Lucian mengalihkan pandangannya dari Amel dan menatap Laura tenang.“Mama ….” Senyum lebar di wajah Amel perlahan-lahan memudar, dia memandang Laura dengan cara yang sama seperti Elina.Laura sesaat tertegun melihat ekspresi putrinya dan mengernyit. Amel terlalu peka. Dia mencoba tersenyum padanya.“Hai, sayang. Apa kamu sedang makan? Apa yang kamu makan?” Dia membungkuk dan mencium pipi putrinya.Amel menatap takut-takut. “Mama jangan marah ya. Amel cuma sekali ini makan spaghetti. Habis ini Amel nggak makan lagi ….”Hati Laura tercubit melihat tatapan cemas putrinya. Dia tersenyum lembut mengusap rambut Amel.“Nggak apa-apa, sayang. Amel bisa memakannya sekali-kali. Kalau Amel mau lagi, Mama akan bawa Amel makan spaghetti kapan-kapan.” Dia kemudian melirik Lucian tajam. “Bukankah Mama sudah bilang Amel nggak boleh menerima ajakan orang asing? Amel sudah bikin Mama khawatir.”“Tapi Papa kan bukan orang asing.” Amel mengerjap dengan polos.Laura mencoba mempertahankan senyum di wajahn
“Papa, kapan lagi Amel bisa ketemu Papa?” Amel menatap Lucian dengan penuh harap setelah Lucian selesai membayar makan siang mereka di kasir dan keluar dari restoran.Lucian berlutut di depan Amel dan mengusap kepalanya.“Amel bisa menghubungi Papa kapan saja. Apa Amel punya ponsel?”Amel menggelengkan kepala. “Mama nggak mengizinkan Amel pegang ponsel, nanti Amel jadi malas belajar.”“Benarkah, bagaimana ini? Kalau Amel punya ponsel, Amel bisa telepon Papa kapan saja. Bagaimana kalau telepon Papa dengan ponsel Mama?” Lucian berkata sambil melirik Laura yang berada beberapa langkah dari mereka, sedang menelepon seseorang di halaman parkir.Mata gadis kecil itu berbinar, lalu dia berlari menghampiri Laura dan menarik tangannya.“Mama, mama, mama!”Laura menunduk menatap Amel yang menarik-narik lengannya. “Ada apa, sayang?”Amel tersenyum lebar. “Boleh Amel pinjam ponsel Mama?”“Oh, tunggu sebentar, sayang.” Laura mengusap kepala Amel tanpa bertanya, lalu berbicara kembali di teleponnya
Laura mengalihkan pandangannya ke samping. Posisi ini sangat intens dan membuatnya tidak nyaman.“Mengapa kamu peduli padaku? Saat itu kamu sudah bersama Viola. Apalagi yang kamu inginkan? Aku sudah melepaskanmu agar kalian hidup bahagia. Jadi, tolong menjauhlah dari hidup—”Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena bibirnya tiba-tiba terkunci dalam ciuman panas Lucian.Matanya melebar. Dia berusaha meronta dan mendorong pria itu, namun tubuh dan bibirnya tertawan oleh pria itu, dan dia tak bisa menggerakkan tubuhnya.“Lucian...” Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena lidah pria itu menyelinap masuk ke dalam mulutnya.Ciumannya sangat intens dan panas, mencuri nafas Laura. Lidahnya menggodanya dalam mulutnya membuat sensasi geli di bawah perut Laura.Laura menggelengkan kepala menyangkal ciuman ini sangat menggairahkan. Dia menggigit bibir bawah Lucian dengan kuat, menyebabkan pria itu mendesis dan melepaskan bibirnya.Dia dengan cepat mendorong lengan Lucian.“Dasar
