Share

Bab 3| Kehamilan Tak Diduga

“Dokter apakah aku benaran sedang hamil?”

Alessa menunggu Dokter menjawab pertanyaannya dengan cemas. Dia mengigit bibir bawahnya bahkan tak berani menatap kedua mata Dokter. Alessa sebenarnya sudah menduga hal yang terjadi padanya saat ini.

“Iya, kamu sedang hamil dua minggu,” jawab Dokter. 

Alessa merasakan dunianya hancur. Alessa tak pernah menduga jika Ia harus mengandung hasil benih Pria yang tak Ia kenali. Alessa tahu tidak ada Pria lain yang tidur bersamanya selain Pria yang sudah membelinya dalam semalam itu. Satu malam cukup membuat dunia Alessa berantakan.

“Kamu mau mengabari keluargamu?” tanya Dokter dengan lembut. 

Alessa langsung menggeleng. Keputusan Alessa untuk segera beristirahat di rumah. Dia pun keluar dari Rumah Sakit ketika hari sudah petang. Alessa juga menebus beberapa vitamin dengan uang simpanannya yang tak seberapa. Alessa memang hancur tapi Ia tak mau bayi yang dikandungnya menderita. Alessa sampai tak menyadari jika disepanjang perjalanan pulang Ia mengelus perutnya yang masih rata itu.

“Lihatlah anakmu, Mas, kenapa sih kalian jadi bebanku saja?” omel Marsella ketika Alessa baru saja tiba di rumah.

Bapak hanya duduk di depan televisi sedang menonton siaran pertandingan sepak bola. Dia bahkan tak acuh jika Alessa baru tiba. “Dikit lagi, ayo pasti bisa Arsenal!” Teriak Bapak yang sibuk meneriaki tim sepak bola kesukaannya. 

“Mana uang simpananmu?” ketus Marsella seraya mengulurkan tangannya pada Alessa. “Bapakmu tidak pernah kerja, mana mungkin aku memberi makan kalian gratis, tahu diri sudah menumpang di rumahku ... masih bagus aku mau menampung kakakku dan anaknya yang tak berguna ini,” ucap Marsella. 

Alessa sebenarnya punya sedikit uang simpanan dari sisa beasiswanya yang sebentar lagi akan berakhir. Alessa akan lulus tapi Ia tak punya tabungan karena bibinya ini. Alessa memberikan satu lembar uang lima puluh ribu pada bibinya. “Alessa cuman punya segini karena tadi harus membeli obat,” ucap Alessa.

“Segini saja!” bentak Marsella. 

Alessa mengangguk sambil menunduk. “Iya, Bi, uang Alessa tinggal sedikit,” sahut Alessa. 

Marsella mendecih tapi pergi meninggalkan Alessa. Dia menuju pintu kemudian berjalan ke luar rumah meninggalkan Alessa dengan bapaknya yang masih fokus menonton televisi itu. “Pak, Alessa mau bicara sesuatu,” ujar Alessa.

Alessa hendak mengatakan perihal kehamilannya. Alessa sedang bingung karena Ia hamil dari Pria yang menikmati satu malam bersamanya. Alessa dipaksa karena bapaknya. “Bapak tiga minggu lalu, bapak memintaku bekerja di tempat Madam Suri,” ucap Alessa. 

“Yes, menang!” Teriak Bapak mengabaikan ucapan Alessa karena berseru dengan tim sepak bola yang Ia tonton itu. 

“Bapak, Alessa hamil, Pak,” ucap Alessa.

Bapak segera menatap Alessa yang sejak tadi berdiri disebelahnya. Suara gol dari televisi seolah meredam usai anak perempuannya itu berucap. Bapak langsung memerdulikan ucapan Alessa. “Apa katamu?” tanya Bapak.

“Aku hamil Pak, tidak ada Pria lain yang bersamaku selain Tuan itu,” ulang Alessa. 

“Kau mau menuduhku karena kehamilanmu itu!” Bentak Bapak tak diduga-duga. 

Alessa menahan isak tangis yang nyaris keluar dikedua mata cokelat madunya itu. “Memang iya, Bapak menjualku para Pria kaya untuk ditiduri setelah itu aku tak pernah melakukannya dengan Pria lain.” Alessa menyahuti bentakan bapaknya itu. Alessa tak mau bapaknya menyalahkan kondisinya saat ini. 

Plak! 

