Share

Mimpi menjadi Nyata

Alexa berdiri di balkon kamar seraya membentangkan kedua tangan. Mencoba menghirup udara segar dengan menghadap ke arah kota. Sesekali matanya terpejam, merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Ah, rasanya seperti mimpi bisa berada di kota ini dalam waktu yang sangat singkat," gumamnya.

Kemudian, ia masuk kembali ke kamar. Membuka laptop dan memulai aktivitas menulisnya kembali. Tiba-tiba saja ide untuk menulis  cerita barunya melintas di kepala.

Jari jemari lentiknya, mulai mengetik huruf di keyboard dengan sangat rapi. Beberapa kali ia mencoba menulis judul, beberapa kali juga ia menghapusnya kembali.

Alexa tersenyum puas, saat menemukan judul novel menarik yang akan menggoda hati para pembaca, ia terus menatap layar laptop, seraya membaca ulang  'Love in the Paris sky'.

"Yeah, keren!" teriaknya.

Tak lama kemudian ponselnya berdering. Gadis itu menatap lama layar ponsel. Terpampang jelas nomor tak dikenal yang meneleponnya. Alexa mengabaikan panggilan itu, ia memang tidak pernah mengangkat nomor telepon yang jelas-jelas tidak tersimpan di kontak miliknya.

Panggilan itu terus berdering, membuat konsentrasi menulis Alexa menjadi buyar. Dengan setengah hati ia mengangkat panggilan itu, seketika gadis itu terdiam, saat seseorang diseberang telepon sana memarahinya.

"Kau pikir bisa terbang ke sana itu atas jasa siapa, huh? Sampai-sampai panggilan dariku saja berulang kali kau abaikan!"

"Maaf, aku tidak mengenal nomormu, Jadi ...."

"Tak masalah, asal setiap kali aku meneleponmu, wajib diangkat!"

"Hm, baik. Sekarang katakan ada perlu apa kau meneleponku?"

"Memangnya kenapa kalau aku menelepon? Masalah buatmu?"

"Iya, kau mengganggu konsentrasi menulisku saja! Bilang saja kalau kau rindu, jangan jadi lelaki yang munafik!"

"Enak saja! Kau itu bukan wanita kriteriaku. Dengar, ya. Aku meneleponmu sekedar ingin mengingatkan, jangan boros, gunakan kartu kreditku dengan sebaik mungkin."

"Iya, Om tenang saja! Aku tutup dulu teleponnya!"

"Lexaaa!" teriak diseberang telepon.

Alexa tak peduli dengan teriakan lelaki yang kini telah berstatus suaminya itu. Ia langsung mematikan sambungan telepon, lalu melanjutkan kembali menulisnya.

Baginya bisa menatap langsung langit Paris, itu suatu hal yang sangat luar biasa. Tak pernah terpikir sedikit pun, ia akan secepat ini berada di kota paling romantis ini. Kota impian yang beberapa tahun terakhir ini, hanya bisa ia baca artikel dan gambarnya dari website dan media sosial, tetapi hari ini kota itu tampak di depan mata.

"I fell in love with you Paris." Untuk yang ke sekian kalinya Alexa berteriak. Sungguh baginya, bisa menginjakkan kaki di kota yang menjadi impiannya selama ini, suatu kebahagiaan tersendiri untuknya.

Alexa mamatikan laptop, lalu membaringkan tubuhnya di kasur. Pikirannya kembali teringat pada pesan terakhir kedua orang tuanya.

Tak ada sedikit pun niat di hatinya untuk berbohong pada Papa dan mamanya. Apakah ia akan  terus berbohong seperti ini selamanya?

"Setidaknya aku harus bisa membuktikan pada mereka, jika menulis itu bisa menjadi karya nyata dalam genggaman. Tak hanya itu menulis juga bisa menjadi penghasilan yang bisa membiayai hidupku sendiri!" ucapnya lirih.

Semangat itu kembali muncul dalam diri Alexa. Suatu saat ia akan berkata jujur pada kedua orang tuanya tentang hubungannya dengan Alvano. Toh, semua ini terjadi bukan atas permintaannya, melainkan Alvano sendiri yang mengirimnya ke Paris, supaya tidak mengganggu hubungan lelaki itu dengan kekasih lamanya.

šŸ‚šŸ‚šŸ‚šŸ‚

Keesokan paginya, setelah salat Subuh, Alexa segera bersiap. Pagi ini ia ingin jalan-jalan keliling kota Paris. Tujuan utamanya satu, mengunjungi dan bertatap muka langsung dengan Menara Eifell.

Udara kota Paris pagi ini sangatlah dingin. Alexa merapatkan sweter yang dipakainya. Gadis itu berdecak kagum, saat melihat para warga Paris yang sudah sibuk beraktivitas di pagi hari. Sama seperti Jakarta, Paris pun cukup macet dengan klakson yang terus bersahut-sahutan dari setiap kendaraan.

Paris memang sensasi, sebuah kota yang sarat dengan kehidupan glamour sampai dijuluki sebagai salah satu kota ter-romantis di dunia.

