Share

3. Keluarga Lain

Author: VERARI
last update Last Updated: 2025-10-27 17:12:32

Wajah Robert Carter merah padam karena amarah, napasnya memburu. Di belakangnya, Nancy muncul dengan ekspresi puas yang berusaha dia sembunyikan di balik topeng kemarahan.

“Anak tidak tahu diuntung!” raung Robert, suaranya menggema. “Kabur tepat setelah hari pernikahan adiknya! Dia sengaja ingin mempermalukan keluarga ini!”

Olivia berbalik menghadap Jordan. Wajahnya terlihat pucat dan matanya berkaca-kaca. “Jordan, apa yang harus kita lakukan? Aku khawatir terjadi sesuatu pada Kak Luna. Bagaimana jika dia …”

Namun, saat Olivia menatap Jordan, di sudut matanya yang tidak tertangkap oleh siapa pun, ada kilatan kepuasan yang dingin. Rencana gegabah ini justru berjalan lebih baik di luar dugaannya.

Jordan tidak menanggapi kekhawatiran istrinya. Matanya yang dingin menatap lurus ke arah Robert Carter.

“Tuan Carter,” kata Jordan, suaranya tenang namun memancarkan otoritas yang tak terbantahkan. “Mulai saat ini, Luna adalah tanggung jawab saya juga. Saya akan mengerahkan orang-orang saya untuk menemukannya.”

Tanpa menunggu persetujuan, Jordan mengeluarkan ponselnya. “Liam,” perintahnya saat panggilan tersambung. Suaranya rendah dan efisien. “Kumpulkan tim pencari. Target: Luna Carter. Sisir semua bandara, stasiun kereta, dan terminal bus di seluruh kota. Hubungi jaringanku di setiap pelabuhan. Aku mau laporan keberadaannya dalam satu jam.”

Kemudian dia menutup telepon dan melirik sekilas ke arah Olivia. “Masuklah ke kamarmu,” katanya, nadanya datar. “Aku yang akan mengurus ini.”

***

Jauh dari kemewahan Carter Estate, di tengah hiruk pikuk terminal bus antarkota, Luna berdiri gemetar dalam antrean tiket. Bau asap solar dan keringat terasa menyesakkan.

Dia menarik tudung jaketnya lebih dalam, berusaha menyembunyikan wajahnya. Setiap suara keras membuatnya tersentak, setiap tatapan orang asing terasa seperti tuduhan.

Rasa sakit di tubuhnya adalah pengingat nyata dari mimpi buruk yang baru saja dia alami. Ingatan akan sentuhan kasar dan napas berat pria itu terus berputar di kepalanya, membuatnya mual. 

Untuk melupakan itu, Luna hanya punya satu tujuan: membeli tiket ke kota kecil terpencil di ujung negeri, tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Tempat di mana dia bisa mencoba memungut kembali kepingan dirinya yang telah hancur.

“Berikutnya!”

Giliran Luna. Dia melangkah maju ke loket yang kotor, jantungnya berdebar kencang. “Satu tiket ke—”

“Luna Carter?”

Sebuah suara pria yang tenang dan dalam memanggil namanya. Suara itu terdengar sangat tidak pada tempatnya di tengah kebisingan terminal.

Seluruh tubuh Luna membeku. Darahnya seakan berhenti mengalir. Bagaimana mungkin? Secepat ini? Luna memang sudah mengira seseorang penuh kuasa seperti Jordan pasti akan mencarinya, tapi dia tidak menyangka pencariannya akan dimulai dalam hitungan jam.

Luna perlahan-lahan menoleh, mempersiapkan diri untuk melihat wajah dingin Jordan atau salah satu orang suruhannya.

Namun, pria di hadapannya berbeda.

Pria ini sangat tinggi, mengenakan setelan jas hitam yang dibuat khusus, tanpa satu pun kerutan. Wajahnya tampan dengan garis rahang yang tegas dan mata yang tajam, namun sorot matanya tidak sedingin Jordan. Tatapannya justru terasa ... familier dan penuh perhatian.

Ini bukan orang suruhan Jordan.

“Si-siapa kamu?” bisik Luna, bibirnya gemetar. Rasa takut membuatnya mundur selangkah, tubuhnya secara naluriah bersiap untuk lari.

