"Baiklah Andrew, aku akan mendukung apapun yang kau lakukan, asalkan tidak melanggar hukum atau membahayakan dirimu. Ingat itu sekali lagi." kata Alysa membalikkan badannya dan menatap Andrew.
Tatapan mata Andrew telah berubah kembali lembut seperti semula. Tatapan mata yang meluluh lantakkan hati Alysa.
"Baiklah, Andrew kau harus memeriksa pelanggan-pelanggan ayahmu, membuatnya menjadi sebuah daftar." kata Alysa.
"Benar. Kita harus segera membuat daftar kunjungan." kata Andrew yang bergegas kembali ke mejanya.
Saat itulah tiba-tiba Sean mengetuk pintu ruangannya.
"Andrew, para pemegang saham berkumpul kembali di ruang meeting. Segeralah ke sana. Sebelum mereka bertambah panik dan marah." kata Sean, pandangan matanya melirik dengan tajam pada Alysa yang mejanya berada di sampingnya.
"Baiklah, keluarlah aku akan segera menyusul." jawabnya.
"Aku tahu, mereka pasti memprotes setelah tahu produk di pasaran sangatlah buruk."
"SeCursty HotelDi sebuah ranjang ruang kamar hotel, tubuh wanita kecil itu tergeletak disebelahnya. Mereka bermandikan peluh.Wanita itu memeluk kembali Andrew dengan manja. "Sayang, sampai kapan kita tutupi hubungan kita. ""Segera, Nichole! Keluargaku sayang pada adikmu. Tapi aku lebih suka padamu. Dia terlalu dingin. Tak sepertimu. Ah... Rasamu, legit sekali." kata Andrew menggoda dengan gerakan tubuhnya."Ah... Andrew, sayangku." katanya disusul desahan nafasnya, menanggapi gerakan menggoda dari sang lelaki...."Bukankah sudah berkali kali aku katakan bahwa kita tidak mungkin bisa bersama. Ini hanya karena keegoisanmu, tidak bisa menerima semuanya!"Thania menggenggam gagang telephone dengan tangan bergetar karena marah."Wait, Thania, aku selalu mencoba untuk menjelaskan pada orangtuaku, bahwa yang aku cintai hanya kamu." kata Andrew lawan bicaranya."No, Andrew, kita sudahi saja. Jangan perna
BIB... BIB... BIB...Telephone berbunyi, Thania yang tepat berada di sebelahnya langsung mengangkat, dan betapa terkejut mendengar suara lawan bicaranya. Suara yang belum dia lupakan. Suara yang hampir setiap hari mengisi hari nya."Hallo, sayangku. Apa kamu masih di sana? Ada yang lupa aku sampaikan barusan." suara yang tak asing itu terdengar."Hello, sayang? Apa kau di sana?" suara di seberang mulai tak sabar karena tak mendapat jawaban."Yeah" jawab Thania. Belum sempat dia memanggil nama kakaknya, sang penelpon melanjutkan."Aku sudah selesai dengan adikmu. Sekarang kita bisa berjalan bersama tanpa perlu sembunyi-sembunyi, sayang. Seperti keinginanmu."Thania begitu terkejut. Telepon terlepas dari genggamannya. Nichole segera mengambil telepon dan menaruhnya kembali ke tempatnya."Ada apa Thania? Siapa yang menelpon? Apa sesuatu yang buruk terjadi?" cecar Nichole. Tetapi hanya dibalas gelengan
"Ok Alfred, meeting kita kali ini sampai di sini saja. Capek juga ya ngurus bisnis ini. Untunglah ada kamu yang bisa diandalkan. Good job Alfred." kata Carl sambil berjabat tangan dan menepuk bahu Alfredo."Dan jangan lupa, urusan pribadimu tadi, oke. Cari waktu yang tepat, ungkapkan perasaanmu." kata Carl menggoda.Alfredo hanya membalas dengan senyum khas nya. "Wish me luck, ya Carl" katanya sambil tertawa berjalan beriringan mengantar Carl keluar menuju loby.Setelah kepulangan Carl. Alfred menggumam perlahan. "Cari waktu yang tepat, Alfred".Tapi tanpa sengaja gumaman itu terdengar oleh Thania yamg saat itu berpapasan dengan dia, bersama setumpuk berkas laporan keuangan. Yang tanpa sengaja bertabrakan saat melewati lorong depan kantor divisinya. Akibatnya map laporan itu tercecer berantakan."Maaf - maaf - maaf. Mr. Alfred" katanya langsung menunduk hendak memunguti berkas berkas itu.Tetapi mala
