Share

Rencana Alvano

Malam harinya Alexa baru masuk ke kamar. Ia sengaja berlama-lama menonton televisi, agar saat masuk kamar, Alvano sudah tertidur nyenyak.

Walau bagaimanapun ia kesal dengan ucapan Alvano tadi siang yang menghina hobi dan impiannya selama ini. Alexa tidak tahu ke depannya akan seperti apa. Jika nanti akan setiap waktu terus bersama lelaki menyebalkan seperti Alvano.

"Hmm, istri apa tengah malam seperti ini baru masuk kamar? Jauh sekali dari istri idaman!"

Deg!

Lampu kamar yang tadi padam, kini berubah terang kembali. Ternyata sedari tadi Alvano tidak tidur, dia sengaja menunggu Alexa masuk kamar. Lelaki itu tersenyum licik, lalu melangkah maju mendekati Alexa.

"Apa yang kamu inginkan? Jangan macam-macam padaku!"

Alvano mengernyit. "Tentu saja tubuhmu! Bukankah hari ini malam pertama untuk kita. Kamu tidak bisa menolaknya, Lexa! Kamu sudah resmi menjadi istri sahnya Tuan Alvano."

Alexa terus melangkah mundur hingga tubuhnya mentok di tembok. Wajah lelaki itu semakin mendekat padanya. Napasnya naik turun tak karuan menahan rasa takut dan kegugupan. Ia mencoba memejamkan mata untuk menetralkan perasaannya.

"Ini tiket ke Paris untukmu! Pergi dan jangan pernah menemuiku untuk beberapa waktu. Ingat, jangan pernah bilang pada siapa-siapa tentang hal ini atau nyawamu sendiri yang akan menjadi taruhannya!"

Alexa membuka mata, ia terkejut saat lelaki itu memberikan satu tiket pesawat tujuan Paris. kepadanya.

"Apa maksudmu?"

Alvano menatap gusar pada Alexa, lalu tersenyum getir. "Aku berterima kasih padamu, karena sepertinya kau tidak menyukaiku. Jadi, sudah aku putuskan untuk mengirimmu ke Paris. Kau bisa masuk universitas mana pun yang kau inginkan. Semua biaya, aku yang akan menanggungnya!"

Alexa mendelik tak percaya, lalu mencubit tangannya sendiri. Ternyata bukan mimpi, ia akan segera menginjakkan kakinya di depan Menara Eiffel. Tunggu dulu, Alexa berpikir ulang, kalau sampai orang tuanya tahu, bagaimana nasib dirinya nanti?

"Tenang saja! Aku juga akan pergi dari kota ini, mungkin aku akan mengurus perusahaan lain di luar kota. Jadi, mereka tidak akan curiga. Satu lagi, kau boleh kembali ke sini, setelah mendapatkan lelaki yang sungguh-sungguh mencintaimu dan juga siap menikahimu." Alvano seperti bisa membaca pikirannya.

"Apa?"

Alvano tersenyum kecut. "Asal kau tahu, Lexa. Aku sudah memiliki kekasih dan rencananya tahun ini kami akan menikah. Harusnya kau senang, bukan? Menikah denganku, justru mempermudah jalanmu untuk mencapai impian yang selama ini terkekang oleh kedua orang tuamu sendiri. Kita impas, kau mendapatkan impianmu dan aku mendapatkan kembali wanitaku!"

"Dari mana kau tahu semua hal tentangku?"

"Bagi Alvano, mencari tahu semua tentang Alexa Razeta itu mudah!"

"Sombong, mentang-mentang pengusaha tajir!" batin Alexa.

Awalnya Alexa tidak setuju dengan rencana Alvano, karena itu sama saja mempermainkan pernikahan yang sah di mata agama dan juga hukum. Namun, mengingat impiannya selama ini untuk menjadi penulis terkenal ada di depan mata, membuat ia segera membenarkan ide konyol Alvano.

"Baiklah, aku setuju!"

Alvano tersenyum licik, ternyata sangat mudah untuk mengelabui gadis di depannya. Dengan begitu ia tetap bisa menjalin hubungan dengan kekasihnya, tanpa gangguan Alexa.

🍂🍂🍂

Keesokan paginya, Alexa menatap sendu pada kedua orang tuanya. Entah kapan lagi ia akan bertatap muka dengan mama, papanya seperti ini. Tentunya akan sangat lama ia tinggal di kota paling romantis itu, mengingat ucapan semalam yang dilontarkan Alvaro kepadanya.

Alexa mencoba untuk tidak menangis. Walaupun selama ini mereka banyak mengekang hidupnya, tetapi Alexa tahu itu semua demi kebaikannya dan rasanya ia tidak tega bila harus meninggalkan dan membohongi orang tua yang selama ini telah membesarkannya.

"Pergilah, Nak. Kami percaya, Alvano sosok lelaki yang bertanggung jawab. Bersamanya kamu akan bahagia."

Alexa mengangguk, lalu mencium tangan kedua orang tuanya dengan takzim.

"Doakan selalu Alexa, Ma-Pa! Jaga diri kalian baik-baik?" ucap Alexa sendu.

"Pasti, Lexa. Doa kami selalu menyertaimu! Jadilah istri yang selalu mengabdi pada suami!" ucap sang mama.

