Dulu, menjadi pengantin Hores adalah dambaan Avanthe paling nyata. Dia selalu berharap akan mengenakan gaun pernikahan yang indah, melangsungkan sebuah ikatan secara resmi di istana. Menikmati masa – masa paling mengesankan lewat peristiwa melegakan.
Namun, sekarang, setelah pernikahan, setelah Hores memanfaatkan keberadaan ayahnya untuk mengikat mereka ke dalam hubungan yang utuh. Avanthe merasakan jantungnya berdebar keras. Dia melihat para prajurit membawa Ellordi yang terluka parah.Itu tidak adil. Ayahnya bahkan, dengan segala rasa tidak setuju terhadap pernikahan ini, nyatanya tidak bisa membuat sebuah keputusan mutlak. Avanthe telah terikat. Secara tidak langsung telah menyandang gelar ratu, tetapi Hores telah menjanjikan bahwa Avanthe tidak akan pernah menjadi ratu utama. Selir. Perlu garis tambahan. Dia adalah selir. Tidak akan berarti apa pun bagi sang raja; kecuali dipaksa untuk berbagi kebutuhan dan saling bergairah, ntah dia setuju atau bahkan bagian terburuknya; tak pernah mau.Avanthe tidak mengerti mengapa dia ada di sini. Di suatu tempat yang gelap dengan perasaan ragu. Hores tidak mengatakan hal terpenting yang akan mereka hadapi. Seharusnya, pria itu membebaskan ayahnya. Akan tetapi Avanthe tidak melihat prospek bagus. Pernikahan yang buruk telah mengurung dia dalam kehampaan.Berjuang untuk mencari cara. Desakan dalam diri Avanthe selalu mengingatkan. Dia menggeleng. Menahan histeria yang mulai muncul. Mencoba meraba – raba dinding yang suram, sayangnya tidak bisa menemukan jalan keluar.Kegelapan di sekitar Avanthe setara golakan paling tolol yang pernah ingin dia selamatkan. Pernikahan ini telah membuatnya mengerti; antara cinta dan akal sehat. Dia seharusnya memilih bagian terakhir. Avanthe yakin Hores memiliki pemikiran yang sama. Bayangan pria itu yang hitam perlahan mengotori benaknya.Avanthe mengerahkan seluruh tenaga mencoba menghacurkan dinding penjara. Bahkan dengan kekuatan, dia tak pernah sanggup meluluh-lantakkan apa yang telah Hores mulai.Lewat rasa cemas menggebu, beberapa kali Avanthe mengerang putus asa. Melarikan diri. Mencari keberadaan ayahnya. Hanya itu yang dia inginkan. Namun, dia bahkan tak pernah sadar bahwa setiap tindakannya mendapat kecaman tajam dari iris gelap Hores di kegelapan.Pria itu bergerak cepat. Melakukan satu tarikan menyakitkan di pangkal rambut Avanthe.Avanthe meringis.“Ingin pergi dariku?”Pertanyaan lembut Hores mengandung nada berbahaya yang membuat Avanthe ingin menatap pria itu. Dia tidak bisa. Di sini begitu ... ya, begitu diliputi badai ketegangan. Hampir semuanya adalah kekacauan. Avanthe dapat merasakan napas Hores di ceruk lehernya.“Kita sudah menikah. Kau bilang akan membebaskan ayahku.”Dia segera mengambil keputusan serius. Bertanya pada Hores. Tetapi seringai pria itu di kegelapan seperti menembus ke bahunya. “Aku memang datang untuk memberitahumu tentang hal itu. Ayahmu akan segera bebas, ingin melihatnya?” Mulut Hores sengaja mengatakan lebih dekat di kulit tubuh Avanthe.Kata – kata dan nada suara Hores memunculkan reaksi panas menjalar dalam diri Avanthe. Dia ingin. Sangat ingin bertemu ayahnya.