Share

Bab 3

Author: Hope
"Mungkin bakal marah." Suara Arvian terdengar penuh percaya diri dan santai.

"Untuk sementara. Tapi dia akan baik-baik saja, karena dia tidak bisa hidup tanpa aku."

Suaranya penuh percaya diri, seolah ia memegang kendali sepenuhnya atas nasibku. "Elisa selalu patuh. Kali ini juga pasti sama."

Aku pun menutup telepon dengan tenang, hatiku sudah hancur tak bersisa.

Tapi dipikir-pikir lagi, dia memang benar.

Lima tahun ini, aku sudah memaafkan setiap pengkhianatannya, dan setiap penghinaan yang dia timpakan padaku.

Tapi kali ini berbeda.

Aku masuk ke ruang kerja dan mulai mengumpulkan dokumen-dokumen legal yang harus dihancurkan sebelum aku pergi.

Saat membuka salah satu laci meja, aku terhenti.

Berkas tersegel itu hilang.

Di dalamnya ada hasil kerja kerasku selama berbulan-bulan, dalamnya terdapat satu berkas penuh bukti yang merinci jalur penyelundupan dan skema penggelapan pajak keluarga rival.

Dan hanya Arvian yang tahu sandi brankas pribadiku.

Saat aku hendak menelpon untuk menanyakannya, ponselku bergetar.

Selina mengirim foto.

Dia berdiri di kantor Arvian, memamerkan berkasku dengan senyum penuh kemenangan.

Keterangan fotonya berbunyi: [Arvian bilang aku harus memberi kontribusi yang layak untuk diterima keluarga. Bukankah ini hadiah penyambutan yang sempurna?]

Beberapa detik kemudian, dia mengirim lokasinya. [Apartemen Keluarga Mahendra.]

Pernyataan perang yang jelas.

Untuk merebut kembali apa yang menjadi milikku, aku mengemudi menuju apartemen.

Aku mengetuk tiga kali sebelum Selina membuka pintu dengan santai.

"Nah, lihat siapa yang datang. Elisa, ada perlu apa malam-malam begini?"

Dia mengenakan gaun renda hitam tipis, aroma parfum Arvian menyelimuti ruangan.

"Arvian di mana?"

"Bos sedang mandi. Kau butuh sesuatu?"

Aku bisa mendengar suara air dari kamar mandi.

Aku menatap matanya, dan berkata dengan suara dingin, "Kembalikan berkas itu. Itu hasil kerjaku."

Selina tertawa seakan aku baru melontarkan lelucon terbaik dunia.

Dia menepuk berkas yang tergeletak di meja kopi, tatapannya penuh kesombongan.

"Hasil kerjamu? Arvian memberikannya padaku. Dia bilang ini tiketku masuk keluarga. Apa hubungannya denganmu?"

Dia melangkah mendekat. Gaun tidurnya melorot sedikit, menampakkan bekas-bekas gigitan baru di bahu dan lehernya. Setiap bekas itu terasa seperti pisau yang menancap di dadaku.

"Lagipula, kapan Arvian pernah menarik kembali hadiah yang dia berikan padaku?"

Suara air di kamar mandi berhenti.

Arvian keluar dengan jubah mandi, rambutnya masih menetes. Wajahnya langsung mengeras saat melihatku.

"Elisa? Apa yang kau lakukan di sini?"

Matanya menatap penampilanku yang berantakan. "Di sini dingin. Kenapa kau tidak pakai yang lebih tebal?"

Senyum Selina mengeras sesaat, sekejap amarah terlihat di matanya karena Arvian memperhatikanku.

Lalu dia langsung memeluk Arvian dan merajuk.

"Kukira layanan kamar. Tidak kusangka istrimu tiba-tiba masuk dan menakutiku."

Aku berjalan mendekat ke Arvian dan menunjuk berkas di meja.

"Arvian, aku menghabiskan enam bulan mengumpulkan informasi rahasia itu. Apa hakmu memberi hasil kerjaku begitu saja kepada orang lain?"

"Itu kunci kita untuk menghancurkan Keluarga Valendra," kataku pelan. "Kau tahu betapa berharganya ini."

"Aku tahu kau yang mengerjakannya. Kau cerdas, semua orang tahu itu," jawab Arvian dan sesaat mengalihkan pandangan.

"Tapi Selina butuh sesuatu untuk membuktikan dirinya, sebuah kartu negosiasi supaya bisa diterima keluarga. Kasih dia saja. Ini demi kebaikan keluarga."

"Demi kebaikan keluarga?"

Aku tertawa getir, hatiku seperti dicabik.

"Lima tahun lalu, kau memintaku menyingkirkan saingan kita. Kau bersumpah otakku adalah aset terbesar keluarga."

