Share

Patah Hati Jam 4 Pagi
Patah Hati Jam 4 Pagi
Author: Hope

Bab 1

Author: Hope
Pukul 4 pagi, suamiku, Arvian, membangunkanku dengan lembut.

Suaranya lembut, "Elisa, sayang, bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"

Tapi kata-katanya berikutnya menghancurkan semua harapan. "Selina lapar. Buatkan dia sup ikan."

Selina adalah pembantu kami, dan dia juga selingkuhan Arvian yang sedang hamil.

"Aku baru saja mendapat ikan yang segar. Pergi ke dapur dan buatkan semangkuk sup untuknya. Khusus untuk pewaris Keluarga Mahendra."

Aku menolak dengan suara yang dingin.

Amarahnya pun menyala dalam sekejap.

"Jangan keterlaluan, Elisa."

"Apa membuat sup itu terlalu sulit bagimu?"

Aku menggeleng dan tetap diam.

Tangannya mengusap pipiku, dan senyum merendahkan tersungging di bibirnya.

"Baiklah, Elisa. Jadi kau sudah berani menentangku sekarang."

"Pikirkan baik-baik, Elisa. Apa kau benar-benar ingin tetap menjadi bagian dari Keluarga Mahendra?"

"Dan posisi sebagai pengacara keluarga? Pikirkan apa kau masih menginginkan semua itu... lalu beri aku jawabanmu."

Melihat kesombongan di matanya, sisa cinta terakhirku padanya pun lenyap.

Aku mengeluarkan ponsel dan menekan nomor yang sudah lama tak kuhubungi. "Aku ingin keluar dari Keluarga Mahendra."

Begitu aku menutup telepon, Selina masuk ke ruang kerjaku tanpa mengetuk.

"Elisa, siapa yang kau telepon? Kedengarannya seperti laki-laki."

Sindiran pembantu itu menarik perhatian beberapa pelayan lain di luar, dan mulai berbisik-bisik satu sama lain.

"Arvian baru saja pergi dengan marah karena kau. Jangan sampai kau main di belakangnya!"

Aku menatap Selina tanpa berkedip. "Apa hakmu bersikap seenaknya di Kediaman Keluarga Mahendra? Menyebarkan gosip di rumah ini ada konsekuensinya."

Selina meletakkan tangan di pinggangnya dan menyeringai. "Berani-beraninya kau bilang aku berbohong. Mari tunggu Arvian pulang dan lihat siapa yang dia percayai."

Aku menatapnya tajam dan berbalik ingin pergi, tapi dia menarik pergelangan tanganku.

Dia mencondongkan tubuh dekat ke telingaku, suaranya menjadi bisikan rendah yang mengancam, "Aku peringatkan, Elisa. Pikirkan baik-baik, dan tinggalkan Arvian. Hatinya sekarang milikku!"

"Kalau kau tahu diri, kau harusnya pergi dengan tangan kosong."

"Kalau tidak, saat aku yang mengusirmu, itu tidak akan semudah ini."

Kelakuan orang-orang tak tahu malu selalu membuatku tercengang.

Seolah-olah seorang pembantu licik bisa melakukan apa pun padaku.

Begitu aku berusaha melepaskan diri dan pergi, dia sengaja menjatuhkan dirinya di tangga spiral.

Waktunya tepat sekali.

Arvian masuk tepat pada saat itu.

Ternyata aku benar-benar meremehkannya.

Suara benturan keras terdengar, diikuti rintihan lemah Selina, "Arvian, tolong aku..." Langsung menarik perhatiannya.

Dia mendorongku ke samping tanpa menoleh, dan aku terhuyung saat mencapai puncak tangga.

Dia bahkan tidak menanyakan apa yang terjadi. Dia langsung menganggap semua ini salahku.

"Elisa, apa yang kau lakukan? Bagaimana bisa kau begitu kejam?"

Aku tersandung dan menabrak pilar marmer yang diukir indah. Darah langsung menetes dari luka baru di dahiku.