Pagi-pagi sudah banyak warga untuk mulai bekerja, jalanan ramai bahkan macet ! Tidak seperti di Amsterdam, Rotedram, Brussels, Zurich apalagi Vaduz. Di mana kota- kota tersebut cukup sepi. Warganya lebih memilih untuk berjalan kaki dan meninggalkan mobilnya di rumah, atau mereka naik kendaraan umum. Namun, berbeda dengan Paris. Warganya ada yang berjalan kaki atau naik kendarran MRT, tetapi sebagian besar justru memamerkan mobil-mobil terbarunya dengan baju-baju mahalnya, berkeliling kota Paris, termasuk wisatawan kaya, dari manca negara.

Champs de Ellysee adalah sebuah nama jalan yang sangat terkenal di seluruh dunia. Jalan ini dipenuhi oleh butik-butik dengan branded mahal (seperti Louis Vuitton, Gucci, Bally, Nike, Salvatore Ferragano ), dll, sangat ramai oleh penduduk setempat, pendatang & turis dari segala usia. Di depan butik-butik tersebut banyak terdapat kafe masakan Eropa, diselingi kafe dengan nuansa oriental. Kafe Perancis sangat terkenal denganoutdoor space bagi pengunjung, yang banyak ditiru oleh seluruh dunia.

Alexa lebih memilih masuk ke kafe masakan ala Eropa. Sedari tadi perutnya sudah keroncongan minta diisi. Untung saja dia sedikit mempelajari bahasa asing, sehingga tidak kesulitan untuknya memesan makanan yang ia suka.

Selesai sarapan, Alexa langsung menuju tempat oase yang paling indah di jantung kota Paris, Tuileries Gardens adalah tempat yang tepat untuk bersantai. Dengan Air mancur, kolam, dan taman yang memukau menjadikan Tuileries Garden sebagai lokasi magis. Gadis itu lebih memilih berjalan di sepanjang taman seraya menikmati keindahan Sungai Seine.

Kedua sudut bibirnya terangkat sempurna, ia begitu menikmati suasana kota Paris pagi ini. Tak salah, selama ini ia begitu memimpikan untuk bisa berkunjung ke kota ini.

Alexa duduk di bangku taman, lalu mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan fotonya di sana. Setelah di-save ke galeri, ia segera memasukkan lagi ponselnya, berganti dengan mengeluarkan satu buah buku novel dari dalam tas, lalu membacanya.

Tak jauh dari tempat Alexa duduk, ada seorang pria yang terus-menerus memperhatikannya. Sesekali bibirnya tersungging, saat melihat tingkah polos yang dilakukan gadis itu.

Perlahan, lelaki itu mulai memberanikan diri mendekati Alexa. Jujur, ia terpesona pada pandangan pertama, ada sesuatu yang menggerakkan hatinya untuk mengenal lebih dekat gadis itu.

"Good morning, Nona. Bolehkah kita berkenalan? Namaku Crish!"

Alexa menoleh pada pria itu, lalu tersenyum singkat. "Morning too! Alexa."

Gadis itu membalas singkat uluran tangan Chris, lalu menariknya kembali.

"Bolehkah aku duduk di sampingmu, Nona?"

Alexa mengangguk, lalu fokus kembali membaca novel yang berada di pangkuannya.

"Apakah Nona asli dari Indonesia?"

"Iya, saya asli Indonesia!"

"Kalau begitu negara kita sama. Bolehkah aku menjadi temanmu?"

Alexa menoleh singkat padanya, lalu berucap, "Of Course!"

"Thanks!"

Lelaki itu terus menatap takjub pada Alexa yang tengah fokus membaca novel. Rambut yang tergerai indah menutupi sebagian wajahnya yang mulus tanpa noda membuat kecantikannya bertambah menjadi berkali-kali lipat.

"Novel apa yang sedang Nona baca?"

"Hm, ini tentang kisah ratu fantasi yang diperebutkan dua lelaki bumi."

"Wow, Nona menyukai cerita bergenre fantasi?"

"Iya, terkadang genre fantasi sedikit menghibur rasa gundah dalam diri."

Setelah mengatakan itu Alexa langsung berdiri dan pamit kepada Chris. Tak lupa memasukkan kembali buku novelnya ke dalam tas.

Lelaki itu terus melihat ke arah Alexa, hingga punggung gadis itu tak terlihat lagi.

"someday we will meet again, miss Alexa!"

Di lain tempat, Alvano mengusap gusar wajahnya. Ia baru saja mendapat laporan dari anak buahnya tentang lelaki yang mencoba mendekati sang istri. Entah mengapa ia tidak suka, jika ada seseorang yang mendekati miliknya.

Miliknya?

Alvano kembali mengacak frustrasi rambutnya. Alexa memang istri sahnya, tetapi bukankah dia sudah membebaskan gadis itu untuk mencari pria lain di luar sana, yang bersedia untuk menikahinya.

"Aaarrghh!" teriak Alvano, lalu mengeluarkan benda pipihnya, dan langsung menghubungi seseorang.

"Siapkan tiket untuk ke Paris! Sore ini saya akan terbang ke sana."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status