“Bawa aku bertemu ayahku,” ucap Avanthe setelah usaha membebaskan diri dari cengkeraman Hores. Pria itu akhirnya mundur. Bertepatan dengan tindakan tersebut kegelapan yang Avanthe rasakan mendadak sedikit diliputi cahaya temaram.“Kau akan segera bertemu dengannya setelah menuliskan pesan untuk disampaikan ke Kerajaan Ossoron bahwa kau sudah menjadi bagian kerajaan bawah, dan akan tinggal di sini selamanya.”Sesuatu yang tidak biasa bergumul hebat. Mata Avanthe memejam mempertimbangkan satu kelicikan Hores. Taruhannya terlalu besar jika dia mau melakukan semua itu. Avanthe menggeleng. Pada akhirnya memusatkan perhatian menatap wajah dingin Hores.“Aku tidak bisa,” sergah Avanthe lambat. Berusaha menenangkan tubuhnya yang gemetar.“Kau bisa, dan kau akan melakukannya.”Ungkapan Hores bersikeras memercik satu golakan dashyat di benak Avanthe. Dia segera melangkah mundur. “Tidak. Aku tidak mau melakukan itu. Aku akan melawanmu.”“Dengan apa?”Serangan pertanyaan Hores seketika membuat keberanian Avanthe tumpul. Dia harus ingat sedang berada di bawah kekuasaan pria itu. Kekuatan yang dia miliki tak ada apa – apanya, terutama jika merasakan keselamatan Ellordi ada di tangan Hores.Avanthe menelan ludah kesulitan. “Dengan apa pun yang bisa kulakukan.”Itu yang terucap. Avanthe mendapati Hores menyeringai sinis.“Terserah.”Tampaknya Hores tak mencoba mengungkapkan sikap waspada. Melawan upaya lemah Avanthe untuk membebaskan diri seperti bukan sesuatu yang penting bagi Hores. Pria itu mempunyai segala tujuan sekadar memberi Avanthe peringatan.“Kau tinggal membuat keputusanmu.” Hores mencibir. “Melihat ayahmu bebas hari ini, atau tidak pernah.” Kemudian menambahkan dengan skeptis.Avanthe segera mengetahui bahwa sampai ke mana pun dia tak akan memiliki pilihan. Kebutuhan nalurinya mendadak menjadi sangat buruk. Avanthe menunduk sebentar. Sesuatu terlihat lebih nyata ketika, ntah bagaimana tiba – tiba Hores mendatangkan ayahnya lengkap dengan sebuah kulit lembu yang tergulung seperti kertas.Hores melangkah maju. Sengaja melukai ujung jari Avanthe hingga darah murni menetes perlahan.“Segera tuliskan sesuatu di sana.”Nada dingin kentara meliputi suara pria itu. Beberapa saat Avanthe mencoba mempertimbangkan. Dia menatap ke arah ayahnya. Ntah sudah kali ke berapa Hores melakukan serangan brutal. Itu terasa benar – benar menyakitkan harus melihat Ellordi terluka parah.Dengan tekad mengecewakan. Avanthe segera menerima kulit lembu untuk kemudian menuliskan sesuatu dengan darahnya.“Aku harap kau tidak mengatakan kebenaran pada Raja Osso. Aku akan membaca pesan-mu sebelum dikirim ke Istana Olimpyus.”Sudah Avanthe duga. Dia sempat memikirkan hal tersebut sebelum akhirnya mengurungkan niat. Ironis, rentetan pesan Avanthe selebihnya berbunyi gembira. Raja Osso akan tahu dia baik – baik saja di dunia bawah tanah dengan pengakuan bohong sebagai permaisuri raja. Bahkan setelah ini Avanthe yakin Hores akan membuat perdamaian tersurat. Perang mungkin akan dihapuskan. Sebagai raja yang menguasai dunia bawah tanah, Hores punya hak untuk itu.Avanthe segera menengadah. Dia menyerahkan kulit lembu kepada Hores. Pria itu menerima dengan tenang. Kata – kata barusan benar; mata gelap meneliti lekat – lekat ke dalam tulisan Avanthe.Ada hal penting ketika momen itu berlangsung. Keberadaan ayahnya ... Avanthe melihat dengan jelas.Dia menunggu Hores akan memenuhi ucapan pria itu sendiri, tetapi, satu kenyataan malang terasa begitu mengejutkan. Tiba – tiba Hores merantai tubuhnya. Kali ini nyaris seluruh bagian, sehingga kecil kemungkinan Avanthe bisa melakukan perlawanan serius.