"Nyonya, kondisi Amelia sangat kritis. Kami khawatir putrimu tidak selamat malam ini. Kami tidak bisa berbuat apa-apa," kata Dokter Richard dengan pasrah. Dunia Laura runtuh. Dia berlutut dan menangis sambil meraih jas putih dokter itu. Meski dia tuli, dia bisa membaca gerakan bibir dokter. "Dokter, kumohon tolong selamatkan putriku." "Nyonya, kami sudah berusaha menyelamatkan Amelia, tetapi kanker telah menggerogoti tubuhnya dengan ganas. Kami membutuhkan donor sumsum tulang untuk menyelamatkannya. Namun, kami tidak memiliki donor yang cocok untuk Nona Amelia." Air mata Laura terus mengalir, menangis putus asa. Dokter melepaskan tangan Laura dan keluar dari kamar rawat itu. "Mama ...." Sebuah tangan mungil menyentuh kepala Laura. Laura bangkit dengan tergesa-gesa, menghapus air matanya, dan mencoba tersenyum di depan putrinya. "Sayangku, kamu pasti akan sembuh. Mama akan pastikan kamu sembuh," ujarnya sambil menggenggam tangan mungilnya yang sangat kurus. Amelia telah me
"Lucian...." Suara Laura bergetar saat dia memegang pipinya yang perih dan menatap pria di depannya.Lucian memelototinya dan memandang Viola yang terduduk di lantai dengan wajah pura-pura sakit. Ekspresi pria itu sangat khawatir saat dia memeluk Viola dan membantunya berdiri."Viola, apa kamu baik-baik saja? Di mana yang sakit?""Lucian, Kakak sangat membenciku karena aku tinggal di rumah ini dan dia ingin aku pergi dari rumah ini. Tidak apa-apa, aku akan pergi," jawab Viola dengan nada menyedihkan.Lucian membujuknya dengan lembut, "Tidak, rumah ini sudah menjadi milikmu. Kamu akan tinggal di sini, sementara Laura ...." Dia berbalik menunjuk wajah Laura dengan marah, "Laura, beraninya kamu melakukan ini pada Viola. Dia sedang hamil!""Bukan aku yang mendorongnya, dia jatuh sendiri!" Laura berseru dengan air mata yang mengalir di pipinya."Kamu pikir aku buta tidak melihatmu mendorong Viola! Enyah dari sini! Kamu tidak diterima di rumah ini! Rumah ini sudah jadi milikku dan Viola!”L
"Nyonya demam tinggi. Kita harus membawanya ke rumah sakit dan memberitahu Tuan Muda.""Apa kamu tidak dengar kata-kata Tuan Muda? Baik dia sakit atau meninggal, tidak boleh mengganggu Tuan Muda. Tuan Muda tidak pernah peduli dengan perempuan itu. Dia tidak pernah diakui sebagai menantu keluarga Wilson, bahkan Tuan Muda tidak suka padanya.""Tapi demam Nyonya semakin tinggi. Nyonya bisa meninggal.""Biarkan saja, lagipula keluarga Wilson tidak peduli padanya. Ayo pergi, pekerjaan kita masih banyak. Dia tidak akan mati hanya karena demam. Salahnya sendiri karena mendorong Nona Viola ke kolam."Suara-suara itu terdengar samar lalu menjauh dan menjadi hening.Laura merasa sekujur tubuhnya sangat kedinginan, tetapi kepalanya sangat sakit dan panas. Matanya terlalu berat untuk dibuka. Namun, dia memaksakan dirinya untuk membuka matanya. Dia mengerjap, menatap langit-langit kamar yang tampak familiar.Apa aku di akhirat? tanya Laura dalam hati karena tidak merasakan tusukan rasa sakit di da
"Apa?! Putriku? Kamu menemukan putriku?! Aku sudah menjadi kakek?!"Allen langsung merutuk karena Andrew mematikan panggilan telepon setelah menyampaikan berita yang menghebohkan itu."Tuan Adams, apa yang terjadi?" Presiden Negara tersenyum sopan dan hormat padanya.Allen melambaikan tangannya acuh tak acuh dan berdiri dari kursinya. "Maaf, Tuan-Tuan, aku harus pulang. Ada masalah keluarga."Tanpa peduli dengan orang-orang penting di ruangan, dia bergegas pergi.Keluarga Adams lebih dihormati dan bergengsi dibandingkan posisi Presiden Negara.Allen sangat tidak sabar bertemu dengan putri satu-satunya yang hilang dua puluh tahun silam. Hatinya penuh kerinduan dan kegembiraan, dia segera menghubungi istrinya.Willy, yang sedang perawatan di spa kecantikan, hampir mengalami serangan jantung mendengar berita dari suaminya.Putri mereka sudah ditemukan? Gadis manisnya, putri berharga mereka yang hilang saat berusia tiga tahun, akhirnya ditemukan?Willy meneteskan air mata dan bergegas kel
