Share

Bab 5 - Permainan yang Berbahaya

Mysha melangkah masuk ke kantornya gontai dan menghempaskan dirinya di atas kursi kerja yang nyaman, mengistirahatkan kepala dan pundaknya yang pegal. Oh, seandainya saja ada pria tampan yang memijatnya….

Stop!

Pikiran liar membuat wanita itu mengingat kembali alasan mengapa dia tiba di kantor pagi buta, sebelum semua orang yang cukup waras bangun. Ia bahkan melihat wajah terkejut satpam ketika dia meminta kunci gedung. Ugh! Mysha tidak bisa tidur semalaman, memikirkan hal yang nyaris saja dia lakukan bersama Axel, pimpinannya. Tanpa sadar Mysha menyentuh bibirnya yang dipulas lipgloss dan pelembab, apa harusnya dia menerima saja ciuman Axel?

Tidak!

Mysha menggelengkan kepalanya keras-keras, mengusir bayangan keluar dari otak. Dia punya alasan mengapa dia harus bertahan dari pesona Axel bagaimana pun caranya, salah satunya adalah ajaran keras dari ibunya untuk menjaga harta paling berharga seorang wanita dan hal lain adalah karena dia belum pernah berciuman. Bagaimana kalau Axel tahu betapa bodohnya dia, lagipula tangannya sudah menampar Axel. Demi Tuhan, hari pertama kerja, dia sudah membuat masalah. Bagaimana kalau setelah ini ada surat pemecatan?

Beberapa kali menepuk pipi, Mysha mengingatkan dirinya kalau dia di sana untuk bekerja. Nanti sajalah dia memikirkan akibat dari perbuatannya. Dalam waktu beberapa menit, dirinya sudah berkutat dengan tumpukan kertas dan data. Ada banyak hal yang harus dipelajari sebelum dia dapat berfungsi sempurna di perusahaan besar itu.

*

Mysha merenggangkan badan dan melirik jam tangan berwarna putih dengan aksen krem yang manis. Sudah jam delapan, itu berarti lebih dari empat jam dia menelan data-data penting tentang kegiatan internal kantor mulai dari data karyawan bermasalah sampai prosedur standar operasional yang berjilid-jilid. Makin besar perusahaan, makin rumit birokrasinya.

Mysha menghela napas, harusnya sekarang para karyawan mulai masuk dan--astaga! Dia harus meletakkan hasil laporan yang diminta Axel di mejanya, laporan yang membuatnya terjebak dalam situasi semalam. Gelombang panik lain menerpa dirinya, bagaimana dia harus bersikap di depan Axel? Jangan sampai pria itu mendapat tambahan alasan untuk memecatnya. Mysha berdiri dan mondar-mandir di ruangan, hanya untuk menyadari bahwa dia sudah membuang waktunya yang berharga. Dia bisa meletakkan laporan itu di ruangan Axel, sebelum sang CEO tiba.

Segera saja, Mysha melakukan ide cemerlang dan brilian miliknya, setara dengan buah pemikiran pemenang hadiah Nobel. Bunyi heels terketuk lembut sepanjang koridor dan tak lama kemudian dia sudah berada di depan pintu kayu dengan plakat emas, Axel Delacroix. Baguslah, si sekretaris sinis itu belum muncul. Mysha segera membuka pintu dan menyadari pintunya terkunci.

Bodoh!

Mysha lagi-lagi memaki diri. Mana ada orang yang meninggalkan ruangan berisi dokumen penting terbuka?

*

Jika seseorang ditatap tajam oleh Axel, itu biasa. Jika salam resepsionis tidak dibalas, itu juga biasa. Namun, hari ini terjadi sesuatu yang membuat lobi CLD gempar. Axel, pria yang dinginnya melebihi suhu Kutub Selatan, membentak office boy yang lewat.

"Tidak punya mata?!"

Suara baritonnya menggelegar membuat beberapa karyawan yang melintas berhenti dan menoleh, mendapati seorang pemuda yang baru saja lulus sekolah menengah atas tengah berhadapan dengan sang pemangsa. Anak itu sepertinya tidak mengetahui mengapa dia menjadi sasaran amarah Axel. Dirinya hanya bisa menunduk dalam, membiarkan bosnya terus memuntahkan hinaan.

"Apa kau mau merusak setelan jas seharga lima tahun gajimu?!"

Lawan bicaranya menggeleng pelan. Axel nyaris meluapkan segala rasa frustrasinya sebelum dia menyadari dirinya menjadi pusat perhatian dan terlebih lagi, dia melihat William turun dari mobil Maserati Quattroporte hitam, membiarkan supir membawa mobil classy tersebut ke parkir VIP.

Axel hanya berdecak sambil melengos pergi, meninggalkan office boy yang ketakutan dan heran, sementara William berjalan masuk dan membalas sapaan pegawainya dengan anggukan. Berharap tidak bertemu dengan direkturnya dalam kondisi berantakan, Axel menyelinap ke dalam lift dan langsung menekan lantai tempatnya bekerja.

Di dalam lift, dia menghantam dinding besi itu geram. Pikirannya masih berputar pada kejadian kemarin malam. Semua rencananya membawa Mysha ke atas tempat tidur gagal total. Wanita itu berani menolak, menampar, dan melukai egonya! Mengingat itu, Axel kembali menghantam dinding lift sekali lagi, membiarkan rasa sakit berdenyut. Semalaman pikirannya kalut, rasa marah naik hingga ke ubun-ubun dan frustrasi membuatnya menerima ajakan tiga wanita berturut-turut demi memuaskan hasratnya.