Memegangi kepalaku yang pusing, aku tak sempat membela diri sebelum Selina mulai menangis sambil menuduhku.

"Arvian, Nyonya Elisa menyuruhku menata berkas keluarga di lantai. Aku agak lambat, jadi dia mendorongku!"

"Perutku sakit sekali. Apa bayi kita baik-baik saja?"

Dia langsung cemas pada Selina, sepenuhnya tertipu oleh aktingnya yang menyedihkan.

Dia sama sekali tidak peduli dengan darah yang menetes dari dahiku dan bekas tangan merah di pipiku.

Arvian berlutut di samping Selina, alisnya mengerut, dan suaranya tegang dengan urgensi yang belum pernah kudengar sebelumnya.

"Bagian mana yang sakit? Aku akan panggil dokter keluarga sekarang juga."

"Jangan khawatir. Bayi kita akan baik-baik saja."

Selina bersandar di dadanya, tapi matanya tetap menatapku, penuh ejekan yang tak bisa kuabaikan.

"Ini semua salahku. Aku bahkan tidak bisa melakukan hal sesederhana ini dengan benar."

"Nyonya Elisa belakangan ini sangat stres, dan bekerja keras untuk keluarga. Seharusnya aku lebih pengertian."

"Kalau itu bisa membuatnya merasa lebih baik, sedikit penderitaan tidak apa-apa. Aku hanya kasihan pada bayiku..."

"Jadi karena dia stres, apa dia berhak menyerang wanita hamil?"

Arvian berbalik ke arahku, matanya menatap dengan kekecewaan yang dingin dan menusuk.

"Elisa, sejak kapan kau jadi begitu kejam?"

Aku menyentuh dahiku yang basah, ujung jariku langsung ternoda darah hangat.

Selama lima tahun pernikahan, aku menangani masalah hukum keluarga dan merawat ibunya yang sekarat.

Legal atau ilegal, aku sudah memberikan uangku, energiku, dan segalanya untuknya.

Dan pada akhirnya yang kudapat hanyalah disebut kejam.

"Aku tidak mendorongnya."

Aku berusaha mempertahankan suaraku tetap stabil, dan menahan pedih di mataku.

"Kamera keamanan di tangga merekam semuanya. Periksa rekamannya, kau akan melihat kebenarannya."

Wajah Selina langsung pucat.

Dia menggenggam jas Arvian. "Arvian, aku sudah memaafkan Nyonya Elisa. Lupakan saja."

"Itu hal kecil, tak perlu periksa kamera. Kalau sampai tersebar, reputasi keluarga bisa terganggu..."

Arvian perlahan berdiri, dan menatapku dari atas.

"Elisa, aku tak peduli apa yang terlihat di rekaman. Aku melihat sendiri apa yang kau lakukan. Minta maaf pada Selina sekarang juga."

Aku tertawa getir. Dia lihat dengan mata kepala sendiri?

Dia jelas berbohong.

Aku tahu dia tak akan membelaku, tapi hatiku tetap sakit, suaraku mulai bergetar.

"Arvian, kau benar-benar akan berdiri di sana dan memutarbalikkan kebenaran seperti ini?"

"Aku tahu siapa yang memutarbalikkan kebenaran. Selina lembut dan tak berdaya. Kau adalah nyonya rumah di sini, dia tidak akan berani menjebakmu."

"Kau, di sisi lain... ketidaksukaanmu padanya jelas terlihat."

Melihat pria yang kucintai delapan tahun dan sudah menjadi suamiku selama lima tahun, kini tampak menakutkan dan asing bagiku...

Tapi itu tak lagi penting. Aku sudah siap pergi.

Baiklah. Aku menyerah. Aku tak punya energi untuk melawan lagi.

"Aku minta maaf."

Mendengar permintaan maafku yang cepat, Arvian terdiam sebentar, wajahnya sempat terlihat sedikit lembut.

