Juna melirik jam di pergelangan tangan kirinya, dan berkata dalam hati, ‘Bukankah ini sudah masuk ke jam kerja? Lalu kenapa mereka masih bersantai di sana?’
Karena itu, Juna menghampiri dua pekerja tadi dan mau tak mau menegur mereka, “Kenapa kalian ada di sini dan tidak bekerja?”
Juna belum mengetahui siapa nama karyawan tersebut tapi dia tidak ingin mengungkapkannya agar tidak ketahuan bahwa dia bukan Arjuna, apalagi di memori pemilik raga sebelumnya juga tidak nampak data mengenai mereka.
“Pekerjaan kami sudah selesai.” Salah satu dari karyawan menjawab santai sembari membanting rokoknya di lantai dan memadamkan menggunakan alas sepatunya.
Melihat itu, Juna mengernyitkan kening, tak suka. “Bersihkan.” Suaranya terdengar tenang tapi tegas.
“Hah?” Orang itu menoleh ke Juna dengan sikap meremehkan.
“Kubilang, bersihkan lantai yang baru saja kau kotori!” Juna menaikkan sedikit suaranya. Kemudian, dia menatap ke arah CCTV di atasnya, dia sudah tahu fungsi benda tersebut dan berkata ke orang tadi, “Kalau aku lihat kau tidak membersihkan sampai bersih apa yang baru kau injak, jangan harap kau menerima upahmu bulan ini.” Tangannya menunjuk ke CCTV, seakan memberikan peringatan pada orang itu.
Orang tadi mendadak kesal dan berkata ke Juna dengan nada yang tidak sepatutnya karyawan kepada bos. “Kau ini! Kenapa merepotkan hal remeh seperti punting rokok?” Matanya nyalang menatap Juna.
“Pak Jamal! Tolong kendalikan bicaramu!” Heru segera memperingatkan orang bernama Jamal tersebut.
Jamal surut dengan cepat setelah diberi peringatan Heru. Tapi, dia masih bersikeras tak mau membersihkan punting rokok yang dia injak di lantai dan mendengus sembari pergi. “Huh! Yuk, Han!”
Jamal mengajak pergi rekannya, Farhan. Keduanya menatap remeh dan sengit ke Juna dan pergi seakan tiada beban.
Karena sikap bebal mereka, Juna berusaha mengaduk memori Arjuna dan akhirnya menemukan ternyata selama ini, kedua orang tadi kerap meremehkan Arjuna.
Yang lebih menjengkelkannya, Jamal dan Farhan ternyata merupakan orang yang direkomendasikan Leila—istri pertama Hartono—untuk bekerja di PT Kencana Buana.
Dengan kecerdasannya, Juna langsung paham bahwa Jamal dan Farhan sengaja ditaruh Leila di perusahaannya ini dengan maksud untuk mengkerdilkan Arjuna. Jadi, begitu.
Kedua orang tadi kerap bertindak seenaknya dan membangkang di perusahaan? Lihat saja apa yang akan Juna perbuat pada mereka.
“Pak Heru, jangan berikan gaji ke dua orang tadi kalau mereka tidak bekerja dengan baik dalam seminggu ini.” Suara Juna menekankan ketegasan, mengakibatkan terkejut pada Heru di sampingnya.
Heru tak mengira, bosnya bisa setegas itu. “Ta—tapi, Pak, mereka adalah orang yang direkomendasikan Bu Leila.”
Mata Juna lekas berputar tajam ke Heru. “Yang bos di sini aku atau Ibu Leila?”
Heru bungkam seketika tak berani menyanggah dan hanya bisa menyahut, “Baik, Pak!” Dalam hatinya, dia terperangah dengan sikap berbeda sang bos.
Juna melanjutkan langkah sambil berkata, “Aku masih akan tetap memperhitungkan punting rokok yang mengotori lantai perusahaan. Menjaga kebersihan di sini adalah sebuah keharusan!”
Heru tak berani menyahut dan mengikuti Juna saja.
Sesampainya di ruangan kantornya, Juna melihat sebuah ruang luas dan nyaman. “Aku ingin melihat semua pembukuan. Berikan ke mejaku dan aku tak mau menunggu lama.”
“Baik, Pak!” Heru keluar dari ruangan untuk membawakan apa yang diinginkan bosnya.
Tak berapa lama, meja besar Juna dipenuhi berbagai map dan kertas berisi laporan keuangan dan hal-hal penting lainnya. Dia memeriksa dengan teliti satu demi satu sambil menyalakan komputer untuk mencocokkan data.
Heru diam bagaikan patung, hanya akan bergerak ketika Juna menanyakan sesuatu hal dan Heru akan menjelaskan dengan sebaik mungkin.
Hingga tak terasa, sore sudah menjelang. Langit mulai dihiasi semburat sedikit warna jingga di bagian barat sana.
“Hm, sepertinya ini memang tidak bisa sehari saja dipelajari. Baiklah, Pak Heru, bawa ini, ini dan bagian ini, ke mobilku. Aku akan lanjutkan di rumah saja.” Juna menyadari waktu yang sudah habis di kantor.