Dokter aneh itu pergi dengan tergesa-gesa setelah memberitahunya berita yang mengejutkan karena panggilan operasi darurat. Putri dari keluarga Adams? Tidak mungkin dan konyol. Bagaimana dia bisa menjadi putri dari keluarga Adams yang hilang? Tentu Laura tahu tentang keluarga Adams yang bergengsi dan nomor satu di negara ini. Dia hanya mengetahui nama dan reputasi mereka, tetapi tidak mengenal orang-orang atau wajah-wajah dari keluarga Adams. Mereka adalah keluarga pengusaha dan politikus yang telah ada dari generasi pendirian negara dan sangat menjaga privasi mereka. Keluarga Samson berulang kali ingin memanjat kepada keluarga Adams, tetapi mereka berada di level yang lebih rendah dan tidak menarik perhatian keluarga itu. Samar-samar dia mengingat Lucian telah menarik perhatian salah satu dari tiga putra elite keluarga Adams dan menjalin kerjasama bisnis. Kerjasama itu membuat bisnis keluarga Wilson meroket dan semakin dihormati oleh lingkaran elite. Kakek Billy yang selalu ke
Laura mengalihkan pandangannya ke samping. Posisi ini sangat intens dan membuatnya tidak nyaman.“Mengapa kamu peduli padaku? Saat itu kamu sudah bersama Viola. Apalagi yang kamu inginkan? Aku sudah melepaskanmu agar kalian hidup bahagia. Jadi, tolong menjauhlah dari hidup—”Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena bibirnya tiba-tiba terkunci dalam ciuman panas Lucian.Matanya melebar. Dia berusaha meronta dan mendorong pria itu, namun tubuh dan bibirnya tertawan oleh pria itu, dan dia tak bisa menggerakkan tubuhnya.“Lucian...” Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena lidah pria itu menyelinap masuk ke dalam mulutnya.Ciumannya sangat intens dan panas, mencuri nafas Laura. Lidahnya menggodanya dalam mulutnya membuat sensasi geli di bawah perut Laura.Laura menggelengkan kepala menyangkal ciuman ini sangat menggairahkan. Dia menggigit bibir bawah Lucian dengan kuat, menyebabkan pria itu mendesis dan melepaskan bibirnya.Dia dengan cepat mendorong lengan Lucian.“Dasar
“Papa, kapan lagi Amel bisa ketemu Papa?” Amel menatap Lucian dengan penuh harap setelah Lucian selesai membayar makan siang mereka di kasir dan keluar dari restoran.Lucian berlutut di depan Amel dan mengusap kepalanya.“Amel bisa menghubungi Papa kapan saja. Apa Amel punya ponsel?”Amel menggelengkan kepala. “Mama nggak mengizinkan Amel pegang ponsel, nanti Amel jadi malas belajar.”“Benarkah, bagaimana ini? Kalau Amel punya ponsel, Amel bisa telepon Papa kapan saja. Bagaimana kalau telepon Papa dengan ponsel Mama?” Lucian berkata sambil melirik Laura yang berada beberapa langkah dari mereka, sedang menelepon seseorang di halaman parkir.Mata gadis kecil itu berbinar, lalu dia berlari menghampiri Laura dan menarik tangannya.“Mama, mama, mama!”Laura menunduk menatap Amel yang menarik-narik lengannya. “Ada apa, sayang?”Amel tersenyum lebar. “Boleh Amel pinjam ponsel Mama?”“Oh, tunggu sebentar, sayang.” Laura mengusap kepala Amel tanpa bertanya, lalu berbicara kembali di teleponnya
