Share

Cemburu

Setengah jam kemudian Alexa sudah siap berangkat ke kampus. Gadis itu keluar dari apartemen tanpa memedulikan Alvano yang sedari tadi setia menunggu di samping mobilnya.

Alvano berdecak kesal. "Kamu tidak menganggap keberadaanku di sini!"

Alexa hanya menoleh singkat, lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju jalan utama. Sesekali gadis itu melirik arloginya. Waktu berputar dengan sangat cepat, tetapi belum ada satu taksi pun yang lewat di depannya.

"Ayo naik! Pagi ini aku yang akan mengantarmu ke kampus."

"Tidak perlu! Aku bisa sendiri," jawab Alexa ketus.

"Bodoh! Hari ini tidak akan ada taksi yang lewat ke sini. Aku sudah membayar mereka!" ucap Alvano seraya tersenyum penuh kemenangan.

Alexa mendelik tak percaya. Dia tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Alvano. Mentang-mentang dia orang kaya seenaknya saja membayar mereka untuk tidak menarik penumpang hari ini. Berapa orang yang hari ini akan kesiangan bekerja, sekolah, dan kuliah hanya karena tidak mendapatkan taksi?

"Naik, atau kamu akan dihukum dosen sangar itu!"

Untuk ke sekian kali Alexa terkejut. Dari mana lelaki itu tahu, kalau pagi ini ada kelas Pak Dosen yang super duper sangar? Bahkan sangarnya melebihi sang pembunuh bayaran.

Alexa kembali melirik Arloginya. Dia langsung masuk ke mobil, saat tahu waktunya semakin mepet.

"Pagi ini aku terpaksa menumpang di mobilmu. Lain kali jangan menggunakan uangmu hanya untuk hal-hal yang merugikan banyak orang."

"Aku tidak merugikan banyak orang! Hari ini mereka libur, jadi bisa berkumpul dengan keluarganya. Aku juga bekerja sama dengan perusahaan taksinya. Jadi, dalam hal ini tidak ada yang merasa dirugikan, ya!"

Alexa mengembuskan napas kasar. Lelaki itu selalu saja merasa paling benar sendiri. "Apa kamu tidak memikirkan para penumpang yang sudah terbiasa memakai taksi?"

"Kamu itu jangan bodoh, Alexa! Masih banyak jasa angkutan umum lainnya yang bisa mereka tumpangi."

Alexa menggeleng singkat. Bicara dengan seorang Alvano seperti sedang mengerjakan tugas fisika yang rumit dan sulit diselesaikan. Gadis itu memijat keningnya, lalu memilih diam untuk mengakhiri perdebatan di antara mereka.

Alvano mengerem mobilnya mendadak. Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan, saat tahu gadis di sampingnya terkejut dan menatap tajam ke arahnya.

"Kamu ingin membuatku celaka, Om?

Alvano berdecak kesal. "Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Kalau tidak, aku akan menghukummu dengan ini!"

Lelaki itu menakup kasar kedua pipi Alexa, lalu dalam hitungan persekian detik, kedua bibir mereka sudah bersatu. Alexa meronta, tetapi percuma tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Alvano.

"Huaaa ... Om Alvano sudah mencuri ciuman pertamaku. Mama ... bibir anakmu sudah tidak perawan lagi!"

Alexa memukul-mukul dada Alvano. Lelaki itu langsung membekap mulut gadis itu, mengingat mereka tengah berada di jalanan yang cukup ramai.

"Jangan berisik! Pergi ke kampus atau kita akan kembali ke apartemen untuk melanjutkan ...."

Alexa langsung membenarkan posisi duduknya menjauh dari Alvano. "Antarkan aku ke kampus!"

"Dengan senang hati, Tuan Putri," balas Alvano.

"Mengapa tidak bersama kekasihmu lagi? Bukankah kamu pernah bilang kalau pernikahan kita hanya karena perjodohan saja, bukan atas dasar keinginan hatimu."

"Tentu saja karena aku ingin belajar menjadi suami yang baik untukmu."

Alexa mendelik tak percaya. "Kamu sehat, kan?"

Alvano terkekeh. "Tentu saja aku mengatakan itu dalam keadaan sehat, Nona. Suhu tubuhku pun normal."

"Bukankah di awal kamu memutuskan untuk kita ...."

"Lupakan! Aku tarik kembali ucapanku."

Alexa menggeleng singkat. "Tidak bisa! Aku menyetujui rencana awal kita."

"Jangan lupa satu hal, Nona Alexa! Aku yang memegang kendali atas hubungan kita. Kamu tidak bisa menolak apa pun keputusanku."