Namun, semuanya itu justru membuat Axel makin geram karena yang dia inginkan adalah Mysha. Dia harus menyeret dan membuat wanita itu bertekuk lutut di bawah kakinya, menatap dengan tatapan memuja. Lalu ketika hal itu terjadi, dia akan menghempaskan wanita kurang ajar itu, menghancurkan dirinya hingga tak bersisa.

Sebuah seringai muncul di wajah tampannya, memikirkan rencana balas dendam berhasil membuat kemarahan surut. Axel menghela napas sambil merapikan jas dan cufflink. Ketenangannya kembali dan pikirannya mulai bergerak mencari cara agar Mysha takluk. Ingat, dia adalah Axel Delacroix, tidak ada seorang wanita pun yang tahan dengan pesonanya.

Sebuah denting lembut memberi tahu bahwa Axel sudah tiba di lantai yang dituju. Dia menunggu pintu terbuka sempurna sebelum melangkah keluar. Hari ini akan ada meeting penting dengan investor asal Arab, deal yang tidak boleh dilewatkan dan Axel harus tampil prima untuk meyakinkan para penguasa minyak itu bahwa CLD adalah perusahaan yang tepat untuk membiakkan uang mereka.

Langkahnya membelok dan tiba-tiba saja pemandangan di depan membuatnya kaku. Mysha, sedang berdiri membelakanginya, berusaha membuka pintu yang terkunci. Kemarahan mulai naik tapi dengan cepat dia padamkan.

Ingat rencana balas dendammu!

Benar, dia tidak boleh hilang kendali. Untuk melakukan pembalasan, dia harus tenang dan berakting. Menahan ujung bibirnya dari senyuman, Axel berjalan mendekati wanita berambut perak itu perlahan, nyaris tak bersuara hingga jarak mereka sangat dekat. Axel dapat mencium parfum beraroma manis menguar dari tengkuk yang terekspos. Memabukkan. Khayalannya tiba-tiba mengembara bebas.

"Pagi-pagi sudah membongkar kantor atasanmu?" bisik Axel dekat dengan telinga yang begitu ingin digigitnya.

Wanita itu langsung berbalik dan menghadap Axel, bibir mereka nyaris bersentuhan, membuat Axel panas dingin membayangkan rasanya. Pria itu mati-matian menahan diri, mengingatkan bahwa saat ini mereka bukan berada di dalam kantornya yang aman dan ada kamera CCTV mengawasi di kanan atas. Lagipula, terlalu cepat untuk rencananya. Dia harus membuat Mysha menyerahkan diri ke dalam pelukannya, sebelum menghempaskan wanita itu.

"A-aku tidak bermaksud--" Mysha gelagapan dan Axel menyukai gesturnya, sama sekali tidak ada sisa keberanian dari orang yang menolaknya semalam. Wanita itu menghela napas untuk lebih tenang. "Saya hanya ingin menyerahkan dokumen yang Anda minta."

Ujung bibir Axel berkedut menahan senyum. Dia sengaja mencondongkan tubuhnya, menghirup lebih dalam aroma manis dan membuat Mysha mundur selangkah hingga punggungnya menabrak pintu kayu. Pria itu menikmati wajah panik Mysha ketika tubuh mereka makin dekat sebelum terdengar suara elektronik keluar dari sensor sidik jari dan kunci terbuka.

"Terima kasih." Axel menarik badannya dan mengambil map yang ada di tangan Mysha, sebelum membuka pintu dan melewati wanita itu seakan tidak terjadi apa-apa.

Tanpa menoleh ke belakang, Axel menutup pintu, meninggalkan Mysha menatapnya melongo. Sial! Bibir yang setengah terbuka itu menggodanya.

Axel menghela napas lagi. Dia akan mendapatkan General Manager-nya dalam pelukan. Permainan baru saja dimulai.

*

Mysha merasa kalau keputusannya untuk bekerja di Crown Land Developer adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Sikap Axel kepadanya barusan membuat detak jantungnya tidak terkendali. Oh ayolah! Dia baru dua hari di sini dan sudah mendapatkan perhatian yang tidak perlu. Apa ini balas dendam Axel karena kemarin malam?

Mysha lebih suka menghadapi Axel yang murka daripada tersiksa perlahan seperti ini, menahan gejolak untuk jatuh dalam dekapan kuat milik pria itu. Wanita itu mengambil napas dalam untuk mengembalikan kesadaran lalu berbalik untuk kembali ke ruangannya, merasa lebih aman di sana. Kepalanya mencatat untuk membatasi hubungan dengan CEO kecuali masalah pekerjaan. Cukup sudah jantungnya bekerja ekstra. Di sisi lain, Mysha bersyukur dia masih bisa bekerja di perusahaan multinasional seperti itu dan sepertinya Axel tidak berminat memecatnya setelah kelancangannya semalam. Wanita itu merasa, dia akan melakukan sesuatu yang lebih .... Bulu kuduk Mysha berdiri.

Ah, sudahlah. Mysha berusaha menghibur diri, yang penting saat ini dia masih bisa bekerja. Wanita itu kembali menenggelamkan dirinya ke dalam dokumen dan surat yang harus diperiksa hingga pintu ruangannya diketuk lembut, membuatnya sadar bahwa sudah waktunya makan siang.

"Masuk," ucapnya, mengangkat kepala dari tumpukan binder, sambil bertanya-tanya siapa yang datang.

"Halo." Sesosok pria berkacamata muncul di baliknya. Senyum hangatnya seketika membuat Mysha meleleh.

"Michael?!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yeni Rosdiani
setelan jas seharga Lima tahun gaji.!?!?!? miris anjir....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status