Lucian mengalihkan pandangannya dari Amel dan menatap Laura tenang.“Mama ….” Senyum lebar di wajah Amel perlahan-lahan memudar, dia memandang Laura dengan cara yang sama seperti Elina.Laura sesaat tertegun melihat ekspresi putrinya dan mengernyit. Amel terlalu peka. Dia mencoba tersenyum padanya.“Hai, sayang. Apa kamu sedang makan? Apa yang kamu makan?” Dia membungkuk dan mencium pipi putrinya.Amel menatap takut-takut. “Mama jangan marah ya. Amel cuma sekali ini makan spaghetti. Habis ini Amel nggak makan lagi ….”Hati Laura tercubit melihat tatapan cemas putrinya. Dia tersenyum lembut mengusap rambut Amel.“Nggak apa-apa, sayang. Amel bisa memakannya sekali-kali. Kalau Amel mau lagi, Mama akan bawa Amel makan spaghetti kapan-kapan.” Dia kemudian melirik Lucian tajam. “Bukankah Mama sudah bilang Amel nggak boleh menerima ajakan orang asing? Amel sudah bikin Mama khawatir.”“Tapi Papa kan bukan orang asing.” Amel mengerjap dengan polos.Laura mencoba mempertahankan senyum di wajahn
Laura baru selesai dengan laporan keuangan departemen Store dan menyerahkannya pada Anna.“Apa ini yang terakhir?” tanyanya sambil meregangkan lehernya yang pegal karena seharian menunduk mengerjakan laporan departemen Store yang menumpuk karena peralihan jabatan Direktur sebelumnya.“Ya, Direktur. Ini yang terakhirnya. Sisa laporan dari departemen lain akan diserahkan setelah jam makan siang. Ini sudah jam makan siang. Apa Anda ingin makan siang?”“Ya, aku ingin menjemput putriku dan makan siang bersamanya. Kamu boleh pergi istirahat makan siang.”“Baik Nona,” Anna menanggapi sopan dan berbalik pergi meninggalkan kantor Laura.Setelah Anna pergi, Laura meraih ponselnya dan menghubungi Elina, pengasuh Amel.“Halo Bibi, apa Amel sudah pulang sekolah?” Laura merapikan barang-barang pribadinya ke dalam tasnya dan berdiri dari kursinya.“....”"Sudah pulang? Siapa yang menjemputnya? Apa kakakku?" Langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat hendak keluar dari kantornya."Siapa kamu bilang? Luc
Halaman sekolah itu sangat ramai dengan anak-anak yang keluar dari kelas saat bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak keluar dengan seorang pengasuh atau guru berlari menghampiri orang tua mereka yang sudah menunggu, menjemput mereka.Lucian mengamati dari luar mobil sambil bersandar di mobil Bentley dengan kacamata hitam di wajahnya.Beberapa ibu muda dan guru melirik-liriknya dengan wajah tersipu. Lucian mengabaikan semua perhatian itu karena fokusnya mencari wajah putrinya di antara anak-anak TK yang pulang sekolah.Kemudian dia melihat sosok anak yang menyerupai Laura versi mini keluar dari kelas sambil menggandeng lengan pengasuhnya. Lucian merasakan kehangatan dan kerinduan di dalam hatinya saat memandang putrinya. Amel sangat menggemaskan dengan seragam biru muda dan rok hitam kotak-kotak dan bertali. Tas merah muda bergambar stroberi tersampir di punggungnya yang kecil.Wajahnya benar-benar menyerupai Laura dalam versi kecil. Sangat menggemaskan. Lucian tak bisa menahan senyu
“Apa yang harus aku lakukan sayang? Aku nggak bisa menjauh dari Jayden barang sedetik saja,” Viola bersandar dengan manja di pelukan seorang pria yang cukup tua. Dia duduk di atas pangkuannya dan memeluk lehernya.“Bersabarlah. Selama Jayden kita mendapat warisan Lucian, gak apa-apa kamu menjauh dari keluarga Wilson dan Lucian. Jangan membuat kakek tua itu marah lagi.” Philip mengelus rambut wanita itu menenangkan di atas tempat tidur. Keduanya tak mengenakan sehelai benangpun di tubuh, hanya selimut yang menutup bagian bawah mereka.Setelah diusir dari kediaman Wilson dan tidak diizinkan mendekati Lucian atau Jayden, Viola sangat frustasi dan marah. Dia mendekati satu-satunya pria yang bisa membantunya dan sekaligus ayah kandung Jayden. Mereka bertemu diam-diam di sebuah hotel.“Aku nggak bisa bersabar lagi. Aku sudah cukup marah selama tiga tahun ini dicemooh karena digantung, tanpa kepastian kapan Lucian akan menikahiku sementara Jayden tumbuh semakin besar,” ujar Viola sangat tida
