"Beneran kamu tadi bantuin nenek - nenek nyebrang?!" Ucap Pak Darpo menginterogasi. Ia sebenarnya tau klo Aluna sedang berbohong, namun Ia memilih untuk ber pura - pura saja dan menunggu apa yang akan Aluna katakan selanjutnya.
"Be- bener kok pak... nggak bo'ong. Suwer deh" jawab Aluna seraya menunjukkan dua jari pas di depan muka guru itu.
"Nggak usah nunjukin dua jarinya di depan muka bapak juga kali,Lun. Ihh.. pengen tak cubit deh ginjalnya." Ucap Pak Darpo berlagak seperti seorang banci.
"Hehehh.. iya maaf yah pak." tukas Aluna salah tingkah.
"Yaudah bapak maafin kamu.. Tapi, kamu harus janji nggak boleh telat lagi yah. Pasalnya kamu udh sering telah, klo kamu telat terus begini, ini bisa mempengaruhi nilai raport mu loh Lun." Ucap Pak Darpo menasihati.
Aluna yang mendengar nasihat dari Pak Darpo itu hanya menunduk dan mengangguk pelan.
Sedangkan sang pria yang sedari tadi mendengar obrolan antara Aluna dan gurunya itu pun terkekeh sembari menutupi mulutnya dengan tangan. Mencoba agar tidak terdengar oleh keduanya. Namun, hal itu sia - sia. Suara tawaan itu malahan terdengar keras yang membuat sang guru olahraga itu tiba tiba menoleh tajam ke arah sang pria.
"Kamu yang murid baru itu bukan?" Tanya Pak Darpo.
"Iya Pak. Saya murid baru di sini," ucap sang pria.
"Hmm.. Nama kamu siapa?!"
"Nama saya Kenzo om.. eh tante.. eh ci. Eh maaf, bapak maksudnya" jawab Kenzo dengan gugup
"Om Tante, Om Tante di kira saya keluarga kamu apa? Dah.. dah nggak usah di pikirin. Kamu kelas brp dan jurusan apa nak Kenzo?!" omel Pak Darpo yang sedikit kesal, menahannya dan langsung to the point saja.
"Saya kelas Xl IPA 2 pak" Balas Kenzo dengan sopan.
"Sebelahan sama kelas kamu dong Lun?" Ucap Pak Darpo beralih pandangan ke Aluna.
"Iya pak" Jelas Aluna singkat.
Aluna, Kenzo dan Pak Darpo pun mulai berbincang - bincang sebentar. Sampai akhirnya Pak Darpo tetap memutuskan untuk memberi hukuman berupa membersihkan toilet sekolah untuk mereka.
"Yah kenapa harus bersihin toilet sih pak? Emang nggak ada yang lain apa?!" Tukas Kenzo menyarankan untuk memberikan beberapa pilihan kepada dirinya.
"Ada yang lain donk. Bersihin gudang, ngecat tembok sekolahan dan makanin rumput kayak kambing mau?"
"Eum nggak us-- " belum sempat Kenzo menjawab, Aluna dengan sigapnya langsung memotong perkata Kenzo. Memilih pilihan yang pertama, membersihkan gudang.
"Kalian itu udh di kasih yang mudah malah minta yang susah yh, klo begitu kalian bersihin toilet sama gudang aja. Oke!" tukas Pak Darpo sembari berjalan menuju koridor sekolah.
Pak Darpo pun berhenti berjalan, berbalik ke arah yang berlawan dan berkata "Pak Roni jangan lupa bukain gerbang untuk mereka yah. Dan untuk kamu Aluna nanti dokumen 'Whalien 52' yang di gudang tolong di bawa ke meja saya yah."
"Baik pak!" balas mereka secara bersamaan.
***
Bulir - bulir keringat mulai membasahi badan mereka. Kenzo dan Aluna yang sedari tadi mendegus kesal karena di tambah satu hukuman baru lagi yang di berikan oleh Pak Darpo ke mereka, dan mereka hanya bisa pasrah menerima semua ini. Tak berani menentang.
"Ini semua gara - gara lo!" bentak Aluna dengan suara yang meninggi.
"Heh malah nyalahin gue, klo bukan karena lo ini juga nggak bakal terjadi tau!" balas Kenzo.
"Salah lo lah main geber - geber motor dan adu mulut sama gue tadi!" ucap Aluna melempar tatapan tajam ke arah Kenzo yang sedang menyikat lantai toilet yang kotor.
"Udh sih nggak usah di bahas lagi! nggak guna juga! ini udh terjadi mau gimana lagi?!" jawab Kenzo yang sekarang sudah naik pintam karena ucapan Aluna.
"Nana nanan nana ~ Bla bla bla bla" ejek Aluna menjulurkan lidahnya.
"Lo itu bang--- "
"Hah apa, apa! lo mau bilang apa?!"
Kenzo hanya terdiam, menarik nafas dan menghembuskannya kembali. Mencoba tenang, Ia hanya tak ingin berdebat dengan perempuan berambut hitam yang berada tepat di hadapannya. Fokusnya hanya pada lantai toilet yang sedang ia bersihkan.