Pria itu memberikan senyum tipis yang menenangkan, seolah bisa merasakan teror yang menjalari diri Luna. “Jangan takut, Luna. Namaku Harvey. Aku di sini untuk menjemputmu.”

“Menjemputku?” Luna menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mengenalmu. Pergi!”

“Kamu tidak mengenalku, tapi aku mengenal ibumu, Liana,” kata pria itu lembut. Menyebut nama ibu kandungnya membuat dunia Luna kembali terguncang. “Aku adalah sepupu tertuamu dari keluarga ibumu. Nenek menyuruhku untuk membawamu pulang.”

“Pulang?” ulang Luna dengan bingung, suaranya serak. “Keluarga ibuku ...? Aku tidak punya keluarga lain.”

“Kamu punya,” kata Harvey, matanya menyiratkan kesedihan yang dalam. “Mari pulang ke rumah kita yang sebenarnya. Sudah waktunya kamu mengetahui siapa dirimu, Luna.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   8. Runtuh

    Setelah Luna mematikan sambungan telepon, Harvey segera bertanya, “Ada apa? Mengapa kamu menyebut nama Jordan?” Tadi, Harvey sempat mendengar Luna menyebut nama Jordan Reed dalam panggilannya bersama Clara.Luna masih terdiam dengan tatapan kosong. Maniknya bergerak gelisah.“Clara bilang, aku … harus bertemu dengannya … besok.”Harvey menghela napas. Dia bisa menebak jika perusahan Jordan ingin bekerja sama dengan Aura Tech. “Kamu tidak perlu memaksakan diri kalau tidak sanggup menghadapi pria itu, Luna. Mari kita kembali dan aku akan menjelaskan situasinya kepada Clara.”Luna menatap Harvey beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng pelan. “Tidak. Aku akan melakukannya.”Clara sudah banyak membantu Luna selama ini, menerima dirinya dan menemaninya beradaptasi dengan keluarga kaya lama yang sangat berbeda dengan keluarganya di sini. Hanya karena ketakutan dan trauma masa lalunya, Luna harus berbalik pergi dari sini setelah semua yang sudah mereka lalui?Tidak. Luna tak mau mengecewak

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   7. Kebetulan Berulang

    “Lihat kamarku, Mama. Aku sudah menata kamarku dengan sempurna.” Bocah tiga tahun itu membusungkan dada dengan bangga. Menunjukkan kamarnya di apartemen baru yang disiapkan Clara untuk Luna telah ditata dengan sempurna. Buku-buku cerita anak pun berjejer rapi dalam rak. Berbagai mainan dipajang di lemari, bederetan sejajar, tidak ada satu pun yang melenceng dari barisan, sangat sempurna, sampai Luna hampir lupa jika putranya masih tiga tahun.“Bagus, Sayang.”Carl tersenyum lebar mendengar pujian Luna. Ibunya tidak pernah menyuruhnya menjadi anak yang sempurna, tapi Carl tidak suka jika ada sesuatu yang tidak sesuai tempatnya. Di usia yang masih tiga tahun, Carl selalu menunjukkan keteraturan dan kesempurnaan. Bahkan cara bermain dan bicara Carl pun sudah seperti orang yang lebih dewasa dari usianya.“Sekarang, temani aku bermain, Mama! Paman Harvey tadi memberiku robot baru!”Namun, Carl tetap menunjukkan sosok anak kecil pada umumnya. Dia suka bermain dan sangat tertarik dengan ro

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   6. Perhatian Palsu

    Jordan tahu semua perhatian istrinya hanyalah bagian dari sebuah sandiwara. Dia melangkah ke kamar mandi, di mana uap panas beraroma lemon sudah mengepul dari bathtub. Ini adalah hal yang selalu disiapkan Olivia setiap hari. Dengan tenang, Jordan kembali ke kamar, mengambil masker dan sarung tangan lateks dari dalam tasnya.Setelah memakainya, Jordan kembali ke kamar mandi. Dia memasukkan tangannya yang bersarung tangan ke dalam air hangat itu, memutar sumbatan pembuangan hingga bathtub kosong. Dia membilasnya dengan air bersih sebelum mengisinya kembali dengan air baru. Saat akhirnya berendam, matanya tertuju pada botol minyak esensial yang isinya tersisa setengah. Jordan mengambil botol itu dan menatapnya dengan dingin. Wanita itu benar-benar ingin dia mati. Permainan mematikan ini sudah berjalan selama setahun, dan selama itu pula Jordan harus terus waspada.Minyak esensial yang dicampur dengan air dalam bathtub sebelumnya adalah salah satu rencana licik wanita itu. Bukan ha

