Beranda / Romansa / Partner di Atas Ranjang / Penawaran Kerja Sama

Share

Penawaran Kerja Sama

Penulis: Nona Ekha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-10 23:33:45

Kasih memberontak, sekuat tenaga dia mendorong tubuh pria itu, tapi tetap saja hasilnya nihil.

"Kautahu, Kasih, semakin kamu memberontak, jiwa kelakianku semakin menjadi-jadi, semakin bergairah. Atau ... kamu sudah tidak sabar untuk memulainya, hem?" tanya pria itu dengan suara serak.

"A--aku mohon, tolong lepaskan aku," rintih wanita itu.

"Bagaimana? Melepaskan? Kamu gila, mana mungkin aku melepaskan begitu saja. Asal kamu tahu, uangku sudah melayang banyak," kata pria itu disertai kekehan halus.

"Aku janji, aku akan mengembalikan uang itu padamu, iya ... aku janji."

Pria itu tak mendengar ucapan Kasih, matanya malah tertuju pada bibir wanita itu. Rasanya tidak sabar untuk mengecupnya.

Kepala pria itu akhirnya mendekat, semakin dekat, sampai akhirnya kini bibir mereka saling bersentuhan.

Kasih mencoba untuk menggelengkan kepalanya agar tautan bibir itu terlepas, hal itu membuat pria itu menggeram kesal.

Pria itu menarik tengkuk Kasih, lalu menciumnya begitu agresif.

"Jangan--"

Pria itu tak peduli dengan berontakan Kasih, dia menyapu bibir Kasih yang setengah terbuka, mustahil jika Kasih bisa melawan serangan gencar itu. Ciuman itu cepat dan kuat, memaksa bibir Kasih menyambut serbuan lidahnya.

Pria itu tersenyum menyeringai ketika Kasih tidak lagi menolaknya, dia merasa jika Kasih juga ikut menikmatinya.

Pria itu mengangkat wajahnya, menatap Kasih dengan pandangan sayu.

"Aku tahu, bibir ini sepertinya membutuhkan ciuman, bukan begitu?"

Kasih tak menjawab, wanita itu malah membuang pandangannya ke sembarang arah. Kasih meyakinkan diri bahwa dia menolak sentuhan-sentuhan lembut dari pria itu, sayangnya dia gagal. Kasih berbohong pada dirinya sendiri. Nyatanya, wanita itu pun merasakan hal yang sama. Mereka saling merasakan gairah yang begitu membara.

"Tolong lepaskan aku," pinta Kasih.

Pria itu tertawa keras. "Hei, wajahmu sudah memerah, dan ingin yang lebih dari sekadar ciuman. Untuk apa kamu membohongi diri kamu sendiri, Kasih. Kita sudah dewasa, tidak perlu malu-malu lagi. Aku tahu kamu juga membutuhkan pelepasan, kan?"

Kasih bangkit dari ranjang itu, dia menatap pria itu dengan nyalang.

"Jangan mentang-mentang Anda orang kaya, seenaknya saja menghina orang susah seperti saya. Saya memang tidak mempunyai apa-apa, tapi jangan pernah Anda berpikir jika saya akan tertarik tidur dengan Anda. Perlu Anda ketahui, saya sudah menikah, saya telah memiliki suami, jika Anda ingin melampiaskan nafsu, silakan cari wanita lain. Permisi," ucap Kasih, wanita itu berjalan mendekat ke arah pintu.

Kasih menggeram kesal ketika kenop pintu itu tak bisa dibuka, ternyata pintu itu sudah dikunci oleh pria itu.

"Tolong bukakan pintunya, saya ingin pulang." Kasih berkata dengan suara tegas.

Bukannya mengikuti perintah Kasih, pria itu malah menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, tidur terlentang sambil menatap Kasih dengan tatapan dingin.

"Yakin ingin pulang?" tanya pria itu.

"Ya," sahut Kasih singkat.

"Baiklah, kuncinya ada di atas meja, silakan pergi dari sini."

Mata Kasih mengedar, dan ucapan pria itu ternyata benar, tanpa berpikir lama Kasih mengambil kunci itu, dia cepat-cepat memasukkan kunci itu, dan tersenyum lega karena pintunya berhasil dibuka.

Namun, ketika Kasih ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja dia mendengar ucapan pria itu yang membuatnya mengurungkan niatnya.

"Kamu tidak memikirkan bagaimana nasib ibumu, Kasih?"

Kasih kembali menghampiri pria itu. "Apa maksudmu?"

"Sebelum temanmu menjualmu kepadaku, aku sudah mencari tahu tentang siapa dirimu, di mana dirimu tinggal, dan seluk-beluk keluargamu," jelas pria itu, saat ini dia sudah terduduk sambil menatap Kasih dengan senyuman menyeringai.

