Share

3. Aneh

Author: Mee Author
last update Last Updated: 2025-09-05 08:16:23

Sebastian sudah siap dengan kemejanya.

Hari ini dirinya harus berangkat pagi-pagi sekali. Bukan untuk rapat, karena dirinya akan sangat sibuk mengurus segala sesuatu yang sempat tertunda. Tepat di depan kamarnya, adalah milik sang Kakak yang saat ini telah ditempati oleh Alisha dan Leon. Namun, ada sesuatu yang berisik di kamar itu. Sepertinya Alisha sedang memanggil putranya dengan nada sedikit kesal.

Ada apa dengan mereka?

Penasaran, Sebastian keluar sembari membawa tas. Saat matanya menatap lurus sosok mungil kecil tanpa sehelai benang pun berlarian kesana kemari. Leon nampak bahagia dengan handuk yang tergantung bebas di Kedua pundaknya. Rambut bocah itu basah, pasti dia habis mandi.

Sebastian melangkah sedikit, berniat mencuri pandang ke dalam kamar tersebut. Dari balik pintu dapat Sebastian lihat kalau Alisha sedang kesusahan menghadapi Leon. Bocah nakal itu naik ke atas kasur lalu melompat kegirangan.

Sebastian terkekeh, gemas.

Melihat interaksi keduanya … apakah mungkin Reygan setiap hari melihat pemandangan seperti ini? Betapa bahagianya mereka.

“Leoooon, berhenti sayang … pakai bajunya dulu. Nanti masuk angin. Masa habis mandi gak pakai baju?”

“Leon gak mau pake baju, ah!”

“Kok gitu? Gak boleh sayang … nanti badannya di gigit nyamuk mau? Nanti bentol-bentol loh, ihhhh.”

Bukannya menurut, Leon malah kembali berulah. Kali ini dia berani mengambil bantal lalu melemparkannya ke arah Alisha. Perempuan itu terkejut, namun siapa sangka bantal itu bukanya terjatuh ke lantai, malah terlempar dan hampir saja mengenai seseorang di belakangnya.

Sebastian memungut bantal itu.

Alisha mematung di tempat. Lalu sadar ia buru-buru menarik tubuh kecil putranya dan memakaikannya pakaian.

“Leon, kalo Leon nakal lagi, Bunda gak akan beliin Leon es krim sama permen. Ngerti?”

Wajah Leon langsung tertunduk lesu. Dia turun dari ranjang tanpa senyuman manis di wajahnya. Sebastian mengamati keponakannya itu. Kenakalannya sang Kakak memang menurun pada diri Leon.

“Leon, jangan berbuat kayak gitu lagi. Jangan juga ngerepotin Bunda, ya?” Bocah itu sedikit terkejut karena Sebastian baru pertama kali menegurnya dengan wajah seram seperti itu. Namun Leon mengangguk dan minta maaf kepada Alisha. “Leon mau jadi anak baik kan?”

Leon bergumam kecil.

“Berarti harus nurut omongan Bunda. Jangan lari-larian kayak tadi, bahaya.”

“Iya Om Bas, Leon ngerti.”

Seketika semuanya mendadak hening.

Kecanggungan melingkupi keduanya. Tapi tidak dengan Leon. Bocah itu mengamati penampilan Sebastian dari atas sampai bawah. Seolah ada seribu pertanyaan yang siap dia ungkapkan saat ini juga.

“Om Bastian mau kemana?” Tanya Leon layaknya anak kecil yang penasaran akan sesuatu. Alisha merasa tidak enak. Ingin sekali menegur putranya tapi jawaban Sebastian malah di luar ekspektasinya.

“Mau kerja. Ikut?”

“Eh, jangan-“

“Ikut! Leon mau ikut bareng Om!” Alisha menganga di tempat. Bocah nakal itu langsung melompat di gendongan Sebastian. Pria itu sedikit tersenyum. Namun lain halnya dengan Alisha. Alisha takut jika Leon berbuat onar. “Bunda, Leon mau ikut Om Bastian, boleh?”