Sedangkan Aluna, dia hanya menatap Kenzo dengan tatapan yang tajam. Ia ingin sekali memukuli pria itu dengan tongkat pel di tangannya. Namun, Ia mengurung niatnya karena Kenzo hanya diam tak berkutik sedikitpun setelah mendengar ucapan pedas dari mulutnya.
Drttt! Drttt!
Bunyi getaran suara yang tak asing dari benda pipih yang berada di sebelah wastafel, dengan cepat Kenzo mengambilnya lalu membuka isi pesan di hp itu.
- isi pesan -
(Cepat keluar, aku menunggumu) Kenzo yang membaca pesan itu langsung ter...Kenzo yang membaca pesan itu langsung terdiam. Ia dengan cepat membasuh kedua tangannya dengan air yang mengucur keras dari keran, yang menimbulkan suara seperti air terjun di hutan.Aluna yang sedari tadi mengepel lantai, dengan gesit langsung memperhatikan gerak - gerik Kenzo yang tampak aneh. Ia menemukan hal yang ganjil dari diri Kenzo, seperti ada yang salah dengan sikapnya.Jika Aluna memilih jalan untuk bertanya kepada Kenzo, mungkin Kenzo akan marah karena sebelumnya Ia sempat bertengkar hebat dengannya.Walaupun Aluna tak tau apa yang sebenarnya Kenzo rasakan? Namun, Ia bisa mencium aroma kegelisahan dari diri Kenzo. Ia pun mulai mendekat dan mematikan keran wastafel. Menatap Kenzo dengan tenang sembari menarik satu per satu tangannya yang basah dengan lembut.Kenzo yang mendapat perlakuan baik dari Aluna langsung mengubah minside buruk terhadap dirinya. Ia baru tau ternyata Aluna adalah gadis yang baik dan pengertian.Ta
Si gadis tak memperdulikan perlakuan darinya. Fokusnya sekarang hanya pada gudang yang harus cepat ia bersihkan.Kenzo hanya menatap Aluna datar, sia - sia saja ia memperlakukannya dengan baik, klo akhirnya ia hanya di gantungkan saja. (Ehem kang ghosting nih ceritanya)"Lun, udh kelar belum bersih - bersihnya?" Tanya Kenzo."Kelar... belum... kelar... belum Lo kira gue babu lo apa?! Lo aja nggak ngebantuin gue, malah bersantai - santai ria. Klo gitu gue juga bisa kali!" protes Aluna, melempar tongkat bulu ayam ke sang pria."Ckk! Ealah kayak gitu doank marah!" seru Kenzo mengambil tongkat yang tadi di lempar oleh Aluna, tapi tak sampai kepada dirinya.Aluna berdecak kesal, dirinya mulai lelah karena sedari tadi hanya ialah yang membersihkan gudang yang seluasnya melebihi kamar di rumahnya. Ia pun mulai turun dari meja, lalu menepuk - nepuk rok nya yang kotor karena debu yang di singkirkan di sudut gudang itu membuat roknya sediki
Kenzo masih teringat jelas, saat gadis itu yang secara tiba - tiba menonjok wajahnya dengan sangat keras saat Ia sedang memegangi wajah cantik itu mendekat ke wajahnya. Rupanya pilihan itu hanya di gunakan sebagai candaannya saja.Kenzo yang mengira itu adalah pilihan yang sesungguhnya merasa sedang di permainkan olehnya. Ia pun mengambil ponsel di saku dan mulai berkaca di depan layarnya, terlihatlah sudut bibirnya yang agak membiru dengan sedikit darah yang mulai agak mengental.Aluna hanya memainkan jari - jari tangganya, merasa tak bersalah dan pergi dengan tenang menuju ke rak yang tak jauh dari tempatnya berada.Masih dalam keadaan yang tak memungkinkan, Ia malah menyuruh Kenzo untuk cepat - cepat membantunya merapikan buku. Dan berkata bahwa pilihannya sudah di tentukan dan juga di kabulkan.Mata Kenzo bergerak cepat ke arah kiri dan kanan, masih bingung. Ternyata pilihan itu adalah sebuah tonjokan dekat bibir yang tadi ia berikan
Pintu terbuka dan menampakkan sesosok bayangan hitam. Bayangan itu berjalan mendekatinya dan menempelkan jari telunjuknya ke hidung gadis itu. Sosok itu menghembuskan nafas lega. Ia mengira bahwa Aluna sudah mati karenanya."Kenzo Mahendra! Ngapain lo ke sini?" Ucap Aluna tiba - tiba yang membuat Kenzo tersentak kaget dan mundur beberapa langkah."Udah tau aja ternyata. Gue nyariin lo dari tadi. Dan baru nemu lo di sini. Klo mau sembunyi itu yah ke taman, ke perpus atau nggak ke kelas gitu? Lah, ini malahan ke gudang. Aneh!" Cerocos Kenzo panjang lebar dan memandangi sekitar tempatnya berada."Terserah gue! Lagian kita kan masih belum selesai ngebersihin gudangnya pe'ak." Jawab Aluna kesal.Kotak P3K tergeletak di samping badan Aluna. Ia mengeryitkan dahi, seakan bertanya 'Siapa yang menaruhnya di sini?' Kenzo menarik kursi dari tengah ruangan sampai ke dekat Aluna. Memegang tangan nya dan mulai mengobati luka Aluna dengan obat yang ada di kot
