Suasana dalam mobil itu canggung. Laura tidak tahu bagaimana menanggapi Glen, tunangan masa kecilnya.“Jangan khawatir, aku tahu kamu sudah menikah dan punya anak,” Glen menatap lurus ke depan. “Tristan sudah menceritakan keadaanmu padaku. Aku prihatin atas apa yang dilakukan suamimu padamu.” Laura meringis menatap keluar jendela. Masalah rumah tangganya bukan sesuatu yang ingin dia dengar dari orang lain.Glen menoleh melihat Laura yang tak menanggapinya.“Apa kamu tidak nyaman?”“Tidak, aku baik-baik saja,” balas Laura tenang tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.Melihat Laura tidak ingin membicarakan tentang rumah tanggannya, Glen mengerti dan tidak membahas lagi tentang masalah rumah tangganya.Dia akan pelan-pelan mendekatinya, membuatnya membuka diri padanya.Dia merindukan gadis kecilnya yang dulu selalu berteriak memanggilnya calon suaminya. Tapi sekarang gadis kecil itu telah tumbuh dewasa dan tidak lagi sombong seperti dulu.Keluarga Adams telah menceritakan bagaima
"Terima kasih, Bibi, nggak perlu. Kamu mengunjunginya kapan-kapan saja. Tapi kamu tahu bagaimana temperamen ibuku? Dia nggak ingin membuat kalian khawatir.""Allina sungguh keras kepala. Dia selalu berpura-pura kuat dan nggak mau membuat khawatir. Kamu harus menjaga ibumu baik-baik. Besok kami akan mengunjunginya, dia nggak boleh menolak."Glen mengangguk. "Ya, aku akan beritahu ibuku." Dia menatap Laura sejenak lalu mengangkat tangannya menggosok kepalanya. "Sampai jumpa di seminar besok, Laura. Aku harap kamu akan hadir di seminarku."Dia mengedipkan mata sesaat lalu mengucapkan selamat tinggal pada keluarga Adams yang berkumpul di ruang tamu dan berjalan pergi. Laura merasa panas di pipinya. Sekarang dia mengerti mengapa Glen diidolakan di kampus dan diberi julukan Prince Charming."Apa-apaan sih dia kedip-kedip segala pada Laura!" Dean memelototi punggung Glen yang menjauh."Tentu, dia masih suka sama Laura," kata Willy mengedipkan mata pada Laura dengan jenaka. "Apa kamu senang b
Kelas Laura baru saja berakhir, dan para gadis bersemangat berlari keluar dari kelas. Laura merasa bingung, bahkan Mia tampak sangat bersemangat. “Mia, ayo cepat! Atau kita tidak akan kebagian kursi,” dorong Mia pada temannya yang lambat. “Mengapa buru-buru? Kita tidak ada kelas setelah ini,” Laura bertanya sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. “Aduh, Laura, masa kamu lupa? Tuan Muda Glen akan mengadakan seminar hari ini. Ini sangat berharga!” “Oh ya, aku hampir lupa…” Laura teringat bahwa Glen akan datang ke kampusnya untuk mengisi seminar. “Padahal kamu teman kecil Tuan Muda Glen, bagaimana kamu bisa lupa?” Cassie tiba-tiba muncul di sisinya, menatap Laura dengan ingin tahu. “Aku dan Tuan Muda Glen tidak terlalu dekat. Lagipula, aku tidak bisa hadir di seminarnya,” jawab Laura sambil berdiri dari kursinya. “Mengapa?” Mia menatapnya dengan kening berkerut. “Aku harus pulang dan mengurus anakku. Anakku sedang sakit hari ini.” “Aku lupa kamu sudah punya anak. A