“Penggal kepalanya!”“Kau benar – benar akan pergi meninggalkan istana, Hores?” Mata gelap Hores menatap setengah kosong ke depan. Dia telah mengambil keputusan dan menyiapkan segala sesuatu untuk berkelena. Mungkin butuh beberapa waktu sampai benar – benar bisa melupakan kematian Avanthe. Sudah tepat seminggu ... tidak ada petunjuk. Hores tidak sanggup bertahan di sini lebih lama. Dia tak bisa terus dibayangi keberadaan Avanthe di wajah anak – anak. Aceli dan Hope merefleksikan sebuah senyum yang pernah begitu indah. Itu sangat menyakitkan. Hores tidak tahu bagaimana cara melupakan. Berharap dengan berpegian akan menyeretnya keluar dari jurang terjal. Dia ingin menjadi musafir yang lupa arah jalan pulang. Ingin meninggalkan pelbagai macam ingatan di masa lalu, seperti permintaan Avanthe; saat di mana wanita itu pernah begitu ingin agar dia melupakan masa kelam yang menyatukan mereka. Andai saja. Hores menarik napas panjang setelah mengemasi seluruh kebutuhan untuk memulai. Dia menatap Raja V
“Sudah tiga hari, Hores. Kau menghabiskan darahmu di sini. Jika kau memang mencintai Ava. Biarkan dia bereinkarnasi, dia akan hidup kembali. Berharaplah akan menjadi manusia. Tapi, dengan menyimpan jasadnya kau tidak akan mendapat apa pun. Selain itu, apa yang kau lakukan bisa membuatmu terbunuh. Kau satu – satunya yang kumiliki. Aku tidak ingin kehilangan dirimu.” Raja Vanderox menjulang tinggi di belakang, menatap sebentuk bahu Hores yang lunglai ketika pria itu bersimpuh di depan peti tembus pandang, sambil meletakkan tangan ke dalam. Darah terus dibiarkan menetes supaya mengisi penuh dan merendam tubuh kaku Avanthe sebagai proses pengawetan. Tidak ada yang tahu kapan semua berakhir seperti semestinya. Sebagian dari mereka menyimpan pengetahuan berani bahwa Avanthe jelas – jelas tidak akan kembali. Tidak termasuk ke dalam pengecualian. Bagaimanapun, Raja Vanderox tak sanggup melihat putranya menderita. Hores seperti hilang arah; tersesat; melupakan bahwa pria
Avanthe menjulang dengan pandangan lurus ke bawah. Ujung pedang ... menancap di telapak tangan Margarheta Bell kembali ditarik. Wanita itu lagi – lagi mendesis, tetapi dia tak peduli. Tujuannya pasti. Margarheta Bell harus membayar setiap penderitaan Hores, yang menjadi rasa takut terdalam di pikiran pria tersebut. Untuk memusnahkannya; mereka perlu melenyapkan sumber utama. Telah begitu dekat. Hampir. Avanthe menyeringai tipis. “Aku akan membunuhmu,” ucapnya diliputi serangan konkrit dan menghujam perut Margarheta Bell. Dia tak ingin wanita itu terburu mengembuskan napas terakhir. Harus ada penderitaan lain, yang belum terbayarkan. Ingin mendengar teriakan lebih keras ketika Margarheta Bell mengerang kesakitan. Ada kepuasann di mana Avanthe menekan ujung pedang dan membuat wanita itu terlihat diliputi kecenderungan untuk menahan diri, atau memang Margarheta Bell berusaha mengatakan sesuatu. Wanita itu memegangi luka lubang menganga di perutnya sambil mendedika