Tapi Selina segera menarik lengannya, suaranya lemah dan memelas. "Arvian, aku masih sangat sakit. Bisa kau bantu aku ke kamar?"

Keraguan itu lenyap saat dia dengan lembut membantu Selina berdiri dan menuntunnya pergi.

Aku bersandar pada tiang marmer dingin cukup lama, sampai darah di dahiku mengering menjadi kerak gelap.

...

Tiga jam kemudian, aku menerima pesan:

[Nyonya Elisa, delapan puluh miliar telah ditransfer dari rekening Anda oleh Tuan Arvian."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 8

    Pembunuhan Paman Vincent.Rahasia itu meledak di aula, dan menyebarkan gelombang kejutan baru ke hadapan semua orang.Arvian terjatuh ke lantai marmer, raut wajahnya penuh keputusasaan."Bagaimana kau bisa tahu tentang Paman Vincent?"Wajah Bos Arya memucat, tubuhnya bergetar."Vincent... adik kandungku... bagaimana bisa terjadi..."Willi menyeringai."Aku sudah memastikan para bos lain menerima informasi itu secara anonim.""Kau benar-benar pikir kejahatan mengkhianati keluarga sendiri bisa terkubur selamanya?""Catatan transfer di brankasmu, dan rekaman telepon dengan pembunuh bayaran... semuanya ada di sana."Mendengar itu, Arvian tiba-tiba kehilangan akal, dia melompat ke arah Selina yang sekarat, tangannya mencengkeram leher Selina."Ini semua karena kau, jalang! Kalau kau tidak mengancamku, bagaimana aku bisa ketahuan!""Aku akan membunuhmu!"Wajah Selina berubah menjadi ungu, tapi ia berhasil meraba pemotong cerutu yang jatuh di meja.Dengan sisa kekuatan terakhirnya, dia menusu

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 7

    "Aku tidak akan minta maaf!"Selina berdiri di atas panggung, air mata mengalir deras di pipinya sambil menggigit bibirnya, menolak untuk bicara."Arvian, kalau kau melakukan ini, bagaimana aku bisa menatap para Lima Keluarga lagi?"Tapi untuk menyelamatkan pencalonannya sendiri, Arvian mengabaikan permintaannya.Diberontak di hadapan para bos dari Lima Keluarga adalah pukulan fatal bagi otoritasnya."Apa yang kau katakan?" katanya sambil melangkah mendekat. "Aku sedang bicara padamu!"Arvian menarik Selina dengan kasar ke depan panggung, dan berusaha memaksa dia mengaku."Aku nggak mau!" teriak Selina. "Aku tidak melakukan kesalahan apa pun!"Sebelum kata-kata itu keluar sepenuhnya, terdengar tamparan keras di aula.Plak!Selina terhuyung dan jatuh, pipinya langsung membengkak.Dia berusaha melindungi perutnya, menggunakan anak yang dikandungnya sebagai kartu terakhir."Arvian Mahendra! Kau berani memukulku di rapat Komisi! Anakmu ada di perutku, calon pewaris Keluarga Mahendra!"Para

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 6

    Begitu masuk ke aula Komisi, Arvian memulai pidatonya."Para hadirin, para bos. Aku di sini hari ini untuk mendapatkan kursi di Komisi, sebuah nominasi yang pantas didapat berkat kemenangan yang telah aku raih untuk Keluarga Mahendra.""Aku percaya seorang pemimpin sejati harus memiliki kecerdikan dan keberanian, kualitas yang kubuktikan ketika aku mengamankan hak kendali pelabuhan Metrovia untuk keluarga kami."Di kursi depan panggung duduk para bos dari lima keluarga, termasuk ayah Arvian, Bos Arya, dan bos dari Keluarga Mahendra saat ini.Pria tua itu menatap putranya dengan bangga luar biasa, jelas senang dengan pencalonan Arvian.Aku mulai bertepuk tangan perlahan dari kursi penonton."Bagus sekali!""Memikirkan bahwa pencapaian besar Tuan Arvian dibangun di atas plagiarisme. Sungguh mengesankan."Semua bos di ruangan menoleh padaku. Arvian menatapku dengan mata melotot, seolah memberi peringatan agar aku diam.Sekretaris rapat menangkap adanya kisah yang sedang terungkap, dan seg