“Y-ya …” Sebatian yakin dari gerak-gerik Alisha yang nampak tidak setuju akan hal ini. Namun Sebastian punya seribu cara supaya Leon mau ikut dengannya, entahlah.

Sebastian tertawa dalam hati.

Merutuki segala kebodohannya karena masih berharap kepada perempuan itu.

“Leon, biar bareng aku aja. Takut nanti bikin rusuh.” Alisha berusaha menggapai lengan putranya, namun Leon menariknya. “Leon, jangan ganggu Om Tian dong? Sama Bunda aja ya? Kan bentar lagi pergi ke rumahnya Oma Dalia.”

“Mau kemana?” Sebastian penasaran. Apakah telinganya tidak salah dengar?

“Aku mau ke rumah Ibu dulu. Nanti sore pulang. Aku sama Leon udah lama gak pernah nengok Ibu. Aku juga udah minta izin ke Mama sama Papa.”

Setelah mengatakannya, pria itu terdiam sejenak, lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Alisha mengikutinya dari belakang.

“Tian, kasi Leon ke aku. Kamu gak perlu bawa Leon ke tempat kerja kamu. Bawa kesini Leonnya.”

Alisha di buat kesal. Bahkan setelah sampai ujung tangga bawah pun, Sebastian tidak menurunkan putranya sama sekali. Apa sih maunya pria itu? Kenapa tiba-tiba bersikap demikian?

Melihat Alisha mengejar Sebastian, Ivana yang sudah dulu menunggu di bawah penasaran.

“Itu Leon mau kamu bawa kemana, Bas?”

“Nenek. Leon mau ikut Om ke tempat kerja.”

“Hah?”

“Leon, kan Bunda bilang gak usah, jangan ya, Nak? Nanti ngerepotin Omnya loh.”

Bocah itu malah melengos, membuang muka. Alisha terpaku. Bagaimana ini? Dirinya terus saja berlari mengejar mereka berdua. Sebastian membuka pintu mobil lalu menaruh hati-hati tubuh Leon di kursi depan. Di belakangnya Alisha mengerut tidak suka.

“Tian-“

“Kamu masuk.”

“Y-ya? Masuk?”

Pria itu mengangguk tanpa menjawab. “Kamu masuk. Aku anterin kamu ke rumah Ibu kamu.”

Ia tak percaya.

Alisha bahkan masih berdiri dengan tubuh kaku. Tapi … saat melihat wajah yang nampak serius itu, mungkin kebaikan Sebastian harus di hargai. Jadi ia terpaksa masuk dan membawa Leon ke atas pangkuannya.

“Om, nanti aku ikut Om aja. Bunda biar pulang ke rumah Oma!”

“Jangan dong Leoooon.”

“Tian, nanti Leon biar sama aku aja. Aku tidak mau kalau dia ngerepotin kamu nantinya. Leon itu anaknya sedikit bandel, susah di omonginnya.”

“Leon gak bandel Bundaa,”

Sebastian menyipitkan matanya, melihat interaksi mereka berdua. Bisa tidak ya hidupnya seperti ini saja?

*************

“Alisha, kenapa kamu bolehin Sebastian bawa Leon? Emangnya di bolehin bawa anak kecil ke Kantor?”

Dalia—Ibu Alisha yang tengah memotong sayuran, pun ikut heran karena Sebastian mau membawa Leon ke tempat kerjanya. Dulu … jika Leon merengek ingin ikut bersama Reygan, suaminya itu menolak bukan karena tidak diperbolehkan, hanya saja takutnya nanti Leon berbuat ulah dan membuat kekacauan seisi kantor. Tapi Sebastian ini … sedikit berbeda kan? Ada yang aneh dengan pria itu.

Alisha mengangguk sesekali mencicipi masakannya kali ini.

“Boleh, katanya. Ya udah lah gak papa, kalau Tian emang bilangnya gak masalah, aku jadi sedikit tenang. Aku juga percaya sama dia.”

“Bastian itu meskipun cuek, dia sebenarnya lebih hangat dan ramah dibanding almarhum suami kamu.”

