Share

Penawaran Kerja Sama

Kasih memberontak, sekuat tenaga dia mendorong tubuh pria itu, tapi tetap saja hasilnya nihil.

"Kautahu, Kasih, semakin kamu memberontak, jiwa kelakianku semakin menjadi-jadi, semakin bergairah. Atau ... kamu sudah tidak sabar untuk memulainya, hem?" tanya pria itu dengan suara serak.

"A--aku mohon, tolong lepaskan aku," rintih wanita itu.

"Bagaimana? Melepaskan? Kamu gila, mana mungkin aku melepaskan begitu saja. Asal kamu tahu, uangku sudah melayang banyak," kata pria itu disertai kekehan halus.

"Aku janji, aku akan mengembalikan uang itu padamu, iya ... aku janji."

Pria itu tak mendengar ucapan Kasih, matanya malah tertuju pada bibir wanita itu. Rasanya tidak sabar untuk mengecupnya.

Kepala pria itu akhirnya mendekat, semakin dekat, sampai akhirnya kini bibir mereka saling bersentuhan.

Kasih mencoba untuk menggelengkan kepalanya agar tautan bibir itu terlepas, hal itu membuat pria itu menggeram kesal.

Pria itu menarik tengkuk Kasih, lalu menciumnya begitu agresif.

"Jangan--"

Pria itu tak peduli dengan berontakan Kasih, dia menyapu bibir Kasih yang setengah terbuka, mustahil jika Kasih bisa melawan serangan gencar itu. Ciuman itu cepat dan kuat, memaksa bibir Kasih menyambut serbuan lidahnya.

Pria itu tersenyum menyeringai ketika Kasih tidak lagi menolaknya, dia merasa jika Kasih juga ikut menikmatinya.

Pria itu mengangkat wajahnya, menatap Kasih dengan pandangan sayu.

"Aku tahu, bibir ini sepertinya membutuhkan ciuman, bukan begitu?"

Kasih tak menjawab, wanita itu malah membuang pandangannya ke sembarang arah. Kasih meyakinkan diri bahwa dia menolak sentuhan-sentuhan lembut dari pria itu, sayangnya dia gagal. Kasih berbohong pada dirinya sendiri. Nyatanya, wanita itu pun merasakan hal yang sama. Mereka saling merasakan gairah yang begitu membara.

"Tolong lepaskan aku," pinta Kasih.

Pria itu tertawa keras. "Hei, wajahmu sudah memerah, dan ingin yang lebih dari sekadar ciuman. Untuk apa kamu membohongi diri kamu sendiri, Kasih. Kita sudah dewasa, tidak perlu malu-malu lagi. Aku tahu kamu juga membutuhkan pelepasan, kan?"

Kasih bangkit dari ranjang itu, dia menatap pria itu dengan nyalang.

"Jangan mentang-mentang Anda orang kaya, seenaknya saja menghina orang susah seperti saya. Saya memang tidak mempunyai apa-apa, tapi jangan pernah Anda berpikir jika saya akan tertarik tidur dengan Anda. Perlu Anda ketahui, saya sudah menikah, saya telah memiliki suami, jika Anda ingin melampiaskan nafsu, silakan cari wanita lain. Permisi," ucap Kasih, wanita itu berjalan mendekat ke arah pintu.

Kasih menggeram kesal ketika kenop pintu itu tak bisa dibuka, ternyata pintu itu sudah dikunci oleh pria itu.

"Tolong bukakan pintunya, saya ingin pulang." Kasih berkata dengan suara tegas.

Bukannya mengikuti perintah Kasih, pria itu malah menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, tidur terlentang sambil menatap Kasih dengan tatapan dingin.

"Yakin ingin pulang?" tanya pria itu.

"Ya," sahut Kasih singkat.

"Baiklah, kuncinya ada di atas meja, silakan pergi dari sini."

Mata Kasih mengedar, dan ucapan pria itu ternyata benar, tanpa berpikir lama Kasih mengambil kunci itu, dia cepat-cepat memasukkan kunci itu, dan tersenyum lega karena pintunya berhasil dibuka.

Namun, ketika Kasih ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja dia mendengar ucapan pria itu yang membuatnya mengurungkan niatnya.

"Kamu tidak memikirkan bagaimana nasib ibumu, Kasih?"

Kasih kembali menghampiri pria itu. "Apa maksudmu?"

"Sebelum temanmu menjualmu kepadaku, aku sudah mencari tahu tentang siapa dirimu, di mana dirimu tinggal, dan seluk-beluk keluargamu," jelas pria itu, saat ini dia sudah terduduk sambil menatap Kasih dengan senyuman menyeringai.

"Temanku tidak mungkin menjualku, dia sangat baik padaku, jadi jangan pernah fitnah dia seperti itu!" bantah Kasih tak terima.

"Dia tidak sebaik yang kamu kira, kamu pikir dengan dia selalu meminjamkan kamu uang, itu sudah kamu anggap baik? Tidak, pikiranmu terlalu polos, Kasih. Dia itu menjebakmu."

Kasih terus menggeleng, tak percaya dengan ucapan pria itu.

Kasih memutar tubuhnya, membelakangi pria itu, lalu kembali berjalan ke arah pintu.

"Aku tahu saat ini kamu sedang membutuhkan banyak uang, karena ibumu sakit, bukankah begitu? Dan juga, suami kamu yang kamu bangga-banggakan itu tidak pernah mengirimi uang. Ah, sungguh miris sekali hidupmu."

"Sebenarnya apa yang kamu mau?" tanya Kasih sambil mengepalkan tangannya.