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   5. Pertemuan Singkat

    Jordan Reed berdiri di sisi mobilnya. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana panjangnya selagi tatapannya tajam menatap sedan hitam di hadapannya.Kening Jordan berkerut singkat ketika samar-samar melihat siluet seorang wanita yang sedang memeluk seorang bocah kecil di bangku penumpang. Jordan tidak bisa melihat rupa wanita itu karena cukup jauh dari jarak pandangnya dan terhalang sosok pria yang sedang berbalik ke arah mereka.Pandangan Jordan baru teralih ketika melihat pria itu, yang duduk di kursi penumpang depan, keluar dari mobil dan menghampirinya.“Sopirku telah membuat kesalahan. Berikan kontakmu, aku akan mengganti rugi kerusakan mobilmu.”Kedua alis Jordan terangkat mendengar nada arogan yang keluar dari pria di hadapannya ini. Arogansi yang dikeluarkan pria ini membuat Jordan mendengus dan satu sudut bibirnya terangkat, sebelum tangan Jordan merogoh saku jas untuk mengambil kartu nama dan memberikannya pada pria itu.Setelah menerima kartu nama Jordan, pria itu ber

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   4. Kembali Lagi

    Empat tahun kemudian.Sebuah sedan hitam mewah meluncur mulus di jalan raya, meninggalkan Bandara Internasional Veridian di belakang. Di dalam, keheningan yang nyaman menyelimuti tiga penumpangnya.Luna menatap ke luar jendela. Pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang familier di Veridian terasa seperti hantu dari masa lalu, membangkitkan kenangan yang telah dia kubur dalam-dalam. Dia mengenakan blus sederhana namun elegan, rambutnya ditata rapi, dan ekspresi wajahnya tenang, menunjukkan kedewasaan yang tidak dia miliki empat tahun lalu.“Mama, kenapa semua gedungnya sangat tinggi? Apa mereka tidak takut jatuh?”Sebuah suara kekanak-kanakan memecah keheningan. Di sampingnya, Carl, putranya yang berusia tiga tahun, menempelkan wajahnya ke kaca jendela, matanya yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu mengamati pemandangan kota. Wajah tampan bocah itu adalah cerminan dari wajah Luna, tetapi sorot matanya yang tajam mengingatkan pada seseorang yang sangat ingin Luna lupakan.Luna te

  • Paman, Berhenti Mengejar Mama!   3. Keluarga Lain

    Wajah Robert Carter merah padam karena amarah, napasnya memburu. Di belakangnya, Nancy muncul dengan ekspresi puas yang berusaha dia sembunyikan di balik topeng kemarahan.“Anak tidak tahu diuntung!” raung Robert, suaranya menggema. “Kabur tepat setelah hari pernikahan adiknya! Dia sengaja ingin mempermalukan keluarga ini!”Olivia berbalik menghadap Jordan. Wajahnya terlihat pucat dan matanya berkaca-kaca. “Jordan, apa yang harus kita lakukan? Aku khawatir terjadi sesuatu pada Kak Luna. Bagaimana jika dia …”Namun, saat Olivia menatap Jordan, di sudut matanya yang tidak tertangkap oleh siapa pun, ada kilatan kepuasan yang dingin. Rencana gegabah ini justru berjalan lebih baik di luar dugaannya.Jordan tidak menanggapi kekhawatiran istrinya. Matanya yang dingin menatap lurus ke arah Robert Carter.“Tuan Carter,” kata Jordan, suaranya tenang namun memancarkan otoritas yang tak terbantahkan. “Mulai saat ini, Luna adalah tanggung jawab saya juga. Saya akan mengerahkan orang-orang saya unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status