"Temanku tidak mungkin menjualku, dia sangat baik padaku, jadi jangan pernah fitnah dia seperti itu!" bantah Kasih tak terima.

"Dia tidak sebaik yang kamu kira, kamu pikir dengan dia selalu meminjamkan kamu uang, itu sudah kamu anggap baik? Tidak, pikiranmu terlalu polos, Kasih. Dia itu menjebakmu."

Kasih terus menggeleng, tak percaya dengan ucapan pria itu.

Kasih memutar tubuhnya, membelakangi pria itu, lalu kembali berjalan ke arah pintu.

"Aku tahu saat ini kamu sedang membutuhkan banyak uang, karena ibumu sakit, bukankah begitu? Dan juga, suami kamu yang kamu bangga-banggakan itu tidak pernah mengirimi uang. Ah, sungguh miris sekali hidupmu."

"Sebenarnya apa yang kamu mau?" tanya Kasih sambil mengepalkan tangannya.

"Mari kita bekerja sama."

Kasih mengerutkan keningnya, kemudian tertawa sinis.

"Bekerja sama? Lelucon macam apa ini, bukankah kamu orang kaya? Salah besar jika kamu mengajakku bekerja sama."

"Sangat penting, dan aku yakin kalau kerjasama ini saling menguntungkan," kata pria itu serius.

"Oh, ya. Apa itu?" tanya Kasih dengan tangan melipat di depan dada.

"Kamu butuh uang, kan?"

"Ya, semua orang membutuhkan uang," sahut Kasih cepat. "Hanya orang munafik yang bicara tidak butuh."

Pria itu mengangguk. "Sebelumnya, perkenalkan dulu, nama aku Gilang Jafran," ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya di depan Kasih.

Kasih tak menerima uluran tangan itu, dia hanya melihat sebentar, setelah itu membuang pandangannya ke sembarang arah.

Gilang tersenyum sinis.

'Tak apa, sebentar lagi akan aku pastikan, kamu akan berada di bawah kungkunganku, kita lihat saja nanti,' batin pria itu.

"Langsung to the poin saja, sebenarnya apa yang kamu mau," sela Kasih. Sepertinya wanita itu tidak ingin berlama-lama berada di tempat itu, apalagi jika berduaan dengan pria asing.

"Partner di atas ranjang."

Mata Kasih membulat, dia menatap Gilang dengan tatapan mematikan.

"Apa kamu bilang?!" tanya wanita itu dengan suara yang cukup nyaring.

"Ya, aku rasa telinga kamu tidak salah dengar. Dan ya, aku menawarkan kerja sama itu, gimana? Sebuah tawaran yang menarik, bukan?"

Kasih menggeleng tak percaya, kentara sekali jika wanita itu tengah menahan emosi.

"Dengar, aku memang membutuhkan uang, tapi untuk jadi jalangmu, maaf, aku tidak sudi. Permisi," ujar Kasih dengan sengit.

Selepas mengatakan hal seperti itu, Kasih membalikkan badannya, lalu melangkah cepat menuju pintu.

Sungguh menyesal karena sudah berlama-lama berada di tempat seperti ini.

"Ingat! Kamu sangat membutuhkan uang, ibumu yang saat ini berada di rumah sakit, dan pihak rumah sakit tidak ingin menanganinya karena kamu belum membayarnya. Oh, Tuhan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang ibumu dera."

Kasih kembali menghentikan langkahnya, tiba-tiba saja wajah kesakitan ibunya terbayang jelas di kepalanya.

Tanpa sadar Kasih mengepalkan tangannya. Tidak! Dia tidak mau melihat ibunya menderita lagi, tapi di sisi lain juga dia tidak mau dengan tawaran yang Gilang berikan. Perlu digaris bawahi, Kasih sudah mempunyai suami, tidak mungkin jika dia berkhianat.

Mereka berdua sudah saling berjanji, tidak akan membuka pintu untuk orang ketiga.

"Aku hanya memberikan satu kesempatan padamu, Kasih. Sekali lagi aku bertanya, apakah kamu mau melakukan kerja sama ini? Kamu mendapatkan uangku, dan aku mendapatkan tubuhmu. Apa pun yang kamu inginkan selalu terpenuhi. Kamu ingin membeli rumah, mobil, membahagiakan ibumu, semuanya bisa. Semua keputusan ada di tanganmu, jika kamu memilih untuk pergi, maka kesempatan itu sudah tidak ada."

Ucapan Gilang sungguh membuat Kasih bimbang, selama ini dia memang berniat ingin membahagiakan ibunya, dengan cara membelikan rumah, tapi apalah daya. Semua hanya angan belaka.