Kai .... Pria itu ada di sana, berdiri nyaris tanpa diberi jarak dari Margarheta Bell. Sebuah pemandangan yang membuat perasaan Avanthe seperti ditikam. Dia dirampas, kemudian dilempar ke tepian untuk menyadari bahwa Kai tidak sebaik dari yang pernah dibayangkan. Mengapa seperti ini? Benak Avanthe bertanya – tanya kapan? Apakah ini bagian rencana awal yang tidak sama sekali dia ketahui, bahwa Kai bukan benar – benar seorang teman. Pria itu sama sekali tidak memberi petunjuk. Tak ada yang sanggup menyadarinya atau malah Hores .... Wajah Avanthe berpaling ke arah pria, persis menjulang tinggi di sampingnya. Hores tidak diliputi ekspresi terkejut, atau sebenarnya .... “Kau tahu ini dari awal?” tanya Avanthe nyaris tak percaya. Hores melirik singkat, tetapi anggukan luar biasa samar seperti menamparnya dengan keras. “Mengapa kau tidak sedikitpun bicarakan ini kepadaku?” “Berharap kau akan pe
“Aku tidak menginzinkanmu pergi, Ava. Kau tidak boleh ikut berperang. Ada risiko yang kau tahu kita tak bisa menghindarinya. Aku tak ingin sesuatu terjadi kepadamu. Kau adikku.”Avanthe tersenyum tipis menanggapi pernyataan Kingston. Dia akan baik – baik saja, meski merasa getir mengenai apa yang menjadi keputusan; menitipkan anak – anak, lalu berniat kembali ke dunia mereka sesungguhnya. Ini sudah termasuk sebagai keputusan yang bulat. Avanthe tahu betapa mereka akan menghadapi risiko riskan, tetapi terus menyaksikan Hores terluka adalah rasa sakit tak terungkap. Makin mencekik jika dia berusaha bersikap tak peduli. Malah, benaknya terus menaruh desakan khawatir mengenai pria itu. Hores sudah menghadapi masa – masa sulit. Dia tidak ingin berakhir terlalu jauh. “Aku akan baik – baik saja. Tidak usah takut. Kau tahu aku tidak lemah, bisa menjaga diriku dengan baik. Hores dan ayahnya mungkin akan kalah pasukan. Kita tidak tahu seberapa jauh Margarheta Bell menyiapkan perang i
“Hores ...,” panggil Avanthe lirih. Dia dengan gemetar mengusap rahang kasar pria itu. Berharap akan ada prospek bagus, tetapi tidak. Hening terasa penuh gemuruh. Rasanya benar – benar menyakitkan. “Aku bicara denganmu, Hores ....” “Hores tidak akan mendengarmu. Dia sedang masa pemulihan saat ikut berperang. Aku mengingatkannya supaya tidak ikut. Putra-ku sangat keras kepala. Dia tetap melibatkan diri, sampai mereka menemukan kelemahannya dan menghajarnya tanpa ampun.” Kelemahan? Di mana sebenarnya Hores juga sedang terluka? Dan mereka, siapa pun mereka, memanfaatkan situasi ini untuk menikung di belakang? Avanthe mengetatkan pelukan secara naluriah. Dia hanya ingin melarikan diri dari cengkeraman Hores, bukan dengan sengaja membuat pria itu terluka parah. Hores menghadapi risiko besar, karena berusaha memulangkannya ke neraka berbentuk mewah, berusaha mengembalikannya ke Meksiko dan anak – anak akan itu serta. Namun, semua berubah