“Baik, Pak!” Heru memanggil petugas keamanan untuk ikut membantu membawa banyak tumpukan map keluar dari ruangan itu ke mobil Hartono yang dibawa Juna.
Di benak Heru, dia terus terheran-heran dan bingung dengan perubahan sikap bosnya. Bukankah biasanya Arjuna sosok pecundang dan bermental lemah di kantor?
Kalau bosnya setegas ini sekarang, akan menjadi seperti apa perusahaan itu nantinya?
Ketika mobil kembali ke rumah, Hartono dan Wenti terkesima melihat bagasi mobil sudah dipenuhi tumpukan map.“Itu … apa, Jun?” tanya Hartono ketika menyaksikan menantunya sibuk mengeluarkan satu demi satu ikatan map dari bagasi.“Ini laporan keuangan dan dokumen penting lainnya, Pa. Tadi aku memeriksa di kantor, tapi karena terlalu banyak, aku ingin melanjutkan memeriksa di rumah. Tak apa, kan?” Juna menatap mertuanya.“O—oh! Tentu saja boleh! Ha ha ha! Mana mungkin Papa melarang kamu yang ingin serius mengelola perusahaan?” Hartono tertawa senang diikuti Wenti yang tersenyum lebar di sampingnya. “Pak Atmo! Iwang!” Beliau memanggil pekerja rumah.Segera, lelaki berusia 57 tahun dan 32 tahun datang dengan sikap hormat di depan Hartono.“Ya, Tuan?” Atmo mengangguk diikuti Iwang.“Kalian bantu Juna membawa barang-barang itu ke kamar atau manapun dia inginkan!” perintah Hartono.“Baik, Pak!” Atmo dan Iwang mengangguk dan melaksanakan perintah majikan mereka.“Ini hendak dibawa ke mana, Ma
Alangkah terkejutnya Lenita mendengar sahutan dari suaminya. Dengan suara melengking, dia berkata, “Kau hendak memecat mereka? Kau berani, Juna?!” Kilatan amarah muncul di matanya beserta kedua tangan berkacak pinggang.Tingkahnya benar-benar sudah seperti tokoh antagonis di serial drama televisi. Lenita tak terima suaminya bersikap berani terhadap dirinya. Juna itu harus selalu di bawah kakinya! Itu nasehat yang selalu ditekankan oleh ibunya untuk mengendalikan sang suami dan Lenita setuju mengenainya.Namun, kenapa sekarang justru berantakan semenjak Juna terbangun dari mati suri?Mental panglima yang kokoh mana mungkin gentar hanya dari bentakan seorang istri durhaka? Oleh sebab itu, Juna tak segan membalas dengan ucapan, “Tentu saja berani! Kalau mereka bekerja tidak sesuai kemauanku dan menjadi hambatan di perusahaan, maka aku sebagai pemimpin, sudah selayaknya menertibkan semua pekerjaku.” Kemudian, dia menoleh ke Hartono di belakang, “Bukankah ini prinsip yang seharusnya dimili
Di dalam kamar, Lenita tentu saja mendengar suara suaminya di luar, tapi dia tetap bergelung nyaman di bawah selimut sambil rebah menikmati acara televisi di tempat tidurnya tanpa memiliki niat membukakan pintu. Salah siapa berani melawan dia? Lenita mana mungkin merelakan dirinya ditentang suami payah seperti Arjuna! Tak mendapatkan jawaban segera dari pihak lain, Juna kembali mengetuk pintu sambil memanggil istrinya, “Len, Len? Len, buka pintunya! Aku sudah mengantuk, ingin tidur!” Tak lama kemudian, terdengar teriakan jawaban Lenita dari dalam kamar, “Tidur saja sana di sofa! Atau di ruang baca sekalian!” Usai mengatakan itu, hatinya merasa gembira karena merasa sudah menang dan mendapatkan lagi harga dirinya sebagai istri penuh kuasa. Kamar Juna dan Lenita berada di lantai bawah, sedangkan kamar Hartono dan Wenti ada di lantai atas. Karenanya, si ayah mertua dan istri barunya tidak mungkin mendengar adanya insiden di kamar anak mereka. Bahkan, pastinya saat ini pun Hartono se
Lenita berusaha menjauh dengan bergerak mundur menggunakan pantatnya di kasur. Namun, dengan begitu, dia justru makin tersudut dan menemui jalan buntu.Juna terkekeh melihat raut ketakutan dan waspada Lenita. “Mau ke mana, Istriku sayang?” ledeknya. Tercetak jelas senyum miring menyeringai ke istrinya disertai pandangan laksana harimau sedang mengintai mangsa.Juna hanya sengaja bertingkah demikian untuk membuat Lenita takut dan dia bisa memberikan sikap dominasinya. Walaupun sang istri galak serta kerap meneriaki dia, tetap saja untuk urusan kekuatan, dia yang berada di atas keunggulan.Saat ini, menyaksikan sikap panik Lenita merupakan hiburan tersendiri bagi Juna setelah dia merasakan jungkir balik kehidupan beberapa hari ini.Sepertinya tidak buruk juga terjebak di zaman berbeda ini jika dia ternyata memiliki istri secantik begini. Meski kasar dan menyebalkan, namun penampilan Lenita tidak buruk. Setidaknya itu bisa menjadi pengganti kerugian atas perlakuan kurang ajar sang istri
