Kasih meringis pelan ketika merasakan pergelangan tangannya terasa sakit. Dia membuka matanya perlahan, pertama kali yang dia lihat adalah langit-langit kamar.Sejenak dia berpikir, mengingat kejadian tadi malam. Seingatnya, dia tengah diikat oleh Gilang, dan juga ditinggalkan oleh pria itu.Kasih memandang sekitar, saat ini dia tengah berada di kamarnya. Tadi malam Kasih sudah mencoba beberapa kali untuk melepaskan ikatan tali itu, tapi hasilnya nihil. Lalu siapa yang melakukannya? Melepaskan ikatan itu dan juga membawa dirinya ke tempat tidur?"Tidak mungkin kalau itu dia," kata wanita itu pelan.Kasih kembali memejamkan mata, hari ini dia berniat untuk bermalas-malasan, kejadian tadi malam sungguh saat menguras energi dan juga emosinya, dia akan menggunakan waktu itu untuk menstabilkan perasaannya."Sudah bangun?""Eh?"Kasih langsung terduduk, dia kaget mendengar suara berat itu.Kasih sangat hapal siapa pemilik suara itu, suara lelaki yang sudah membuatnya seperti ini.'Kenapa di
Yura melihat jam sambil mendesah berat. Sudah berada di angka 00.00 kenapa suaminya sampai saat ini belum muncul juga?"Dia itu sebenarnya pergi ke mana sih? Apa lagi di luar kota?" gumam wanita itu. "Mana udah siap-siap pakai baju seksi kayak gini. Ish! Kebiasaan deh dia tuh. Janjinya selalu molor," cebiknya.Yura menghubungi nomor Gilang. Sambungan itu terhubung, akan tetapi tak ada jawaban dari pria itu, membuatnya jengkel setengah mati."Ya Tuhan! Dia itu kenapa selalu kayak gini. Mana gairah udah di ujung tanduk. Oke, tunggu setengah jam lagi, kalau dia belum datang juga, benar-benar keterlaluan."Yura memutuskan untuk tidur, tak lupa dia menyetel alarm. Untuk jaga-jaga kalau Gilang datang.Wanita itu pun akhirnya tertidur pulas. Tak terasa sudah jam 00.30 alarm itu akhirnya berbunyi, deringan itu sungguh memekakkan di telinga Yura, membuat wanita itu mendengkus keras.Dengan mata terpejam dia menonaktifkan ponselnya, dia kembali melanjutkan tidurnya. Dia lupa karena sebenarnya t
[Sudah lebih dari satu Minggu kamu tidak ada mengabariku.]Kasih membaca pesan itu sambil tersenyum miris. Bukankah harusnya pria itu yang lebih dulu menghubunginya?Kasih sama sekali tidak berniat untuk membalasnya, biar saja pria itu marah. Dia sudah capek dengan keadaan yang dijalani saat ini, biarlah suaminya itu berasumsi yang tidak-tidak. Untuk apa memikirkan pria itu, sedangkan pria itu saja sama sekali tidak memikirkannya.Pesan kembali masuk, kali ini bukan dari Dani, melainkan Gilang.[Aku akan kembali ke apartemen, aku ingin menghabiskan banyak waktu denganmu. Jalan-jalan, belanja, kulineran, dan juga nonton.]Kasih memejamkan mata sejenak, sedari tadi dia merasakan kepalanya nyut-nyutan. Selain karena faktor kurang tidur, dia juga pusing dengan kedua pria itu.[Ya, terserah kamu saja.]Kasih membalas pesan itu. Tak lama Gilang kembali membalasnya.[I Love You.]Kasih tak berniat membalasnya, dan lagi-lagi chat dari Gilang kembali masuk.[Dengan tubuhmu.]Kasih tertawa sumb
"Gimana? Puas?"Kasih memejamkan matanya, napasnya tampak tak beraturan, senyuman tipis muncul di bibirnya. Baru kali ini Gilang melihat senyuman itu ketika mereka habis bercinta.Jantung Gilang berdegup begitu keras ketika melihatnya. "Terima kasih," kata wanita itu lirih."Aku bahagia," imbuh Gilang.Perlahan mata Kasih terbuka, dia menatap Gilang dengan heran."Kenapa?""Kamu. Baru kali ini aku melihat kamu begitu puas dengan permainanku."Kasih tak menjawab, lagi-lagi hanya senyuman yang ia berikan untuk Gilang."Untuk kali ini aku begitu menikmatinya, terima kasih karena sudah berhasil membuatku melupakan beban yang aku pikul. Sebenarnya aku selalu menikmati permainanmu, tapi ... untuk kali ini beda."Gilang mengangguk. "Aku juga merasakannya. Apa sekarang kamu sudah mulai menerima keberadaanku?"Dahi Kasih berkerut. "Apa maksudmu?" tanyanya tak paham.Gilang tertawa pelan. "Aku tahu selama ini kamu mau bercinta denganku karena hanya perihal kontrak itu. Kamu tidak benar-benar m