"Tidak apa-apa." Laura mematikan panggilan teleponnya dan beranjak pergi. Dia hendak memesan taksi online ketika seseorang memanggil namanya."Laura!"Laura menoleh dan melihat Glen yang berjalan mendekatinya. "Ke mana kamu pergi?" tanya pria itu setelah berhenti di depannya."Aku hendak pulang," balas Laura menatap Glen. "Bukankah kamu harus mengisi seminar sekarang?""Ya, memang aku akan mengisi seminar, tapi aku tidak melihatmu. Teman sekelasmu, Mia, bilang bahwa kamu tidak bisa hadir dan sudah pulang. Mengapa kamu tidak ikut seminarku?" "Uhm, mungkin lain kali aku akan hadir, tapi hari ini aku tidak bisa. Aku sudah berjanji pada Amel untuk meluangkan waktu bersamanya. Anakku sedang sakit. Maaf nggak bisa hadir di seminarmu.”Raut wajah Glen tampak kecewa, tetapi dia berusaha tersenyum. "Begitu ya. Semoga Amel cepat sembuh. Aku akan berkunjung setelah seminarku selesai. Apakah Pak Andri belum menjemputmu?" tanyanya, karena dia belum melihat supir pribadi keluarga Adams."Pak And
Laura tersenyum padanya, mengucapkan selamat tinggal sebelum melangkah menuju mobil Bentley milik Lucian.Lucian dan Glen saling memandangi dengan tatapan tajam, memunculkan ketegangan yang jelas. Akhirnya, Lucian yang berbicara lebih dulu dengan suara tenang, “Tuan Hastings, sampai jumpa lain waktu.”Tanpa menunggu balasan Glen, Lucian berbalik dan masuk ke dalam mobil, mengendarai keluar dari kampus. Glen memandang mobil Bentley itu sampai menghilang, tangannya terkepal erat.“Lucian Wilson… Aku akan mengambil kembali tunanganku darimu.”Di dalam mobil, suasana cukup hening. Laura mengetik pesan di ponselnya, meminta ibunya agar membawa Amel ke kafe atau taman agar dia bisa menjemput di sana. Dia memberitahu Willy bahwa dia bersama Lucian untuk menjemput Amel dan tidak ingin Lucian mengetahui hubungan dengan keluarga Adams.Lucian meliriknya dari ujung mata, melihat istrinya begitu asyik chatting. “Bagaimana kabar kamu dan Amel?” tanyanya.“Kami baik-baik saja,” balas Laura acuh tak
Lucian mengusap punggungnya, menenangkan.“Apa Amel sudah minum obat?”“Belum, Papa. Amel nggak suka obat.” Amel bersandar di pundaknya, sangat lesu. “Amel kangen sekali sama Papa.”“Maafkan Papa baru datang.” Lucian mendesah, mencium pipinya.Laura memandang mereka, tidak tahu harus berkata apa mendengar kata-kata putrinya. Jelas Amel sangat merindukan papanya sampai dia jatuh sakit.Di kehidupan sebelumnya, Amel tidak pernah mendapat kasih sayang Lucian dan hanya memandang papanya dari kejauhan dengan ekspresi rindu, tapi tidak berani mendekat. Bahkan saat Amel sekarat, orang yang ingin dia temui untuk terakhir kali adalah papanya.Sayangnya, Lucian tidak pernah memenuhi keinginan putrinya sampai akhir.Di kehidupan ini, Lucian tiba-tiba menunjukkan perhatian pada Amel, tentunya membuat gadis kecil itu senang dan semakin terikat pada Lucian.Willy terdengar menggerutu di sebelah Laura. “Mengapa dia datang?”Laura mendesah sambil mengangkat bahu. “Dia tiba-tiba muncul di kampusku da
Dengan pipi menempel di meja, Laura melambaikan tangan lesu, “Apa kamu pikir semudah itu mencari waktu untuk me time?”Di keluarga Adams, ibunya tak bisa meninggalkannya sendirian dan ingin menghabiskan waktu 24 jam bersamanya, membuatnya tidak bisa mengerjakan pekerjaan kuliah. Bukannya dia membenci itu, tapi dia butuh waktu sendiri. Lalu ada putrinya yang akan selalu mencarinya tanpa peduli kesibukannya dan kemudian harus pulang ke rumah bertemu dengan suami yang tak diinginkan berada di pandangannya.“Bukankah suamimu kaya? Kamu pasti nggak perlu mengerjakan pekerjaan rumah, lalu kamu bilang ada keluargamu yang membantumu mengurus anakmu. Apa yang membuatmu lelah?” Cassie bertanya heran.Laura menghela napas, “Memangnya apa yang gadis perawan seperti kalian tahu tentang menjadi ibu rumah tangga?”"Karena itu kami nggak mau menikah muda. Cukup kamu menjadi pelajaran untuk kami." Cassie terlalu blak-blakan, hingga kadang-kadang membuat orang kesal."Sudahlah, Cassie, jangan ganggu La
