibu tahu. Kamu dengar sesuatu di dalam kamar Kana tadi. Maafkan anak Ibu, ya, Nak."Sebenarnya, aku sudah muak mendengar perkataan Ibu Kana. Bagaimana bisa aku memaafkan orang seperti Kana?Aku tersenyum tipis. "Saya pulang, ya, Bu." Jujur saja, aku ingin menghindar. Tidak semudah itu memaafkan seseorang. Apalagi Kana. Ponselku berdering. Kesempatan yang bagus. Aku buru-buru menggandeng tangan Andre. Kami sekalian pulang ke rumah. Ah, ternyata dari Adnan. Aku menggeser tombol ber

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kejutan untuk Membongkar Kejahatan

    Mobil berhenti tepat di depan rumah. Aku berterima kasih pada Nur, kemudian keluar dari mobil. "Kamu darimana?" tanya Mas Riko saat aku masuk ke dalam rumah. "Abis dari tempat teman. Mas beneran gak enak badan?" tanyaku sambil mendekatinya."Eh, kamu mandi dulu. Habis pergi, gak boleh langsung pegang-pegang."Sebenarnya, aku tahu. Mas Riko tidak sakit sama sekali. Dia hanya beralasan. Aku mengangguk. "Diah mandi dulu, Mas. Habis ini, mau ke rumah Kana. Dia mau pengajian, 'kan?" Baru saja aku ingat, kalau Kana akan pengajian malam ini. Mas Riko yang bilang sendiri tadi pagi. Ah, kebetulan yang sangat menyenangkan. Aku ada kesempatan untuk mengetahui foto itu sebenarnya. "Masak apa, Bi?" tanyaku sambil mendekati Bi Sari yang sedang masak di dapur. "Masak ikan lele, Bu. Oh iya, tadi Ibu dapat paket. Saya taruh di kamarnya Den Andre."Aku mengangkat jempol. Bi Sari ingat, kalau ada Mas Riko, harus meletakkan paket di kamar anakku. Mas Riko itu orangnya suka penasaran. Dia tidak se

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terbongkar Status Kana yang Sebenarnya

    Kami menunggu beberapa saat. Setelah mobil Mas Riko berjalan, aku baru mengajak Nur turun. "Assalammualaikum, Bu." Ibu penjaga warung itu menoleh, kemudian tersenyum. Sebelum berbicara serius, kami sempat memesan makanan. "Jadi, saya dan adik saya kesini, ada tujuan utamanya, Bu." Aku mulai berbicara. "Iya. Mau tanya apa?" Aku berdeham, memperbaiki posisi duduk. 'Wanita ini benar-benar anak ibu, 'kan?" tanyaku sambil menyodorkan ponsel..Beberapa menit, ibu penjaga warung itu akhirnya mengangguk. Aku tersenyum senang. "Ada yang mau saya tanya soal anak Ibu. Semoga, Ibu benar-benar jujur ke saya."Kami sama-sama diam. Nur menggenggam tanganku, mengangguk. "Anak Ibu ini sudah menikah?" Ibu itu menghela napas pelan. "Ibu sebenarnya gak tahu siapa kamu, Nak. Kenapa kamu bisa tahu anak Ibu. Bahkan, Ibu juga heran, kenapa kamu menanyakan hal itu. Padahal, kita baru bertemu."Warung ini agak sepi. Hanya terlihat satu orang yang duduk. Entah kenapa, aku merasa, banyak orang yang tid

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status