"Aku tidak mencintaimu, Om!"

Alvano kembali mengerem mobilnya mendadak. Mata elangnya menatap tajam ke arah Alexa.

"Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu! Satu lagi, bila hari ini kamu belum bisa mencintaiku, maka aku akan membuatmu jatuh cinta dengan caraku."

Setelah mengatakan itu Alvano kembali melajukan mobilnya. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut lelaki itu.

Setengah jam kemudian, mobil sampai di depan kampus. Alexa langsung turun dari mobil, tidak lupa sebelumnya mengucapkan terima kasih pada Alvano.

Tidak ada tanggapan. Lelaki itu malah membuang wajahnya ke luar jendela mobil.

"Mulai dah kumat ngambeknya!" batin Alexa seraya berjalan menuju gerbang kampus.

****

Hati siapa yang tidak akan merasakan sakit dan terluka, saat melihat seseorang yang paling dicintai tengah tertawa bahagia bersama lelaki lain.

Apalagi tampak jelas ada cinta yang tersirat di mata lelaki itu untuknya. Tentu saja membuat hati lelaki mana pun akan merasakan cemburu yang memuncak.

Begitu pun dengan Alvano. Ia mengepalkan kedua tangannya. Mencoba menahan api cemburu, saat melihat Alexa tengah berduaan di depan gerbang kampus bersama Dion. Mereka tampak berbicara serius, sesekali diselingi canda tawa di antara mereka. Walaupun banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang di sana, tetap saja ia merasa cemburu dengan kedekatan mereka.

Dari kejauahan Alexa melihat ke arah mobil Alvano. Gadis itu pamit pada Dion, dan langsung menghampiri mobil milik suaminya.

"Kamu menjemputku, Mas?"

"Bukan! Aku menjemput wanita lain."

Alexa manggut-manggut. "Oh, kalau begitu aku naik angkutan umum saja."

"Bodoh! Tentu saja aku menjemputmu."

Alexa tersenyum kikuk, gadis itu langsung masuk ke mobil.

"Kukira, Mas mau jemput wanita lain."

"Pekerjaanku segudang, untuk apa meluangkan waktu hanya untuk menjemput wanita yang tidak jelas. Kamu boleh melihatku dari sisi mana pun, tetapi satu hal yang harus kamu tahu. Aku bukan tipe lelaki yang suka berganti-ganti pasangan. Hanya lelaki bodoh yang melakukan itu pada pasangannya."

"Benarkah? Bukanlah hampir 99% lelaki akan mengatakan itu pada setia wanita? Ah ... hanya wanita bodoh yang mempercayai ucapan lelaki seperti itu."

Alvano tersenyum kecut. "Jangan sama kan aku dengan lelaki lain! Lihatlah, aku akan membuktikan semua ucapanku kepadamu."

Tanpa menunggu waktu lagi Alvano langsung melajukan mobilnya. Rasa panas di dadanya semakin tak tertahan. Bukan hanya karena melihat kedekatan Alexa dengan Dion, tetapi perkataan gadis itu pun membuat emosinya hampir saja meledak.

"Mulai sekarang jauhi lelaki bernama Dion!" ucap Alvano.

"Tidak mungkin aku menjauhinya!" balas Alexa singkat.

"What? Apa dia lelaki spesialmu?"

"Bukan! Hanya saja aku tidak mungkin melarang seseorang untuk berteman denganku."

"Aku tidak melarang kalian berteman. Hanya saja jangan terlalu dekat dengannya. Kamu tahu, saat seorang lelaki dekat dengan wanita, lalu ia merasa nyaman. Maka apa pun akan dia lakukan untuk mendapatkan hati, dan cinta dari wanita itu."

"Dion bukan tipe lelaki seperti itu, Mas!" ujar Alexa.

"Mungkin saja Dion bukan tipe lelaki seperti itu, tetapi ada banyak kesempatan juga yang akan terjadi bila kamu memberikan kesempatan padanya untuk lebih dekat denganmu.

"Ah, jangan berlebihan dalam menilai sesuatu!" ucap Alexa jutek.

"Kamu tidak paham, dan tidak akan pernah paham dengan apa yang kurasakan, Alexa."

"Apa maksudmu, Mas?"

Alvano menghentikan mobilnya. Dia menatap lekat wajah Alexa. Menarik gadis itu mendekat padanya. "Tatap mataku! Apakah kamu tidak bisa melihat kalau aku cemburu dengan kedekatan kalian."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status