"Insyaallah, Ma!"

"Titip putri kami, Vano. Kami percaya kepadamu!"

Alvano mengangguk, lalu berpamitan. Tidak lupa sebelumnya mencium takzim tangan kedua mertuanya.

Tak ingin membuang waktu, Alvano langsung melajukan mobilnya dengan perlahan. Melirik sekilas pada Alexa, tampak jelas ada kesedihan di sana. Rasa bersalah mulai merasuki hati dan pikirannya. Namun, egonya untuk bersanding bersama sang kekasih hati terlalu kuat, sehingga mengalahkan hati nuraninya sendiri.

"Tidak usah bersedih seperti itu. Suatu saat kau akan kembali bertemu dengan mereka. Kejarlah impianmu untuk menjadi penulis terkenal. Walaupun bagiku itu bukan apa-apa, tetapi aku tahu bagimu itu sangat berharga."

"Aku hanya tidak tega membohongi mereka semua!"

"Jadi, kau lebih memilih bersamaku yang belum tentu bisa memberikanmu cinta dan bahagia, daripada mengejar cita-citamu?"

Alexa bergeming, antara melepaskan atau mengejar impiannya selama ini! Mata Alexa terpejam, mencoba memikirkan kembali langkah apa yang harus ia ambil. Agar tidak ada penyesalan di depan nanti.

"Bagaimana? Tiket ke Paris sudah siap, dan untuk tempat tinggalmu di sana juga sudah aku persiapkan."

Alexa mengembuskan napas perlahan. "Aku pilih mengejar impian!"

Sudut bibir Alvano terangkat sempurna. "Bagus!"

Lelaki itu langsung mengarahkan mobilnya menuju bandara. Mungkin dia egois, tetapi hanya ini jalan satu-satunya agar bisa tetap menjalin hubungan dengan sang kekasih.

Tak lama kemudian, mobil berhenti. Alexa langsung masuk menuju bandara, sedangkan Alvano langsung memutarkan kembali mobilnya, untuk menemui kekasih hati yang beberapa hari ini begitu ia rindukan.

Hanya membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai ke apartemen milik kekasihnya. Senyum lelaki itu mengembang saat menekan beberapa digit angka untuk membuka pintu apartemen. Namun, saat pintu terbuka, ruangan itu kosong. Hanya ada suara bising dari televisi yang mungkin sang pemilik lupa mematikannya.

Suara shower dari kamar mandi, membuat bibir lelaki itu melengkung bak bulan sabit. Senyum yang tadi mulai meredup, kini mula mekar kembali.

"Ternyata dia sedang mandi. Aku akan memberinya surprise yang spesial malam ini!" gumam Alvano seraya duduk di depan televisi.

Setengah jam menunggu, sang kekasih tak kunjung keluar dari kamar mandi. Alvano curiga, karena biasanya Rima tak pernah lama di kamar mandi. Apalagi semakin lama terdengar desahan seseorang dari dalam sana.

Perlahan, Alvano melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Desahan itu semakin terdengar jelas. Bahkan, ada dua suara yang berbeda dari dalam kamar mandi. Alvano semakin curiga, lelaki itu langsung mendobrak pintu kamar mandi dengan kasar.

Matanya melotot sempurna, saat di depan matanya terpampang jelas dua pasang insan yang sedang bercumbu mesra. Kedua tangan Alvano terkepal kuat, lalu tersenyum gusar saat melihat ekspresi Rima yang terkejut dengan kehadirannya, serta memergoki langsung perselingkuhannya bersama lelaki yang tak lain sahabat Alvano sendiri.

"Selama ini aku tidak percaya dengan gosip murahan itu, tetapi hari ini aku sadar yang murahan itu bukan gosipnya melainkan kalian berdua terlalu murahan untuk menjadi kekasih dan juga sahabat kepercayaanku."

"Ini tidak seperti yang kamu lihat, Vano," elak Rima.

"Cuih, justru apa yang kulihat dengan kedua mataku ini, suatu kebenaran yang selama ini selalu kuabaikan."

Setelah mengatakan itu Alvano langsung berlalu meninggalkan mereka. Ingin rasanya ia meluapkan emosi saat itu juga pada mereka, hanya saja lelaki itu masih berpikir normal, untuk tidak merusak nama baiknya hanya demi wanita murahan seperti Rima.

Alvano mengusap gusar wajahnya. Mengapa ia baru mengetahui pengkhianatan ini setelah ia mengirimkan Alexa ke Paris? Kini ia benar-benar telah kehilangan dua wanita sekaligus. Namun, Alvano kembali menggeleng. Baginya pernikahan itu terjadi karena sebuah keterpaksaan, dan tak mungkin menghadirkan cinta. Jadi, tidak mungkin ia melampiaskan perasaannya pada Alexa.

Mungkin untuk sementara ini ia tidak akan mudah percaya cinta dan juga janji setia seorang wanita. Mencoba untuk memulihkan kembali luka yang menganga, karena sakitnya sebuah pengkhianatan. Selama ini ia mencoba menjaga wanitanya, untuk tidak menodai perasaan cintanya dengan nafsu semata. Namun, ternyata selama ini ia salah. Seseorang yang selama ini ia jaga, ternyata malah merusak mahkotanya sendiri bersama pria lain.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status