“Ayah kamu sangat peduli sekali pada Jayden lebih dari ayahnya sendiri. Orang lain akan berpikir Jayden adalah putramu.”“Jayden, jangan bicara sembarangan. Itu fitnah yang kejam!” Viola yang membantah paling cepat.Philip tersentak dan membantah dengan marah. “Omong kosong apa yang kamu ucapkan! Jayden adalah cucuku, memangnya aku tidak boleh peduli padanya!”Raut wajah Seline juga terlihat jelek. “Lucian, berhati-hati dengan apa yang kamu ucapkan.”“Ibu, ayah tidak pernah peduli padaku dan tak pernah melakukan peran atau tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Aneh sekali dia terlalu peduli pada Jayden. Kamu juga orang paling mengenal ayah. Apa kamu tidak curiga?”Seline terdiam, terlihat bingung dan curiga menatap antara Philip dan Viola.Viola menangis mendengar kata-kata Lucian. “Lucian, kamu sangat keterlaluan. Apa kamu menuduhku berselingkuh dengan ayahmu? Tidak apa-apa kamu nggak mencintaiku lagi, tapi mengapa kamu merendahkan aku di depan keluargamu dan Jayden!” Dia menutup
“Lucian! Tegas sekali kamu mengatakan itu di depan Jayden!” Viola berseru terluka “Lucian, tega sekali kamu ngomong begitu di depan Jayden!” Seru Viola meraih tangan lengan Lucian. “Apa kamu nggak merasa kasihan pada Jayden!”“Benar Lucian, Nggak peduli apa, kamu nggak bisa menyangkal bahwa Jayden adalah putramu!” Kata Seline.“Lucian! Minta maaf pada Viola dan Jayden sekarang juga!” Philip memelototinya.Lucian menatap seluruh anggota keluarga Wilson tanpa ekspresi.Ini bukan pertama kalinya mereka bertengkar tentang hal ini setiap kali dia diminta kembali ke keluarga Wilson jadi dia tidak repot-repot meladeni mereka.Lucian mengalihkan pandangannya pada Kakek Billy.“Aku datang ke sini atas permintaan Kakek. Kakek, jika nggak ada yang penting dibicarakan, aku akan kembali.”Kakek Billy menghela napas.“Duduklah Lucian. Apa kalian nggak bisa berdamai? Aku nggak mau mendengar pertengkaran lagi.” Dia mendelik pada Philip.Philip mendengus. “Ayah, kamu juga harus mendidik Lucian atas ta
Mia tersedak kopinya mendengar kata-kata Laura dan menolak dengan tegas.“jangan!”Penolakannya sangat tegas dan keras hingga menarik perhatian orang-orang di sekitar.Laura dan Cassie menatapnya heran sementara Mia bersusah payah mengendalikan batuk-batuknya karena tersedak.“Apa kamu baik-baik saja?” Laura bertanya khawatir memberi tisu padanya.Mia mengangguk setelah menenangkan napasnya. Wajahnya yang cantik memerah malu. Dia mengelap mulutnya dengan tisu.“Ada apa denganmu? Kenapa sangat keras menolak tawaran Laura?” Tanya Cassie.“Aku hanya kaget.”“Kenapa?”Mia memaksakan senyum di wajahnya dan menghindari tatapan kedua temannya.Bagaimana dia tidak kaget mendengar kata-kata Laura yang ingin menitipkan kedua anaknya pada Nyonya Adams, yang merupakan nenek kandung si kembar.Identitas si kembar pasti akan langsung ketahuan jika Nyonya Adams menyadari kemiripan Alister dengan Tristan.“Siapapun akan kaget jika anak-anaknya dititipkan pada Nyonya Adams, matriarch keluarga Adams.”“