Share

2. Kabur

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-27 17:11:54

Luna tidak pingsan, namun dia berharap dirinya pingsan. Setiap detik kesadaran yang kembali terasa seperti pisau yang menyayat.

Terbaring kaku di atas ranjang yang terasa dingin dan lengket, Luna menatap langit-langit kamarnya yang perlahan mulai diterangi oleh cahaya fajar yang keabu-abuan. Setiap senti tubuhnya terasa sakit, memar, dan kotor. Di sampingnya, dengkuran pelan dan berat dari pria asing itu terdengar stabil.

Air mata sudah mengering di pipinya, meninggalkan jejak perih. Kehampaan yang dingin adalah satu-satunya hal yang tersisa. Rencananya untuk pergi, untuk memulai hidup baru, terasa seperti lelucon yang kejam. Bagaimana dia bisa memulai hidup baru dengan jiwa dan raga yang sudah hancur seperti ini?

Namun, dia tidak bisa hanya diam meratapi ini, dengan gerakan yang sangat pelan, seolah takut membangunkan monster di sebelahnya, Luna menoleh. Dia harus melihat wajah pria yang telah menghancurkannya.

Sinar fajar yang menyelinap melalui celah tirai jatuh tepat di wajah pria itu.

Dan seketika, napas Luna berhenti.

Rahang yang tegas, hidung yang lurus, bibir yang semalam terasa begitu buas kini terlihat tenang dalam tidurnya. Wajah itu adalah wajah yang sama yang dia lihat di altar beberapa jam yang lalu saat menyematkan cincin di jari adiknya.

Jordan Reed.

Suami Olivia.

“Tidak …,” bisikan itu keluar dari bibirnya tanpa suara. Jantungnya yang tadinya mati rasa kini mulai berdebar kencang.

Ini seratus kali lebih buruk daripada diserang oleh orang asing. Pria ini … pria ini telah menjadi bagian dari keluarganya. Pria ini akan tinggal di bawah atap yang sama dengan adiknya.

Wajah Olivia yang tersenyum bahagia terlintas di benaknya. Olivia, satu-satunya orang yang menurutnya peduli padanya. Kebahagiaan adiknya … bagaimana dia bisa membiarkan kebenaran mengerikan ini menghancurkan hari pertama pernikahan Olivia?

Kepanikan yang dingin dan menusuk terasa dalam aliran darah.

Luna harus pergi sekarang juga.

Olivia tidak boleh tahu tentang hal ini. Tidak akan pernah.

Dengan tubuh yang bergetar hebat dan rasa sakit yang menyengat di antara kedua pahanya, Luna memaksa dirinya turun dari ranjang. Dia menyambar pakaian dari lemari tanpa memilih, tangannya gemetar hebat hingga dia kesulitan mengenakan pakaiannya. Dia tidak berani melihat pantulan dirinya di cermin.

Kemudian Luna meraih koper yang sudah dia siapkan, memasukkan beberapa barang penting yang tersisa dengan tergesa-gesa. Dia harus pergi sebelum pria itu bangun. Sebelum orang lain di rumah ini bangun.

Sebelum dia pergi, matanya tanpa sengaja melirik ke arah ranjang sekali lagi. Ke arah bukti nyata dari mimpi buruknya. Noda darah di atas seprai putih. Sebuah bukti kesuciannya yang telah direnggut.

Sambil menahan isak tangis yang mengancam akan meledak, Luna berbalik dan membuka pintu kamarnya sepelan mungkin, lalu menghilang ke dalam koridor yang masih sepi.

***

Pagi harinya, Jordan Reed membuka mata. Tidak ada keraguan dalam gerakannya saat dia langsung duduk tegak. Matanya yang tajam memindai ruangan. 

Ini bukan kamarnya.

Tetapi, tatapannya langsung jatuh pada sisi ranjang yang kosong, lalu berhenti pada noda darah di seprai. Wajah tampannya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dingin dan kaku.

Dan dia ingat segalanya. Ingatan seorang Jordan Reed selalu jelas. Dia ingat rasa wiski yang aneh, panas yang membakar tubuhnya, dan koridor yang salah. Dia juga ingat wajah wanita di bawahnya, basah oleh air mata di bawah cahaya bulan yang menyelinap masuk.

Luna Carter.

Dia telah dijebak. Dan kakak iparnya adalah korbannya.

Tanpa suara, Jordan turun dari ranjang. Gerakannya mantap saat mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai dan memakainya dengan cepat. Sambil mengancingkan kemejanya, otaknya sudah bekerja, memproses informasi dan merencanakan langkah selanjutnya.

Ini adalah sebuah serangan yang terencana. Pelakunya adalah orang dalam yang tahu denah rumah ini dan tahu jadwalnya. Kemarahan yang dingin mulai terbentuk di dalam dirinya, bukan karena perasaannya, tetapi karena seseorang berani mempermainkannya.