“Kok gitu?” Alisha merasa tidak terima. Meskipun mereka berdua kakak beradik, tapi jika Reygan dibandingkan seperti itu, ia tidak rela.

“Kenapa? Gak suka ya karena Ibu bandingkan suami kamu sama adiknya. Meskipun kamu gak terima pun, kamu harus tahu kebenarannya, Alisha. Jangan pernah melihat sifat orang lain dari luarnya saja. Karena bagaimana pun Bastian itu selalu ada di saat kamu butuh. Sering malah.”

Alisha curiga.

Kenapa Ibunya ini begitu bahagia membicarakan kebaikan yang Sebastian lakukan? Tapi … kapan pria itu melakukannya?

“Ibu, Ibu tahu sesuatu ya?”

Dalia menoleh, kali ini mimik wajahnya berbeda. Seolah mengatakan kenapa dirinya bertanya seperti itu?

“Loh, memangnya kamu gak tahu? Apa Reygan dulu gak pernah cerita ke kamu?” tukasnya terhenti. “Bukan masalah penting sih, cuma … Ibu ngerasa kalo kamu memang harus tahu satu hal,”

Dalia mulai memasukan potongan sayur ke dalam panci. Mengambil bumbu-bumbu lalu menuangkannya sesuai selera. “Dulu, Ibu pernah lihat Bastian dateng kesini waktu kamu masih pacaran sama Reygan dulu.”

“Masa sih, Bu? Kok aku gak pernah tahu ya?”

Mereka mulai membicarakan masa lalu. Kali ini kedatangannya di rumah sang Ibu mungkin sedikit memiliki sebuah rahasia.

“Jelas lah kamu gak pernah tahu, dianya aja gak pernah masuk ke rumah. Nak Bastian itu sering kesini, cuma nganterin Kakaknya apel sama kamu. Tapi dia nunggu di luar. Ibu tanya kenapa gak mau masuk? Dia jawab gak mau jadi nyamuk katanya gitu.”

Alisha refleks tertawa, keras.

Ia tidak bisa membayangkan bagaimana Sebastian mengucapkannya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Jika dirinya tahu mungkin ia akan menjadi orang pertama yang tertawa.

“Pernah juga waktu kamu sakit, Reygan gak bisa nganterin kamu karena ada ulangan, jadinya suami kamu minta tolong ke Bastian buat nganterin kamu ke rumah. Ibu kaget, bukannya Reygan malah adiknya.”

Alisha mulai berpikir keras. Waktu dirinya sakit ya? Saat itu dirinya pernah sakit dan izin untuk pulang, sepertinya saat ia masih di kelas 12 kan? Berarti Sebastian kelas 11 waktu itu. Karena kelasnya Sebastian tidak ada materi, makanya Reygan meminta tolong pada adiknya.

Oh … begitu.

“Kok aku gak tahu semuanya ya, Bu? Kenapa Ibu gak bilang?”

“Loh, Ibu kira Nak Rey udah ngasi tahu kamu.”

“Aku ngiranya memang Rey yang nganterin. Tapi pas aku tanya dia jawab enggak, aku mau nanya balik, males.”

“Ya udah salah kamu berarti.”

Alisha hanya cemberut.

Sayuran sudah matang. Tinggal di letakkan di atas meja. Alisha mulai menyiapkan beberapa piring. Menaruhnya serapi mungkin.

“Jadi nanti kamu mau langsung pulang, apa jemput Leon dulu?”

Alisha menggeleng, tidak tahu. Dirinya juga belum bertanya kepada Sebastian. “Aku gak tahu Bu, belum nanya juga sama Tian. Bentar lagi deh aku telfon dia.”

Dalia mengangguk pelan, sibuk membereskan sisa sayuran. Alisha menarik napas panjang, lalu meraih ponselnya di atas meja. Jemarinya ragu beberapa detik sebelum akhirnya menekan nomor Sebastian. Jantungnya berdebar, entah kenapa.

Nada sambung terdengar. Sekali, dua kali, tiga kali. Akhirnya sambungan terhubung.

“Halo,” suara Sebastian terdengar dalam dan berat, di tengah riuh rendah suara kantor.