Bapak melayangkan tangannya pada Alessa. “Bisa-bisanya kau malah menyalahkanku, kau pasti punya pacar kemudian menjadikan alasan Pria kaya yang membayarmu itu, bukan?” tuduh Bapak. Pria itu seolah lupa pada tindakannya sendiri yang memaksa anak perempuannya menjual diri untuk mendapatkan uang banyak dengan cara pintas. Dia mengabaikan akibat yang menimpa Alessa pada saat ini. 

“Alessa tidak melakukannya pada siapapun,” tegas Alessa.

Pertengkaran Alessa dan kakaknya itu terdengar oleh Marsella yang baru tiba dari warung. Marsella mendengar pengakuan Alessa yang tengah hamil tapi sama seperti kakaknya Marsella ikut menghakimi Alessa. “Dasar anak tidak tahu diri!” Bentak Marsella. 

“Bibi, Alessa terpaksa karena ulah Bapak juga yang menjual Alessa pada Pria itu,” tukas Alessa yang membela dirinya. Alessa rela dinodai demi bapaknya tapi dia malah disalahi. “Demi siapa juga Alessa jadi begini,” geram Alessa. Sejak lama memendam dengan sabar perasaannya tapi kehamilan yang tak direncanakan ini jadi puncak Alessa melawan Bapak dan bibinya.

“Anak ini!” bentak Marsella yang terlanjur murka. “Keluar kau dari rumahku!” usir Marsella. 

Alessa terdiam. Dia tahu tak punya tempat lain untuk bernaung. Alessa kini juga tengah hamil. “Bi, aku mohon jangan usir aku,” ucap Alessa memelas. 

Marsella semakin diselimuti amarah. Dia tak mau membiarkan Alessa masih dirumahnya karena takut jadi bahan gunjingan tetangga. “Kau harus pergi dari sini,” usir Marsella sembari menyeret Alessa keluar dari rumahnya. “Aku tak sudi menerima ejekan tetangga karena kau hamil anak haram yang tidak jelas asal-usulnya!” Marsella mendorong Alessa ke luar dari rumahnya. Dia dengan keji menutup rapat kembali rumahnya itu.

“Bi, tolong, Alessa tidak punya tempat tinggal lagi,” ucap Alessa sembari menggedor pintu rumah itu. Alessa diabaikan karena tidak ada tanda-tanda Marsella akan membukakan pintu sementara bapaknya malah bungkam tanpa membela anak perempuan satu-satunya ini.

Perasaan Alessa pilu seketika. Dia terpaksa keluar dari rumah. Alessa tidak tahu tempat untuk bernaung jadi dia hanya berjalan dipinggiran koridor dengan wajah pucat pasinya. “Kumohon, aku harus kuat,” ucap Alessa menghibur dirinya. 

Sebuah mobil aston martin merah berhenti di pinggir jalan. Pemilik mobil itu keluar dari mobil kemudian menghampiri Alessa. “Nak, kamu mau kemana?” tanya Wanita asing. Dia tiba-tiba saja menghampiri Alessa. 

Alessa menatap wanita berjas merah senada dengan mobilnya itu. Wanita paruh baya yang tampak kaya ini mengelus pundak Alessa dengan lembut. Alessa yang sedang sedih dan tak berdaya pun mengangguk.

“Aku tidak tahu harus kemana,” jawab Alessa.

“Oh malang sekali,” sahut Wanita itu berempati. “Bagaimana jika istirahat di rumah Tante?” tawar Wanita itu.

Alessa diam sejenak. Dia tak bisa menerima tawaran orang asing yang tak Ia kenal ini. Wanita itu bahkan tiba-tiba mendatanginya setelah sesaat Alessa diusir dari rumahnya. Alessa juga bimbang karena dia tak memiliki tempat untuk beristirahat dan perutnya lapar karena sejak pagi belum makan apa pun. Perut keroncongan Alessa berbunyi nyaring.

“Lihat perutmu keroncongan, ayo, Nak, kamu bisa makan di rumah Tante,” bujuk Wanita itu. 

Alessa mengangguk setuju. “Maafkan aku, Tante.” Alessa menunduk karena malu. 

Sang wanita tersenyum penuh arti ketika Alessa menyetujui ajakannya. Dia segera menggandeng lengan Alessa agar segera memasuki mobil mahalnya itu. “Robert, ayo kita pulang ke rumah,” suruh Wanita itu ketika sudah berada di dalam mobil pada supirnya.

“Baik, Nyonya,” sahut Pria itu. 

“Kita mau kemana Tante?” tanya Alessa. 

“Kita akan ke rumahku, kamu harus makan yang banyak untuk dirimu dan bayimu juga,” jawab Wanita itu.

“Bagaimana Tante tahu jika aku sedang hamil?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status