Tanggung jawab adalah segalanya baginya. Semalam, dia telah menciptakan masalah yang sangat besar. Masalah yang harus dia selesaikan sebelum menyebar.

Jordan mengeluarkan ponselnya. Dia tidak menelepon, melainkan mengetik sebuah pesan terenkripsi kepada asisten kepercayaannya.

“Liam. Atur tes toksikologi untukku. Segera. Selidiki semua rekaman CCTV di Carter Estate dari jam 11 malam. Cari tahu siapa saja yang berinteraksi denganku setelah jamuan makan malam. Diam-diam.”

Dia mengirim pesan itu dan memasukkan kembali ponselnya ke saku.

Setelah rapi, dia berjalan ke pintu dan membukanya. Koridor sudah terang. Tujuannya adalah menemukan Luna dan berbicara dengannya. Dia harus mengendalikan situasi ini.

“Jordan?”

Suara Olivia menghentikan langkahnya. Di puncak tangga, Jordan melihat istrinya berdiri di bawah tangga, kerutan samar muncul di kening Jordan saat melihat tatapan kecewa Olivia terhadapnya.

“Aku menunggumu semalaman,” kata Olivia.

Jordan tidak menjawab. Dia menuruni tangga dengan pelan sambil menatap Olivia, tatapannya tajam dan menilai.

Tiba-tiba, seorang pelayan berlari di sebelah Jordan dari arah belakang dengan wajah panik.

“Tuan! Nyonya!” teriak pelayan itu, sambil menggedor pintu kamar Robert Carter. “Nona Luna hilang! Kamarnya kosong dan kopernya juga tidak ada!”

Olivia tersentak kaget, menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Jordan, sebaliknya, tidak bergerak berdiam diri di samping Olivia menatap Robert Carter dan istrinya dengan pandangan dalam. Berita itu tidak mengejutkannya. Itu adalah langkah masuk akal yang akan diambil wanita itu. Tapi kepergian Luna membuat segalanya menjadi lebih rumit.

Ponselnya bergetar di saku. Sebuah pesan balasan dari Liam.

“CCTV koridor lantai dua dihapus. Investigasi awal menunjukkan minuman terakhir Anda diberikan oleh sepupu Anda, Mark.”

Mark.

Jordan memproses informasi itu tanpa mengubah ekspresi wajahnya. Dia melihat ke arah Olivia yang tampak syok, lalu ke lantai dua arah koridor kamar Luna. 

Wanita itu … harus dia temukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   8. Runtuh

    Setelah Luna mematikan sambungan telepon, Harvey segera bertanya, “Ada apa? Mengapa kamu menyebut nama Jordan?” Tadi, Harvey sempat mendengar Luna menyebut nama Jordan Reed dalam panggilannya bersama Clara.Luna masih terdiam dengan tatapan kosong. Maniknya bergerak gelisah.“Clara bilang, aku … harus bertemu dengannya … besok.”Harvey menghela napas. Dia bisa menebak jika perusahan Jordan ingin bekerja sama dengan Aura Tech. “Kamu tidak perlu memaksakan diri kalau tidak sanggup menghadapi pria itu, Luna. Mari kita kembali dan aku akan menjelaskan situasinya kepada Clara.”Luna menatap Harvey beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng pelan. “Tidak. Aku akan melakukannya.”Clara sudah banyak membantu Luna selama ini, menerima dirinya dan menemaninya beradaptasi dengan keluarga kaya lama yang sangat berbeda dengan keluarganya di sini. Hanya karena ketakutan dan trauma masa lalunya, Luna harus berbalik pergi dari sini setelah semua yang sudah mereka lalui?Tidak. Luna tak mau mengecewak

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   7. Kebetulan Berulang

    “Lihat kamarku, Mama. Aku sudah menata kamarku dengan sempurna.” Bocah tiga tahun itu membusungkan dada dengan bangga. Menunjukkan kamarnya di apartemen baru yang disiapkan Clara untuk Luna telah ditata dengan sempurna. Buku-buku cerita anak pun berjejer rapi dalam rak. Berbagai mainan dipajang di lemari, bederetan sejajar, tidak ada satu pun yang melenceng dari barisan, sangat sempurna, sampai Luna hampir lupa jika putranya masih tiga tahun.“Bagus, Sayang.”Carl tersenyum lebar mendengar pujian Luna. Ibunya tidak pernah menyuruhnya menjadi anak yang sempurna, tapi Carl tidak suka jika ada sesuatu yang tidak sesuai tempatnya. Di usia yang masih tiga tahun, Carl selalu menunjukkan keteraturan dan kesempurnaan. Bahkan cara bermain dan bicara Carl pun sudah seperti orang yang lebih dewasa dari usianya.“Sekarang, temani aku bermain, Mama! Paman Harvey tadi memberiku robot baru!”Namun, Carl tetap menunjukkan sosok anak kecil pada umumnya. Dia suka bermain dan sangat tertarik dengan ro