Dan ketika mendapat tawaran seperti itu, apakah Kasih yakin akan melepaskannya begitu saja?

"Berapa?" tanya wanita itu lirih.

Gilang tersenyum menyeringai. "Apa?"

"Kerja samanya berapa lama?"

"Tunggu! Apakah ini sebuah persetujuan?"

"Ya, bisa dibilang begitu. Aku terima tawaran itu."

"Kamu yakin dengan jawabanmu? Jika sudah masuk ke dalam genggamanku, sulit sekali untuk lepas. Sekali lagi aku bertanya, apakah kamu yakin?"

Kasih tahu, jika ucapan Gilang sebuah ancaman, tapi sialnya kepalanya mengangguk begitu saja tanpa berpikir panjang.

"Baiklah, aku akan membuatkan surat perjanjian di antara kita, takut kalau suatu saat nanti kamu akan berubah pikiran, lebih tepatnya tidak konsisten dengan kerjasama ini," ucap Gilang sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Aku rasa tidak perlu."

"No! Ini sangat perlu. Kita tidak tahu masalah apa yang akan terjadi ke depannya, bukan?"

"Aku tanya, kerja sama ini berlangsung berapa hari?" tanya Kasih mengalihkan pembicaraan.

"Hari? Apakah aku tidak salah dengar? Dengar, Kasih. Paling cepat 6 bulan, paham?"

"Hah, 6 bulan? Kamu gila, ya?!" tanya Kasih dengan mata terbelalak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Mini Tari
lanjut kak
goodnovel comment avatar
Haniubay
paling cepat 6 bulan kalo cocok dan saling jatuh cinta jadi seumur hidup ......
goodnovel comment avatar
Pitri Wahyuni
lakuin aja lah...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Partner di Atas Ranjang   Perihal Burung

    Tidak ada yang paling membahagiakan menurut Gilang selain menikah dengan orang yang dia cintai.Wanita yang selama ini dia tunggu-tunggu kehadirannya akhirnya sudah berada digenggamannya untuk selamanya.Kebahagiaan Gilang terasa sangat lengkap karena kedua anak yang lahir dari perut Kasih, wanita yang dicintainya.Ya, bukankah pria itu dari dulu sangat menginginkan hal itu? Mungkin dulunya Kasih menganggap jika omongan Gilang hanya candaan belaka, tapi tidak menurut Gilang, pria itu benar-benar sangat serius mengatakannya.Dulu, hubungan mereka sangatlah salah, tidak pantas ditiru untuk siapapun. Sebatas partner di atas ranjang, karena dia begitu kesepian, dan dia memanfaatkan Kasih karena wanita itu sangat membutuhkan bantuan.Gilang menggeleng seraya tersenyum kecil ketika mengingat awal pertemuan mereka yang menurut pria itu sangat berkesan."Ngapain senyum-senyum sendiri? Hayo, pasti lagi mikirin sesuatu," celetuk Kasih. Wanita itu menatap suaminya penuh curiga."Iya nih, tahu aj

  • Partner di Atas Ranjang   Permainan yang Sesungguhnya Pun dimulai

    "Selamat ya, akhirnya hari-hari yang kalian tunggu tiba juga," celetuk Fandi seraya menyalami Gilang."Makasih, Bro. Kalau bukan karena kamu, pasti hari ini nggak akan terjadi," ucap Gilang dengan suara tulus.Fandi tertawa kecil. "Habisnya aku greget banget sama hubungan kalian berdua. Sama-sama mau tapi gengsinya gede banget. Wanita itu memang harus digertak, kalau nggak digituin nanti malah teus mengulur waktu. Dan ya ... rencanaku berhasil, kan. Pada dasarnya itu Kasih cinta sama kamu, terlihat begitu jelas dengan tatapan matanya. Cuma ya seperti tadi yang aku bilang, gengsinya wanita itu besar. Yang dia mau lelaki harus berusaha sekuat mungkin berjuang buat meyakinkan dia, kalau sudah dirasa cukup barulah dia nerima kamu. Pikiran wanita itu gampang ditebak," celoteh Fandi panjang lebar."Ya, ya, ya. Terserah kamu bilang apa, intinya aku berterima kasih karena pada akhirnya kami sudah menikah, itu semua berkat kamu."Fandi menepuk pundak Gilang dengan pelan. "Sama-sama, tapi aku y