"Mari kita bekerja sama."

Kasih mengerutkan keningnya, kemudian tertawa sinis.

"Bekerja sama? Lelucon macam apa ini, bukankah kamu orang kaya? Salah besar jika kamu mengajakku bekerja sama."

"Sangat penting, dan aku yakin kalau kerjasama ini saling menguntungkan," kata pria itu serius.

"Oh, ya. Apa itu?" tanya Kasih dengan tangan melipat di depan dada.

"Kamu butuh uang, kan?"

"Ya, semua orang membutuhkan uang," sahut Kasih cepat. "Hanya orang munafik yang bicara tidak butuh."

Pria itu mengangguk. "Sebelumnya, perkenalkan dulu, nama aku Gilang Jafran," ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya di depan Kasih.

Kasih tak menerima uluran tangan itu, dia hanya melihat sebentar, setelah itu membuang pandangannya ke sembarang arah.

Gilang tersenyum sinis.

'Tak apa, sebentar lagi akan aku pastikan, kamu akan berada di bawah kungkunganku, kita lihat saja nanti,' batin pria itu.

"Langsung to the poin saja, sebenarnya apa yang kamu mau," sela Kasih. Sepertinya wanita itu tidak ingin berlama-lama berada di tempat itu, apalagi jika berduaan dengan pria asing.

"Partner di atas ranjang."

Mata Kasih membulat, dia menatap Gilang dengan tatapan mematikan.

"Apa kamu bilang?!" tanya wanita itu dengan suara yang cukup nyaring.

"Ya, aku rasa telinga kamu tidak salah dengar. Dan ya, aku menawarkan kerja sama itu, gimana? Sebuah tawaran yang menarik, bukan?"

Kasih menggeleng tak percaya, kentara sekali jika wanita itu tengah menahan emosi.

"Dengar, aku memang membutuhkan uang, tapi untuk jadi jalangmu, maaf, aku tidak sudi. Permisi," ujar Kasih dengan sengit.

Selepas mengatakan hal seperti itu, Kasih membalikkan badannya, lalu melangkah cepat menuju pintu.

Sungguh menyesal karena sudah berlama-lama berada di tempat seperti ini.

"Ingat! Kamu sangat membutuhkan uang, ibumu yang saat ini berada di rumah sakit, dan pihak rumah sakit tidak ingin menanganinya karena kamu belum membayarnya. Oh, Tuhan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang ibumu dera."

Kasih kembali menghentikan langkahnya, tiba-tiba saja wajah kesakitan ibunya terbayang jelas di kepalanya.

Tanpa sadar Kasih mengepalkan tangannya. Tidak! Dia tidak mau melihat ibunya menderita lagi, tapi di sisi lain juga dia tidak mau dengan tawaran yang Gilang berikan. Perlu digaris bawahi, Kasih sudah mempunyai suami, tidak mungkin jika dia berkhianat.

Mereka berdua sudah saling berjanji, tidak akan membuka pintu untuk orang ketiga.

"Aku hanya memberikan satu kesempatan padamu, Kasih. Sekali lagi aku bertanya, apakah kamu mau melakukan kerja sama ini? Kamu mendapatkan uangku, dan aku mendapatkan tubuhmu. Apa pun yang kamu inginkan selalu terpenuhi. Kamu ingin membeli rumah, mobil, membahagiakan ibumu, semuanya bisa. Semua keputusan ada di tanganmu, jika kamu memilih untuk pergi, maka kesempatan itu sudah tidak ada."

Ucapan Gilang sungguh membuat Kasih bimbang, selama ini dia memang berniat ingin membahagiakan ibunya, dengan cara membelikan rumah, tapi apalah daya. Semua hanya angan belaka.

Dan ketika mendapat tawaran seperti itu, apakah Kasih yakin akan melepaskannya begitu saja?

"Berapa?" tanya wanita itu lirih.

Gilang tersenyum menyeringai. "Apa?"

"Kerja samanya berapa lama?"

"Tunggu! Apakah ini sebuah persetujuan?"

"Ya, bisa dibilang begitu. Aku terima tawaran itu."

"Kamu yakin dengan jawabanmu? Jika sudah masuk ke dalam genggamanku, sulit sekali untuk lepas. Sekali lagi aku bertanya, apakah kamu yakin?"

Kasih tahu, jika ucapan Gilang sebuah ancaman, tapi sialnya kepalanya mengangguk begitu saja tanpa berpikir panjang.

"Baiklah, aku akan membuatkan surat perjanjian di antara kita, takut kalau suatu saat nanti kamu akan berubah pikiran, lebih tepatnya tidak konsisten dengan kerjasama ini," ucap Gilang sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Aku rasa tidak perlu."

"No! Ini sangat perlu. Kita tidak tahu masalah apa yang akan terjadi ke depannya, bukan?"

"Aku tanya, kerja sama ini berlangsung berapa hari?" tanya Kasih mengalihkan pembicaraan.

"Hari? Apakah aku tidak salah dengar? Dengar, Kasih. Paling cepat 6 bulan, paham?"

"Hah, 6 bulan? Kamu gila, ya?!" tanya Kasih dengan mata terbelalak.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Haniubay
paling cepat 6 bulan kalo cocok dan saling jatuh cinta jadi seumur hidup ......
goodnovel comment avatar
Pitri Wahyuni
lakuin aja lah...
goodnovel comment avatar
Andi Musagani
edan, kasihan tapi apa boleh buat dia tak punya jalan keluar yang lain
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status