“Ini kampus terbaik dan terkenal di Capital, apa kalian tidak takut konsekuensi dari perbuatan kalian jika menyakitiku di area kampus!” Laura berteriak keras, berharap ada yang mendengarkannya, dan juga memperingatkan orang yang mengangkat teleponnya.Pemuda itu tertawa mengejek. “Ya, kami juga nggak peduli dan nggak kuliah di kampus sampah yang penuh orang-orang angkuh seperti kalian,” balasnya sinis lalu memerintahkan kedua temannya.“Bawa dia.”Salah satu pria menutup mulut Laura dengan lakban saat dia berteriak. Mereka menariknya ke tempat yang sepi dan masuk ke salah satu gudang.Laura memberontak dengan sekuat tenaga, tapi kekuatannya tak bisa dibandingkan dengan kedua pria itu. Mereka melemparnya ke lantai gudang yang keras dan kotor.“Jalang, sebaiknya kamu nggak berisik dan bermain dengan kami,” kata pemuda pacar Amy.Laura takut melihat ekspresi mesum di wajah mereka dan bergerak mundur.“Jika kamu berani menyakitiku, keluargaku nggak akan melepaskan kalian maupun pacarmu,” a
Laura mengalihkan pandangannya ke samping. Posisi ini sangat intens dan membuatnya tidak nyaman.“Mengapa kamu peduli padaku? Saat itu kamu sudah bersama Viola. Apalagi yang kamu inginkan? Aku sudah melepaskanmu agar kalian hidup bahagia. Jadi, tolong menjauhlah dari hidup—”Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena bibirnya tiba-tiba terkunci dalam ciuman panas Lucian.Matanya melebar. Dia berusaha meronta dan mendorong pria itu, namun tubuh dan bibirnya tertawan oleh pria itu, dan dia tak bisa menggerakkan tubuhnya.“Lucian...” Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena lidah pria itu menyelinap masuk ke dalam mulutnya.Ciumannya sangat intens dan panas, mencuri nafas Laura. Lidahnya menggodanya dalam mulutnya membuat sensasi geli di bawah perut Laura.Laura menggelengkan kepala menyangkal ciuman ini sangat menggairahkan. Dia menggigit bibir bawah Lucian dengan kuat, menyebabkan pria itu mendesis dan melepaskan bibirnya.Dia dengan cepat mendorong lengan Lucian.“Dasar
“Papa, kapan lagi Amel bisa ketemu Papa?” Amel menatap Lucian dengan penuh harap setelah Lucian selesai membayar makan siang mereka di kasir dan keluar dari restoran.Lucian berlutut di depan Amel dan mengusap kepalanya.“Amel bisa menghubungi Papa kapan saja. Apa Amel punya ponsel?”Amel menggelengkan kepala. “Mama nggak mengizinkan Amel pegang ponsel, nanti Amel jadi malas belajar.”“Benarkah, bagaimana ini? Kalau Amel punya ponsel, Amel bisa telepon Papa kapan saja. Bagaimana kalau telepon Papa dengan ponsel Mama?” Lucian berkata sambil melirik Laura yang berada beberapa langkah dari mereka, sedang menelepon seseorang di halaman parkir.Mata gadis kecil itu berbinar, lalu dia berlari menghampiri Laura dan menarik tangannya.“Mama, mama, mama!”Laura menunduk menatap Amel yang menarik-narik lengannya. “Ada apa, sayang?”Amel tersenyum lebar. “Boleh Amel pinjam ponsel Mama?”“Oh, tunggu sebentar, sayang.” Laura mengusap kepala Amel tanpa bertanya, lalu berbicara kembali di teleponnya