Pada pagi harinya ketika Lenita membuka mata, dia merasakan tubuhnya remuk, tapi sensasi nikmat semalam masih bisa dia hadirkan dalam sebuah ingatan yang teramat jelas.Tanpa sadar, dia tersenyum, menatap suami yang masih tergolek di sampingnya. Sungguh sebuah pengalaman bercinta yang sangat gila dan liar yang mungkin tak akan dia lupakan.Perlahan, Lenita turun dari tempat tidur, namun mendadak dia terhenti dan terkejut ketika tangannya diraih Janu. “A—ada apa?” Dia bingung.“Siapa yang memperbolehkanmu pergi, hm?” Suara parau Juna berkumandang ketika dia menoleh ke Lenita sambil membuka mata.Mata Lenita melebar. “Heh? Maksudmu?” Dia belum paham sepenuhnya apa maksud dari ucapan sang suami.Juna tidak memberikan jawaban selain tarikan tangannya sehingga tubuh istrinya kembali terhempas dan menimpa dada kuatnya.Bukannya merasa kesakitan, Juna justru mulai memposisikan Lenita di bawahnya dan mengulangi sekali lagi apa yang terjadi semalam.Lenita tak kuasa menolak meski mulutnya berl
Bulan madu ….Bulan madu?!Astaga, pasti Lenita tidak pernah terpikir dalam hidupnya bahwa dia akan menjalani apa yang bernama bulan madu dengan Juna.Juna melirik ke istrinya yang gugup di samping. Hatinya tertawa keras. Ini karena dia mendapatkan memori milik Arjuna, bahwa dulu sepasang suami dan istri itu tidak pernah menjalani bulan madu usai pernikahan mereka hingga kini.Hal tersebut disebabkan Lenita yang sudah dalam keadaan hamil ketika menikah dengan Arjuna, sehingga wanita itu menggunakan kehamilannya untuk menolak bulan madu.Tak hanya bulan madu, Lenita bahkan sering menolak keinginan bercinta suaminya, sehingga selama beberapa tahun mereka menikah, mereka sangat jarang berhubungan intim. Jika melakukannya pun tak ada gairah dari Lenita.Benar-benar hubungan sepihak saja karena hanya Arjuna yang mencintai dan memuja istrinya begitu tinggi. Meski tidak mendapatkan balasan setimpal dari perasaannya, Arjuna tidak keberatan, asalkan dia tetap memiliki Lenita sebagai istri.Bod
Melihat kedatangan istri pertamanya yang bagaikan badai, Hartono lekas menenangkannya, “Mamih, kenapa harus teriak-teriak begitu? Bicarakan saja dengan baik-baik kalau ada masalah, yah!”Bisa dilihat, sebenarnya Hartono pun sama saja seperti Arjuna, terlalu lemah di hadapan istri galak. Keberanian yang patut diacungi jempol dari Hartono hanyalah dia berani menikah lagi. Itu saja.Mungkin jika Hartono tidak banyak harta, jangan harap dia bisa melirik wanita lain.““Diam kamu, Pih! Papih tak usah ikut campur!” Leila mendelik ke suaminya. “Ini urusan antara aku dengan si idiot itu!” Dia seakan tidak ada takutnya dengan Hartono, padahal pundi-pundi uangnya bersumber dari lelaki itu. Tapi, karena dia wanita culas, dia mengetahui bagaimana mengontrol keuangan sang suami.Lenita bergegas keluar dari kamar begitu mendengar suara ibunya. Dia menyambut dengan gembira. “Mama!” Seperti anak kucing pada induknya.“Kamu ini!” Leila malah mendelik ke putrinya, berlagak memarahi. “Mama menunggu suami
“Apa-apaan tuduhanmu itu!” Leila tak terima orang rekomendasi dia dituduh seberat itu oleh Juna. Matanya mendelik ganas seakan mata itu ingin menelan sang menantu hidup-hidup.“Aku mengatakan fakta dan juga berdasarkan apa yang sudah aku lihat dari beberapa laporan yang aku pelajari.” Juna sama sekali tidak gentar meski Leila bersikap dominan padanya. “Justru harusnya mereka bersyukur hanya menerima pemecatan saja dariku dan bukannya kubawa urusan ini ke polisi.”Leila tertegun beberapa detik sebelum dia menyemburkan murkanya, “Menantu sialan! Berani-beraninya kau menuduh orangku!” Dia hendak menyerang Juna, tapi dihentikan Hartono.“Mamih, sabar! Sabar dulu, dong Mih!” Hartono memegangi istri tuanya. Lalu, dia menoleh ke Juna untuk berkata, “Jun, apa benar kamu sudah menyelidiki itu? Ini tuduhan yang tidak main-main, loh!”“Sudah, Pa. Aku sudah mempelajari laporan keuangan sejak semalam dan memang menemukan beberapa penggelapan yang dilakukan Jamal dan Farhan. Aku bisa berikan bukti