Alisha menggenggam ponselnya erat. “Itu … Leon gak ganggu, kan?” tanyanya cepat.

Hening sejenak.

Lalu suara tawa kecil Leon terdengar samar dari seberang, membuat hatinya menghangat. Namun setelah itu, Sebastian berbisik singkat, nada suaranya aneh, nyaris membuat bulu kuduknya merinding.

“Ganggu? Justru … semua orang di sini malah bilang Leon mirip aku.”

Alisha terdiam.

Mirip bagaimana?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Paman Untuk Ibuku   11. Mereka Kenapa?

    Kedua alisnya kian mengkerut dalam saat mendapati putranya pulang dengan wajah tertekuk masam. Ada apa? Kenapa putranya seperti sedih? Di belakangnya sosok Sebastian baru turun dari dalam mobil. Biasanya … ketika mereka berdua pulang dari kantor, Alisha selalu melihat putranya itu riang gembira, melepas tawa lalu bercerita bagaimana dirinya begitu senang berada di kantor. Namun kali ini … hm, seperti ada yang salah. Lihatlah, saat Leon sudah ada di depannya, bocah itu diam dan tidak semangat seperti biasa. Alisha berjongkok, menyamai tinggi putranya. Sembari mengelus surai legam yang mirip seperti suaminya. “Kenapa? Kok tumben Leon diem?” Alisha berusaha untuk bertanya. Pandangannya beralih tepat di mana Sebastian berada, saat Leon mencuri pandang, namun dengan wajah sedikit … ketakutan. Alisha mulai was-was. Ekspresi Leon saat ini menggambarkan bahwa bocah ini sepertinya telah melakukan kesalahan entah apa itu. Karena ketika Sebastian ingin menyerahkan tas milik Leon, pria itu malah

  • Paman Untuk Ibuku   10. Cemburu

    Ini tidak bisa di biarkan. Beberapa kali bibirnya bergumam kasar bahkan sampai mengumpat pelan karena Leon berada di ruangannya. Ia berusaha untuk tidak bersuara takut jika keponakannya akan terdengar lalu menirunya. Jika Leon mendengar lalu balik mengucapkan apa yang ia katakan, Mau di taruh mana wajah tampannya ini ketika berhadapan dengan Alisha nanti? Ia tidak mau di cap sebagai Paman yang tidak bisa di andalkan. Tidak mau! Berkas di depannya juga memang kurang ajar. Sedari tadi dirinya memilah namun tidak ada yang cocok dan kurang pas. Alhasil Sebastian memanggil Hendi dan menyuruh pria itu untuk memperbaiki ulang. Entah kenapa dirinya menjadi berubah lelet seperti ini. Apa karena beberapa jam yang lalu ia melihat Alisha bersama Reksa? Meskipun hanya kawan lama, tapi dirinya merasa tidak tahan dan tidak nyaman. Ada perasaan kesal dan aneh di hatinya saat ini. Apa yang sedang mereka bicarakan? “Gue gak bisa gini terus. Apa gue harus tanya langsung sama Alisha? Kalau tanya lan

  • Paman Untuk Ibuku   9. Dia … Reksa

    Di sepanjang perjalanan, yakni di dalam mobil, bocah itu—Leon tak ada hentinya mengoceh tentang mainannya dan kebersamaannya dengan sang Bunda. Bagaimana dia menjahilinya, bahkan pura-pura menangis supaya Bundanya mau membelikannya es krim. Sebastian yakin jika Alisha sudah cukup kewalahan menghadapi putranya yang teramat nakal namun baik itu. Namun sekarang pembahasannya sedikit berbeda. Tiba-tiba saja Leon membahas tentang Sekolah. Keinginannya untuk segera bersekolah sudah mendarah daging sejak beberapa bulan yang lalu. Umurnya masih 3, mungkin satu tahun lagi Leon akan di sekolahkan oleh Alisha. “Om, nanti kalo Leon udah sekolah, berangkatnya bareng ya Om, Bas? Biar Bunda gak capek nganterin Leon.” Timpal Leon dengan suara lucunya. Sebastian bergumam sebagai tanggapan untuk bocah itu. Begitu senang sekali keponakannya ini? “Terus nanti yang jemput juga Om Bas boleh gak?” “Boleh kalo Om ada waktu. Kalo gak ada Om gak bisa jemput.” Memang itulah kenyataannya. Tapi sebisa mungki

