Share

17. Omongan Para Tetangga

“Sudah, Ly. Jangan didengerin,” bisik bibinya dengan suara pelan.

Lily menggeleng cepat. Telinganya bukan tidak mendengar apa yang disampaikan oleh ibu julid tadi, tetapi dia hanya ingin memastikan sekali lagi. “Bu, siapa maksudnya? Saya?”

Ibu tersebut terkekeh. “Eh. Kamu ngaku sendiri ternyata. Padahal saya belum nanyain langsung loh.”

“Udah nih. Belanjaannya jadi tiga puluh ribu.” Sang bibi memotong obrolan dengan lekas memberikan sekantong plastik berisi gula, minyak dan bubuk teh ke tangan pembelinya. Dengan begitu, orang yang memancing kemarahan Lily sudah pergi.

“Bi, jadi ini alasannya kenapa tadi kalian ngelarang aku kemari? Iya?”

Bibi menghela napa panjang lalu duduk menyandarkan punggungnya. “Biasalah, Ly. Namanya juga tetangga. Ada yang gosipin. Kamu kayak baru kenal warga di sini aja. Ada yang mulutnya baik, ada juga kayak Bu Tinah tadi.”

Mendengar penuturan barusan Lily seketika merasa bersalah. Selama satu tahun menumpang hidup di sana keluarga pamannya banyak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status