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   6. Perhatian Palsu

    Jordan tahu semua perhatian istrinya hanyalah bagian dari sebuah sandiwara. Dia melangkah ke kamar mandi, di mana uap panas beraroma lemon sudah mengepul dari bathtub. Ini adalah hal yang selalu disiapkan Olivia setiap hari. Dengan tenang, Jordan kembali ke kamar, mengambil masker dan sarung tangan lateks dari dalam tasnya.Setelah memakainya, Jordan kembali ke kamar mandi. Dia memasukkan tangannya yang bersarung tangan ke dalam air hangat itu, memutar sumbatan pembuangan hingga bathtub kosong. Dia membilasnya dengan air bersih sebelum mengisinya kembali dengan air baru. Saat akhirnya berendam, matanya tertuju pada botol minyak esensial yang isinya tersisa setengah. Jordan mengambil botol itu dan menatapnya dengan dingin. Wanita itu benar-benar ingin dia mati. Permainan mematikan ini sudah berjalan selama setahun, dan selama itu pula Jordan harus terus waspada.Minyak esensial yang dicampur dengan air dalam bathtub sebelumnya adalah salah satu rencana licik wanita itu. Bukan ha

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   5. Pertemuan Singkat

    Jordan Reed berdiri di sisi mobilnya. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana panjangnya selagi tatapannya tajam menatap sedan hitam di hadapannya.Kening Jordan berkerut singkat ketika samar-samar melihat siluet seorang wanita yang sedang memeluk seorang bocah kecil di bangku penumpang. Jordan tidak bisa melihat rupa wanita itu karena cukup jauh dari jarak pandangnya dan terhalang sosok pria yang sedang berbalik ke arah mereka.Pandangan Jordan baru teralih ketika melihat pria itu, yang duduk di kursi penumpang depan, keluar dari mobil dan menghampirinya.“Sopirku telah membuat kesalahan. Berikan kontakmu, aku akan mengganti rugi kerusakan mobilmu.”Kedua alis Jordan terangkat mendengar nada arogan yang keluar dari pria di hadapannya ini. Arogansi yang dikeluarkan pria ini membuat Jordan mendengus dan satu sudut bibirnya terangkat, sebelum tangan Jordan merogoh saku jas untuk mengambil kartu nama dan memberikannya pada pria itu.Setelah menerima kartu nama Jordan, pria itu ber

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   4. Kembali Lagi

    Empat tahun kemudian.Sebuah sedan hitam mewah meluncur mulus di jalan raya, meninggalkan Bandara Internasional Veridian di belakang. Di dalam, keheningan yang nyaman menyelimuti tiga penumpangnya.Luna menatap ke luar jendela. Pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang familier di Veridian terasa seperti hantu dari masa lalu, membangkitkan kenangan yang telah dia kubur dalam-dalam. Dia mengenakan blus sederhana namun elegan, rambutnya ditata rapi, dan ekspresi wajahnya tenang, menunjukkan kedewasaan yang tidak dia miliki empat tahun lalu.“Mama, kenapa semua gedungnya sangat tinggi? Apa mereka tidak takut jatuh?”Sebuah suara kekanak-kanakan memecah keheningan. Di sampingnya, Carl, putranya yang berusia tiga tahun, menempelkan wajahnya ke kaca jendela, matanya yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu mengamati pemandangan kota. Wajah tampan bocah itu adalah cerminan dari wajah Luna, tetapi sorot matanya yang tajam mengingatkan pada seseorang yang sangat ingin Luna lupakan.Luna te

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   3. Keluarga Lain

    Wajah Robert Carter merah padam karena amarah, napasnya memburu. Di belakangnya, Nancy muncul dengan ekspresi puas yang berusaha dia sembunyikan di balik topeng kemarahan.“Anak tidak tahu diuntung!” raung Robert, suaranya menggema. “Kabur tepat setelah hari pernikahan adiknya! Dia sengaja ingin mempermalukan keluarga ini!”Olivia berbalik menghadap Jordan. Wajahnya terlihat pucat dan matanya berkaca-kaca. “Jordan, apa yang harus kita lakukan? Aku khawatir terjadi sesuatu pada Kak Luna. Bagaimana jika dia …”Namun, saat Olivia menatap Jordan, di sudut matanya yang tidak tertangkap oleh siapa pun, ada kilatan kepuasan yang dingin. Rencana gegabah ini justru berjalan lebih baik di luar dugaannya.Jordan tidak menanggapi kekhawatiran istrinya. Matanya yang dingin menatap lurus ke arah Robert Carter.“Tuan Carter,” kata Jordan, suaranya tenang namun memancarkan otoritas yang tak terbantahkan. “Mulai saat ini, Luna adalah tanggung jawab saya juga. Saya akan mengerahkan orang-orang saya unt

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status