Malam itu turun hujan begitu derasnya, sama halnya perasaan Gilang yang dia alami saat ini. Hatinya terasa tak karuan ketika mengingat percakapannya dengan Kasih.Ada perasaan sesal karena pertemuan itu. Tidak, dia bukan menyesal bertemu dengan wanita yang bernama Kasih, yang dia sesali kenapa baru sekarang bertemu dengan wanita itu? Kenapa tidak dari dulu saja, sebelum dia mengenal Yura?Takdir? Iya, Gilang mempercayai hal itu, dan yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah mau dibawa ke mana hubungan gelap ini. Gilang tahu kalau di setiap pertemuan pasti ada perpisahan, tapi jujur saja, pria itu tidak terima. Dia tidak tahu yang dia rasakan itu sebuah perasaan cinta atau hanya obsesi saja.Gilang menatap rintik hujan itu dengan perasaan gamang. Tak lupa juga ada sebatang rokok terselip di sela bibirnya, dia tersenyum miris. Dengan adanya rokok menandakan jika hatinya sedang kacau."Anak?" gumam pria itu sambil tertawa pelan. "Dari dulu aku selalu mengharapkan kehadirannya, tapi yang
"Dia ngomong kayak gitu sama kamu?"Kasih menjawab dengan anggukan saja, rasanya lelah dengan tingkah Gilang yang selalu berbeda-beda setiap harinya. Menurut Kasih, Gilang itu mempunyai kepribadian ganda, atau bisa jadi lebih."Terus kamu jawab apa?" tanya Diana lagi.Kasih menghela napas berat. "Aku diam aja, lagian kalau pun aku setuju, hal itu juga nggak akan mungkin terjadi," lirih wanita itu.Mata Diana menyipit. "Kenapa bisa begitu?""Ya, karena aku nggak bisa hamil.""Mandul maksud kamu?""Bisa dikatakan seperti itu." Kasih mengiyakan ucapan Diana."Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu? Apa kamu sudah cek sendiri ke dokter, dan apa dokter sendiri yang bicara seperti itu?" tanya Diana beruntun.Kasih menggeleng, membuat Diana menggebrak meja itu dengan kasar."Kalau belum cek ke dokter, kenapa kamu bisa bilang kalau kamu itu mandul?" tanyanya dengan suara nyaring, dia tak peduli kalau saat ini tengah menjadi bahan tontonan banyak orang."Aku sudah lama menikah, nyatanya tid
"Kamu tidak ada niatan untuk pergi?" tanya Gilang sinis."Aku yang pertama kali di sini bersama Kasih, jadi untuk apa aku pergi?" tanya Diana yang tak kalah sinisnya."Apa kamu bersedia melihat keromantisan kami di sini? Memangnya kuat?" ledek Gilang lagi."Selagi kalian nggak ngewe di sini, aku pasti kuat."Gilang manggut-manggut. "Maksud kamu, kamu mau ikutan join kalau aku sedang bercinta dengan Kasih? Apa kamu penasaran dengan keperkasaanku?"Wajah Diana tampak begitu memerah. Sialnya dia tidak bisa membalas ucapan Gilang, yang ada dia malu sendiri."Sayangnya aku tidak mau. Cukup Kasih aja yang jadi partnerku," lanjut pria itu dengan senyuman sinis."Kasih, sebaiknya aku pergi. Aku tunggu kamu di parkiran," sela Diana cepat. Dia melirik Gilang dengan sinis."Nggak perlu, biar dia pulang sama aku. Sekalian mau berbagi tubuh."Diana cepat-cepat pergi dari sana, dia tidak tahan dengan ucapan Gilang yang begitu vulgar.Memang itu tujuan Gilang, membuat wanita parasit itu pergi. Setel
"Kamu menolakku?"Kasih menggeleng. "Sedari awal hubungan kita itu udah salah. Mau dimulai dari awal juga tetap salah," terang Kasih."Terus kamu maunya kita kayak gini terus, gitu?""Nggak, tetap seperti perjanjian semula. Semua akan berakhir dalam waktu enam bulan. Tidak usah diubah-ubah."Gilang menggeram kesal. Kasih memang keras kepala, sangat sulit untuk dibujuk. Padahal apa susahnya mengiyakan permintaannya, toh mereka juga sama-sama korban dari pasangan mereka."Kamu beneran nggak mau?" tanya Gilang memastikan."Kita udah punya pasangan masing-masing, Gilang. Apa jawaban itu masih perlu aku katakan?""Tapi kamu tahu sendiri kalau suami kamu di luar sana berselingkuh, pun sama halnya dengan istriku."Kasih mengangguk. "Aku memang mengatakan suamiku selingkuh, tapi aku belum menemukan buktinya, aku rasa itu belum cukup. Kalau kamu? Apa udah punya bukti kalau istri kamu selingkuh?" tanya Kasih, wanita itu menatap tajam ke arah Gilang."Kalau selingkuh nggak perlu pakai bukti juga