  • Paman Untuk Ibuku   8. Pria Lain

    Sebastian sedang berada di dalam kamarnya. Setelah acara makan malam bersama, pria itu memutuskan untuk kembali ke atas karena masih ada beberapa berkas yang belum terselesaikan. Kedua matanya bergerak liar seiring jemarinya menari di atas keyboard. Kacamata bening ya menjadi pelindung bagi retinanya ketika sinar cahaya dari laptop mengarah ke arahnya. Suara ketukan pintu terdengar pelan—seperti menyiratkan keraguan dari balik benda panjang berwarna cokelat itu. Kepala Sebastian enggan berpaling namun pendengarannya masih berguna untuk mendengar siapa pelaku dari ketukan itu. “Om, Bas … boleh Leon masuk?” Lah? Bocah itu?Gerakan ketikannya terhenti. Sebastian menutup separuh laptop itu setelah sosok kecil berdiri di ambang pintu dengan wajah polosnya. Nampak sebuah boneka berbentuk singa yang menjadi teman tidurnya pun tak lupa dia bawa. Kenapa keponakannya datang ke kamarnya? Leon berjalan pelan dan menutup pintu saat Sebastian menyuruhnya. Setelah berada di dekatnya, Leon bertany

  • Paman Untuk Ibuku   7. Bertemu Kawan Lama

    Sudah 3 bulan Alisha berada di rumah sang mertua, kali ini dirinya sudah terbiasa dengan mereka—terkecuali pria itu, Sebastian. Setiap kali bertemu pandang, terkadang dirinya yang harus menyapanya terlebih dahulu. Jika tidak, Sebastian hanya menatap lalu melenggang pergi. Itupun kalau dia sadar diri dan langsung menyapanya balik.Namun Alisha tidak mengambil pusing hal itu. Bisa di terima di keluarga ini saja, sudah membuatnya bahagia dan merasa nyaman. Apalagi Ivana—mertuanya itu kerap kali mengajaknya berbincang seperti biasa. Kepribadiannya yang sangat ramah dan mudah bergaul, menunjukkan jika sifat Reygan memang menurun dari wanita itu. Seperti sekarang ini, Alisha tiba-tiba saja mengajaknya untuk belanja kebutuhan rumah. Karena Leon memaksa untuk ikut, mereka harus membeli mainan untuk bocah itu. Padahal sebelumnya, Ivana selalu menyuruh pembantu untuk pergi ke supermarket bersama sopir, tapi entah kenapa dia mengajaknya. Setelah di tanya alasannya kenapa, katanya ingin keluar

  • Paman Untuk Ibuku   6. Merasa Kehilangan

    Sebastian tak ada hentinya tertawa ringan saat mengingat jawaban tak masuk akal di waktu mobil tadi.Apa tadi katanya? Leon sangat mirip seperti dirinya waktu kecil? Jawaban macam apa itu?Sangat lucu dan tidak … masuk akal. Jika Alisha tahu bagaimana dirinya dulu, mungkin perempuan itu akan berekspresi ragu dan memandang dirinya aneh. Sebastian merasa lucu, bukan karena jawabannya tadi, tapi karena sikapnya yang benar-benar tak ingin Alisha menganggapnya sebagai orang lain. Keinginan terbesar ini akan dijadikan sebuah hadiah jika perempuan itu menyadarinya. Tapi … sampai kapan? Sampai kapan Alisha akan tahu?Dari dulu … dirinya tak pernah berani.Dengan langkah pelan, Sebastian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Meringankan segala pikiran yang berkecamuk entah sampai kapan. Beberapa menit berlalu, Sebastian keluar dengan lilitan handuk di pinggangnya. Rambut basahnya meneteskan air dari sisa pancuran itu. Sesaat, pikirannya melayang saat di mana dirinya ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status