Entah kenapa Thania kembali merasa debaran yang asing yang tak bisa dia pahami. Ada apa denganmu, Thania!"Thania, maaf, sebenarnya lagu itu adalah gambaran aku saat ini. Sebenarnya sudah lama aku memendam rasa ini.""Aku - suka kamu. Aku ingin menjadikanmu wanita terpenting dalam hidupku.""Akankah kau menerima?"Mendadak jari jemari Thania membeku, terasa dingin. Jantungnya berasa berhenti berdetak. Badannya berasa sangat ringan, seperti akan melayang. Entah apa nama rasa ini. Belum pernah dia merasa hal semacam ini.Thania hanya diam mematung tak bergerak ketika Alfredo mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jasnya. Kotak kecil yang diam-diam, terus dia bawa kemanapun. Sebagai saksi penantian akan waktu yang tepat ini.Alfredo berlutut di depan Thania yang masih duduk terpaku. Di raihnya jemari tangannya dengan lembut dan memasangkan sebentuk cincin bermata satu yang tampak manis dengan motif lengkung hibisc
"Maaf mom, aku tidak tahan dengan bau menyengat ini," kata Nichole sambil berlari ke arah toilet. Dia mengeluarkan seluruh isi perutnya."Apa kau tidak enak badan? Apa penyakit lambungmu kambuh?""Sepertinya begitu, mom."Mrs. Smith menyeduh teh camomile sebelum menyajikan di hadapan Nichole."Minumlah! Lalu telponlah Mrs. Thompson untuk ambil libur hari ini. Kamu tidak enak badan ya.""Ok mom. Aku akan telepon kios sebentar lagi, aku akan tidur di kamarku setelahnya""Mom, sedapnya, masak apa nih?" Thania tidak menghiraukan kehadiran Nichole."Mau soup, Thania? Duduklah.""Ok mom. Aku akan duduk manis. Jangan lupa roti gandum kesukaanku mom, dengan garlic yang banyak."Tiba-tiba Nichole lari kembali ke kamar mandi."Eh,eh. Kenapa tuh Nichole.""Ga enak badan katanya, entahlah. mau flu mungkin. mual sama bau-bauan dan ga enak makan""Ah, sudahlah. Udah besar juga. Pasti
"Jawab mom dengan jujur, Thania!"Thania terkejut dicecar begitu banyak pertanyaan oleh ibunya. Beberapa saat kemudian ekspresi wajahnya berubah tersenyum lalu tertawa terkekeh."Mom, seperti yang aku katakan. Apapun yang aku katakan, kau tidak akan percaya. Jadi semuanya akan percuma untuk dijelaskan.""Pertama, apa hubunganku dengan Andrew. Hubungan teman atau bahkan mungkin lebih dari sekadar teman. Karena dia membawaku ke pertemuan keluarganya.""Kedua, hubungan intim?" Thania tertawa terkekeh."Pertanyaan apa ini. Siapa yang membuatmu berpikiran aku akan melakukannya?""Dan pertanyaan terakhirmu. Apa aku masih mencintainya. Satu jawabanku, tidak. Aku tidak akan mentolerir perbuatannya." jawabnya kali ini dengan nada serius.Mrs. Smith terkejut dengan jawaban terakhir putrinya tersebut."Wait... aku masih belum mengerti. Mentolerir dalam hal apa. Jelaskan Thania!""Untuk apa aku menjelaskan mom. Seandainya aku
"Apapun itu, Thania. Usahakanlah untuk datang. Walaupun sebenarnya kau tak ingin datang. Entah itu karena ketidaksenanganmu atas hubungan mereka ataupun alasan yang lain. Bagaimanapun dia adalah kakak kandungmu. Saudara sedarah, Thania."Memang kata 'sedarah' inilah yang selalu membuat Thania menahan diri dan selalu mengalah."Ok mom. Akan kuusahakan."..."Thania, ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Atau kau tak menyukai rasa makanan ini?""Bukan Alfred. Hanya ada yang sedang aku pikirkan.""Apa kau mau menceritakannya, sayang? Aku akan menjadi pendengarmu.""Hanya tentang saudara perempuanku. Dia besok akan menikah dengan Andrew,""Aku hanya tak mungkin bisa menghadiri pernikahannya. Ini bukanlah hari libur. Selain itu, ini adalah akhir bulan, dimana laporan keuangan dari semua kantor cabang menumpuk di mejaku. Mom ingin supaya aku tetap hadir apapun itu alasannya.""Ok. Tidak masalah. Aku akan menemanimu. K
Gadis kecil itu berlari menghampiri Mr. Leigh,"Daddy!"Gadis kecil dengan rambut ikal kecoklatan itu berlari kemudian mencium kening Harrison yang sedang terbaring di kamarnya.Leticia terkejut, buah apel tergelincir dari tangannya dan menggelinding di lantai.Vannesa memungutnya, tersenyum dan memberikannya kembali padanya."Apa-apaan ini! Siapa gadis kecil itu! Berani sekali," Leticia mencengkram lengan gadis itu dan menariknya. Tetapi kemudian Sean bertindak. Dia merebut Jenny dan menyembunyikannya di balik badannya yang tegap."Sean! Siapa dia!?""Letty, dia adalah anakku. Anakku dari Vannesa. Maafkan aku, Letty."Kaki Leticia terasa lemas, terduduk lunglai mendengar pengakuan suaminya. Hancur sudah kepercayaan yang selama ini dia berikan. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Dengan sisa tenaga yang ada, dia berdiri dan pergi meninggalkan suaminya."Mr. Leigh, sebenarnya Jenn