Lucian mengalihkan pandangannya dari Amel dan menatap Laura tenang.“Mama ….” Senyum lebar di wajah Amel perlahan-lahan memudar, dia memandang Laura dengan cara yang sama seperti Elina.Laura sesaat tertegun melihat ekspresi putrinya dan mengernyit. Amel terlalu peka. Dia mencoba tersenyum padanya.“Hai, sayang. Apa kamu sedang makan? Apa yang kamu makan?” Dia membungkuk dan mencium pipi putrinya.Amel menatap takut-takut. “Mama jangan marah ya. Amel cuma sekali ini makan spaghetti. Habis ini Amel nggak makan lagi ….”Hati Laura tercubit melihat tatapan cemas putrinya. Dia tersenyum lembut mengusap rambut Amel.“Nggak apa-apa, sayang. Amel bisa memakannya sekali-kali. Kalau Amel mau lagi, Mama akan bawa Amel makan spaghetti kapan-kapan.” Dia kemudian melirik Lucian tajam. “Bukankah Mama sudah bilang Amel nggak boleh menerima ajakan orang asing? Amel sudah bikin Mama khawatir.”“Tapi Papa kan bukan orang asing.” Amel mengerjap dengan polos.Laura mencoba mempertahankan senyum di wajahn
Laura baru selesai dengan laporan keuangan departemen Store dan menyerahkannya pada Anna.“Apa ini yang terakhir?” tanyanya sambil meregangkan lehernya yang pegal karena seharian menunduk mengerjakan laporan departemen Store yang menumpuk karena peralihan jabatan Direktur sebelumnya.“Ya, Direktur. Ini yang terakhirnya. Sisa laporan dari departemen lain akan diserahkan setelah jam makan siang. Ini sudah jam makan siang. Apa Anda ingin makan siang?”“Ya, aku ingin menjemput putriku dan makan siang bersamanya. Kamu boleh pergi istirahat makan siang.”“Baik Nona,” Anna menanggapi sopan dan berbalik pergi meninggalkan kantor Laura.Setelah Anna pergi, Laura meraih ponselnya dan menghubungi Elina, pengasuh Amel.“Halo Bibi, apa Amel sudah pulang sekolah?” Laura merapikan barang-barang pribadinya ke dalam tasnya dan berdiri dari kursinya.“....”"Sudah pulang? Siapa yang menjemputnya? Apa kakakku?" Langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat hendak keluar dari kantornya."Siapa kamu bilang? Luc
Halaman sekolah itu sangat ramai dengan anak-anak yang keluar dari kelas saat bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak keluar dengan seorang pengasuh atau guru berlari menghampiri orang tua mereka yang sudah menunggu, menjemput mereka.Lucian mengamati dari luar mobil sambil bersandar di mobil Bentley dengan kacamata hitam di wajahnya.Beberapa ibu muda dan guru melirik-liriknya dengan wajah tersipu. Lucian mengabaikan semua perhatian itu karena fokusnya mencari wajah putrinya di antara anak-anak TK yang pulang sekolah.Kemudian dia melihat sosok anak yang menyerupai Laura versi mini keluar dari kelas sambil menggandeng lengan pengasuhnya. Lucian merasakan kehangatan dan kerinduan di dalam hatinya saat memandang putrinya. Amel sangat menggemaskan dengan seragam biru muda dan rok hitam kotak-kotak dan bertali. Tas merah muda bergambar stroberi tersampir di punggungnya yang kecil.Wajahnya benar-benar menyerupai Laura dalam versi kecil. Sangat menggemaskan. Lucian tak bisa menahan senyum
“Apa yang harus aku lakukan sayang? Aku nggak bisa menjauh dari Jayden barang sedetik saja,” Viola bersandar dengan manja di pelukan seorang pria yang cukup tua. Dia duduk di atas pangkuannya dan memeluk lehernya.“Bersabarlah. Selama Jayden kita mendapat warisan Lucian, gak apa-apa kamu menjauh dari keluarga Wilson dan Lucian. Jangan membuat kakek tua itu marah lagi.” Philip mengelus rambut wanita itu menenangkan di atas tempat tidur. Keduanya tak mengenakan sehelai benangpun di tubuh, hanya selimut yang menutup bagian bawah mereka.Setelah diusir dari kediaman Wilson dan tidak diizinkan mendekati Lucian atau Jayden, Viola sangat frustasi dan marah. Dia mendekati satu-satunya pria yang bisa membantunya dan sekaligus ayah kandung Jayden. Mereka bertemu diam-diam di sebuah hotel.“Aku nggak bisa bersabar lagi. Aku sudah cukup marah selama tiga tahun ini dicemooh karena digantung, tanpa kepastian kapan Lucian akan menikahiku sementara Jayden tumbuh semakin besar,” ujar Viola sangat tida