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 5

    Tiga jam kemudian, pesawat mendarat di landasan udara pribadi di Luminara.Di tengah kerumunan, dan aku melihat Willi menungguku. Dia memegang seikat mawar putih.Lima tahun sudah berlalu, tapi pewaris dari Keluarga Valendra ini tetap tampan dan tenang."Selamat datang di Luminara, Elisa.""Akhirnya aku membawa pulangmu, Putri. Aku sudah lama menunggu hari ini."Aku menerima bunga itu. Angin meniup rambutku ke belakang, memperlihatkan memar di dahiku.Kedua tangan langsung Willi mengepal sampai urat-uratnya muncul."Dia berani memukulmu?"Dia menyentuh lukaku dengan lembut, tapi sorot matanya gelap dan tajam."Ayo. Dokter pribadiku menunggumu di kediaman. Kita periksa dulu."Semua orang tahu pewaris Keluarga Valendra menghilang misterius pada hari pernikahanku, tapi tak seorang pun tahu dia telah hidup menyendiri di Luminara selama lima tahun, menunggu aku kembali.Saat dia muncul kembali, Keluarga Valendra mulai bangkit lagi, dan hanya satu hal yang kurang, yaitu penasihat hukum utama

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 4

    Tanpa kusadari, aku sudah berdiri di depan gereja tempat kami menikah dulu.Lima tahun lalu, dia berdiri di panggung suci ini dan bersumpah akan mencintaiku seumur hidupnya.Betapa konyol kedengarannya sekarang.Aku mendorong pintu gereja.Tempat itu kosong, hanya beberapa lilin yang berkedip-kedip dalam kegelapan.Aku berlutut di bangku, tubuhku kelelahan karena berhari-hari tanpa tidur dan hampir roboh. Pandanganku menggelap sebelum akhirnya aku benar-benar tidak sadarkan diri.Pastur menemukanku dan meminta bantuan untuk membawaku ke klinik pribadi milik keluarga.Aku baru saja bangun, lalu berjalan keluar kamar dengan sempoyongan. Aku pun memutuskan memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari dokter dan memastikan keajaiban kecilku ini baik-baik saja.Lalu aku mendengar suara yang sangat familiar."Hati-hati, Sayang. Pelan-pelan."Arvian ada di sini.Dia sedang membantu Selina keluar dari ruangan dokter kandungan dengan penuh perhatian.Saat aku melewati meja perawat, bisikan pelan m

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 3

    "Mungkin bakal marah." Suara Arvian terdengar penuh percaya diri dan santai."Untuk sementara. Tapi dia akan baik-baik saja, karena dia tidak bisa hidup tanpa aku."Suaranya penuh percaya diri, seolah ia memegang kendali sepenuhnya atas nasibku. "Elisa selalu patuh. Kali ini juga pasti sama."Aku pun menutup telepon dengan tenang, hatiku sudah hancur tak bersisa.Tapi dipikir-pikir lagi, dia memang benar.Lima tahun ini, aku sudah memaafkan setiap pengkhianatannya, dan setiap penghinaan yang dia timpakan padaku.Tapi kali ini berbeda.Aku masuk ke ruang kerja dan mulai mengumpulkan dokumen-dokumen legal yang harus dihancurkan sebelum aku pergi.Saat membuka salah satu laci meja, aku terhenti.Berkas tersegel itu hilang.Di dalamnya ada hasil kerja kerasku selama berbulan-bulan, dalamnya terdapat satu berkas penuh bukti yang merinci jalur penyelundupan dan skema penggelapan pajak keluarga rival.Dan hanya Arvian yang tahu sandi brankas pribadiku.Saat aku hendak menelpon untuk menanyaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status