'Darah' itulah yang ia lihat di kaki mungil Aluna. Kenzo bergegas menanyakan hal ini kepadanya, namun belum sempat Ia bertanya Aluna lebih dulu mengatakannya."Kaki gue kayak gini karena lo tau nggak! Saat lo lagi deketin kursi itu ke gue, Lo terlalu mepet sampe nggak nyadar klo kaki gue malah jadi tumpuan di kursinya itu tau!" amarah Aluna kini makin memuncak."Makannya tadi gue nangis itu bukan gara - gara terharu lihat lo ngobatin tangan gue, tapi karena hal itu." Sambung Aluna yang masih merintih kesakitan dengan jari telunjuk ia hadapkan ke wajah pria itu.Sakit. Sangat sakit. Itulah perasaan yang Kenzo alami saat ini. Kenapa hari pertama sekolah, ia harus di hadapkan dengan banyaknya masalah?Padahal di hari pertama, Ia sudah membayangakan akan bertemu dengan para gadis cantik yang akan digoda nya nanti.Namun, hal itu tidak terjadi dan malah berbanding terbalik dengan pemikiranya. Naas, ia harus bertemu dengan gadis c
"Brengsek!" cetus Keysha sambil melihat punggung Raden yang semakin menjauh darinya.***Raden tiba di tempat perjanjian, tapi tidak ada siapapun disana. Ia pergi lagi mencari temannya itu, sampai baju seragam sekolahnya menjadi basah. Raden yang kelelahan akhirnya hanya bisa pasrah.Berkeliling sudah, melepon juga ia sudah ia lakukan. Namun, tak ada juga kabar dari teman yang ditunggu nya.Seakan usaha yang di buatnya membuahkan hasil, Guntur pun tiba - tiba datang menyelonong di hadapannya dengan napas yang masih tersengal sengal."Den.. Raden.. lu di tungguin dari tadi kenapa nggak dateng - dateng sih?! Malah enak enakan di sini!" protes Guntur kepada Raden yang tengah duduk di bawah pohon hijau yang rindang."Iih malah nyolot ni anak! Gue tuh yah... udah nungguin elo dari tadi! Lo nya aja yang nggak dateng ke sini!" Sarkasnya dengan tegas."Malahan Gue yang nyariin lo, tapi lo nya aja yang ngilang entah kemana?!"
"Itukan gambarmu belum selesai, hanya separuhnya saja yang dibuat, tolong gambar keseluruhannya yah biar bapak bisa mengerti gambarmu itu," ucap guru itu kepala anak di depannya."Apa bapak nggak marah kalo aku lanjut nge - gambar?" celetuk anak itu kepadanya."Buat apa bapak marah?! toh juga gambarmu itu bagus!" seru guru itu sembari mengelus kepala sang anak dengan lembut.Satu persatu kaki guru itu mulai meninggalkan ruangan putih dengan aksen minimalis beserta anak itu didalamya.Dangan langkah yang mantap, guru itu masuk ke ruangan berlogo pria di pintunya.Keran yang tadi ia nyalakan masih mengeluarkan air dengan biasanya, ketika guru itu menutup dan ingin menyalakannya kembali, tak ada apapun yang dikeluarkannya. Satu tetes pun sama sekali tak tersisa!Awan putih yang tadinya terang sekarang gelap secara tiba - tiba, tak lupa juga mengeluarkan suara yang terdengar indah, namun menyayat telingan dengan kilatan cahaya surga.
Melihat ember yang penuh dengan air aku langsung mencelupkan wajahku ke dalamnya. Aku semakin berteriak kesakitan, karena ternyata air di ember itu adalah air panas bukan air biasa.Ku kira kepulan asap di atas ember itu adalah dinginya es di salju! Tapi aku salah mengiranya. Hal itu membuat wajahku semakin amburadul bagaikan jalan aspal yang seribu tahun lamanya tak di renovasi.Seorang anak kecil yang baik hati memberikan ku sebuah botol air mineral. Aku membuka tutupnya, tapi tak ada apapun yang keluar. Hanya udara kosong berbau yang ku lihat.Yah.. itu hanya botolnya sajaBotolnya saja ja ja ja ja ja ~Botolnya saja ja ja ja ja ja ja ~Sudah jangan terlalu ambil hati. Positif thinking aja, mungkin airnya sudah di buat cebok anak itu.Eh canda cebok!Aku mengatakannya karena aku mencium bau pesing di dalam botolnya."Apa mungkin ini untuk wadah pipisnya tadi?" gumamku dalam hati. Karena saat