“Ayah kamu sangat peduli sekali pada Jayden lebih dari ayahnya sendiri. Orang lain akan berpikir Jayden adalah putramu.”“Jayden, jangan bicara sembarangan. Itu fitnah yang kejam!” Viola yang membantah paling cepat.Philip tersentak dan membantah dengan marah. “Omong kosong apa yang kamu ucapkan! Jayden adalah cucuku, memangnya aku tidak boleh peduli padanya!”Raut wajah Seline juga terlihat jelek. “Lucian, berhati-hati dengan apa yang kamu ucapkan.”“Ibu, ayah tidak pernah peduli padaku dan tak pernah melakukan peran atau tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Aneh sekali dia terlalu peduli pada Jayden. Kamu juga orang paling mengenal ayah. Apa kamu tidak curiga?”Seline terdiam, terlihat bingung dan curiga menatap antara Philip dan Viola.Viola menangis mendengar kata-kata Lucian. “Lucian, kamu sangat keterlaluan. Apa kamu menuduhku berselingkuh dengan ayahmu? Tidak apa-apa kamu nggak mencintaiku lagi, tapi mengapa kamu merendahkan aku di depan keluargamu dan Jayden!” Dia menutup
“Lucian! Tegas sekali kamu mengatakan itu di depan Jayden!” Viola berseru terluka “Lucian, tega sekali kamu ngomong begitu di depan Jayden!” Seru Viola meraih tangan lengan Lucian. “Apa kamu nggak merasa kasihan pada Jayden!”“Benar Lucian, Nggak peduli apa, kamu nggak bisa menyangkal bahwa Jayden adalah putramu!” Kata Seline.“Lucian! Minta maaf pada Viola dan Jayden sekarang juga!” Philip memelototinya.Lucian menatap seluruh anggota keluarga Wilson tanpa ekspresi.Ini bukan pertama kalinya mereka bertengkar tentang hal ini setiap kali dia diminta kembali ke keluarga Wilson jadi dia tidak repot-repot meladeni mereka.Lucian mengalihkan pandangannya pada Kakek Billy.“Aku datang ke sini atas permintaan Kakek. Kakek, jika nggak ada yang penting dibicarakan, aku akan kembali.”Kakek Billy menghela napas.“Duduklah Lucian. Apa kalian nggak bisa berdamai? Aku nggak mau mendengar pertengkaran lagi.” Dia mendelik pada Philip.Philip mendengus. “Ayah, kamu juga harus mendidik Lucian atas ta
Mia tersedak kopinya mendengar kata-kata Laura dan menolak dengan tegas.“jangan!”Penolakannya sangat tegas dan keras hingga menarik perhatian orang-orang di sekitar.Laura dan Cassie menatapnya heran sementara Mia bersusah payah mengendalikan batuk-batuknya karena tersedak.“Apa kamu baik-baik saja?” Laura bertanya khawatir memberi tisu padanya.Mia mengangguk setelah menenangkan napasnya. Wajahnya yang cantik memerah malu. Dia mengelap mulutnya dengan tisu.“Ada apa denganmu? Kenapa sangat keras menolak tawaran Laura?” Tanya Cassie.“Aku hanya kaget.”“Kenapa?”Mia memaksakan senyum di wajahnya dan menghindari tatapan kedua temannya.Bagaimana dia tidak kaget mendengar kata-kata Laura yang ingin menitipkan kedua anaknya pada Nyonya Adams, yang merupakan nenek kandung si kembar.Identitas si kembar pasti akan langsung ketahuan jika Nyonya Adams menyadari kemiripan Alister dengan Tristan.“Siapapun akan kaget jika anak-anaknya dititipkan pada Nyonya Adams, matriarch keluarga Adams.”“