  • Partner di Atas Ranjang   Sama-sama Janji

    "Apa kamu menyesal karena sudah melakukan kesalahan fatal, Dina?" tanya Bima sinis.Wanita itu tak berani menatap calon suaminya itu, dia benar-benar begitu malu.Karena melihat Dina diam saja, Bima pun duduk di hadapan wanita itu, pria itu menghela napas berat."Sejujurnya aku nggak mau lihat kamu seperti ini, tapi ... kamu memang pantas dihukum seperti ini, karena kesalahanmu itu. Apa sampai saat ini kamu belum menyadari kesalahanmu itu? Apa sampai saat ini kamu masih menyalahkan aku dan Kasih karena kami dekat? Dan masih benci dengan Bastian yang jelas-jelas anak itu tidak memiliki kesalahan apapun? Apa kamu masih mempertahankan egomu itu, Dina?" tanya Bima secara beruntun.Tak lama setelah itu, terdengar suara isak tangis dari wanita itu. Sejujurnya Bima tak tega mendengarnya, ingin sekali memeluk wanita itu, tapi mati-matian ia tahan, dia ingin kalau Dina menyadari kesalahannya."Aku ... aku sangat menyesal, Mas. Aku menyesal. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, aku nggak

  • Partner di Atas Ranjang   Disamakan Seperti Kucing?

    Gilang tersenyum puas karena pada akhirnya Tiara sudah masuk ke dalam penjara. Untuk sebagai bukti yang akan dia tujukan pada calon istrinya itu, Kasih, jadi dia mengambil foto Tiara ketika sedang di dalam penjara."Gimana? Enak, kan, rasanya hidup di sini. Makan gratis, nggak ngapa-ngapain lagi, harusnya kamu berterima kasih sama aku," kata pria itu dengan bangga.Tiara menggerakkan giginya. Rasa amarah dan juga malu menjadi satu.Niatnya ingin memiliki pria itu, malah berakhir seperti ini. Sungguh mengenaskan."Saya mohon, Pak. Tolong bebaskan saya dari sini," mohon wanita itu."Gimana? Kamu minta untuk dibebaskan? Bukannya di sini tempatnya sungguh nyaman?" Lagi-lagi Gilang mengejek wanita itu."Saya tidak mau tinggal di sini, Pak. Tolong keluarkan saya dari penjara ini, Pak. Saya janji akan menuruti semua perintah Anda kalau Anda mau mengeluarkan saya dari sini." Lagi-lagi Tiara memohon ampun.Wanita itu sangat menyesal karena sudah masuk ke dalam kehidupan pria itu. Sungguh, keja

  • Partner di Atas Ranjang   Tubuhmu itu Canduku

    "Aku sudah menuruti semua keinginanmu, sekarang giliran aku menagih janjimu.""Janji? Emangnya aku punya janji sama kamu?" tanya Kasih heran."Oh, jadi kamu mau melupakan hal itu?""Aku serius!" bantah Kasih."Bukankah kamu yang bilang sendiri kalau aku sudah berhasil memecahkan kasus siapa yang menabrak Bastian, kamu mau menikah denganku? Apa kamu mencoba untuk ingkar janji?" tanya Gilang dengan sorot mata tajam."Oh, yang itu. Aku kira apaan. Masih ada satu lagi yang belum kamu selesaikan.""Mencoba cari alasan lagi?"Kasih menggeleng. "Aku sama sekali nggak cari alasan," bantah wanita itu dengan mata melotot."Ya sudah, katakan saja. Aku harap ini yang terakhir kalinya kamu mencari alasan. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya ngeles, kamu harus menikah denganku secepatnya.""Kenapa harus terburu-buru?" tanya Kasih dengan senyum remeh."Serius kamu bertanya seperti itu? Baiklah, aku akan menjawabnya dengan sejujur-jujurnya. Apa lagi kalau tidak merindukan tubuhmu. Tubuhmu itu ca

  • Partner di Atas Ranjang   Nabung Bayi Dulu

    "Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kasih heran. Bima menghela napas berat, dia melirik ke arah Gilang yang saat ini tengah duduk anteng di dekat Kasih. Tatapan mereka berdua bertemu, Bima memberi kode pada Gilang agar pria itu pergi dari situ, karena Bima ingin berbicara berdua saja dengan Kasih. Sayangnya yang diberi kode sama sekali tak mengerti, lebih tepatnya Gilang pura-pura tidak tahu apa maksud Bima, pria itu malah melengos. "Bim?" panggil Kasih heran karena melihat pria itu tampak diam saja. "Tadi katanya mau ngomong, kok malah diam aja?" "Bisakah hanya kita berdua saja di sini, nggak lama kok," pinta Bima. Gilang mendelik kesal ketika mendengar Bima berbicara seperti itu. Tidak cukup jelaskah kalau tadi Gilang menolak usiran dari pria itu melalui tatapannya? Lantas kenapa harus diperjelas lagi? "Kalian ngobrol aja, anggap aja aku nggak ada di sini. Aku nggak bakalan dengar pembicaraan kalian berdua kok," kata Gilang dengan suara tenang. "Gilang, biarkan kami berdua

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status