Dia menghela napas, menatapku dengan kesabaran yang hampir melelahkan.

"Elisa, hentikan. Kalau kau tidak puas, aku bisa kasih kompensasi. Apa yang kau mau? Uang lagi? Kau memang tidak pernah puas."

"Sopir akan mengantarmu pulang, dan aku akan transfer lebih banyak uang nanti."

"Aku tidak akan pulang," jawabku, menatap mata Arvian tanpa berkedip.

"Kembalikan berkasku."

"Ya ampun, Nyonya Elisa," tambah Selina sambil memprovokasi.

"Itu hanya satu berkas. Kau kok pelit sekali. Tak heran banyak orang sulit bekerja sama denganmu."

"Diam. Bukan giliranmu bicara."

Nada tajamku membuat Selina tersentak dan bersembunyi di belakang Arvian.

Wajah Arvian menjadi muram.

"Elisa, kau ke sini hanya untuk membuat masalah?"

Melihat pasangan menjijikkan itu, aku hanya merasakan muak.

"Arvian, kau tahu apa arti berkas itu untuk karierku dan kekuatan kita."

Dia dengan mudah menghindari tatapanku.

"Jangan terus meributkan ini. Nyonya keluarga harusnya lebih besar hati."

"Kalau kau mau proyek lain, aku suruh anak buah carikan."

"Kau pikir aku peduli sama proyek lain?"

Aku tersenyum kaku, mataku sudah basah oleh air mata.

Aku menubruk meja, meraih berkas, bertekad merebut kembali hasil kerja kerasku.

Selina mendadak menjerit, "Arvian! Dia mau ambil hadiahnya! Dia mau memukulku!"

"Tolong! Dia mau menyakitiku dan bayiku!"

Arvian langsung mencengkeram pergelangan tanganku, kuat sampai terasa seperti tulangku dihancurkan.

"Elisa! Jangan uji kesabaranku!"

Aku menarik lenganku dengan keras dari genggamannya.

"Baik." Suaraku kosong dan mati rasa

"Aku kasih dia. Tapi kita bercerai."

Wajah Arvian menegang.

"Tidak mungkin." Dia menggeram dan topeng pesonanya lenyap.

"Jangan berpikir macam-macam. Setelah aku punya pewaris, aku akan jadi suami yang lebih baik. Kau hanya perlu menahan cemburu dan menunggu."

"Aku tidak mau menunggu," kataku, membelakangi dia untuk terakhir kalinya.

Tanpa menunggu reaksinya, aku langsung pergi.

Di belakangku, aku mendengar tawa manis Selina.

"Sayang, akhirnya dia pergi."

"Sekarang... kita lanjut tentang nama bayinya?"

Aku pun berjalan cepat keluar gedung apartemen.

Badai meledak saat aku masih di dalam.

Hujan dingin menampar wajahku, meresap hingga ke tulang.

Lima tahun pernikahan... lenyap begitu saja.

Berkas itu tak lagi penting bagiku. Dan Arvian pun... aku tak menginginkannya lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 8

    Pembunuhan Paman Vincent.Rahasia itu meledak di aula, dan menyebarkan gelombang kejutan baru ke hadapan semua orang.Arvian terjatuh ke lantai marmer, raut wajahnya penuh keputusasaan."Bagaimana kau bisa tahu tentang Paman Vincent?"Wajah Bos Arya memucat, tubuhnya bergetar."Vincent... adik kandungku... bagaimana bisa terjadi..."Willi menyeringai."Aku sudah memastikan para bos lain menerima informasi itu secara anonim.""Kau benar-benar pikir kejahatan mengkhianati keluarga sendiri bisa terkubur selamanya?""Catatan transfer di brankasmu, dan rekaman telepon dengan pembunuh bayaran... semuanya ada di sana."Mendengar itu, Arvian tiba-tiba kehilangan akal, dia melompat ke arah Selina yang sekarat, tangannya mencengkeram leher Selina."Ini semua karena kau, jalang! Kalau kau tidak mengancamku, bagaimana aku bisa ketahuan!""Aku akan membunuhmu!"Wajah Selina berubah menjadi ungu, tapi ia berhasil meraba pemotong cerutu yang jatuh di meja.Dengan sisa kekuatan terakhirnya, dia menusu

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 7

    "Aku tidak akan minta maaf!"Selina berdiri di atas panggung, air mata mengalir deras di pipinya sambil menggigit bibirnya, menolak untuk bicara."Arvian, kalau kau melakukan ini, bagaimana aku bisa menatap para Lima Keluarga lagi?"Tapi untuk menyelamatkan pencalonannya sendiri, Arvian mengabaikan permintaannya.Diberontak di hadapan para bos dari Lima Keluarga adalah pukulan fatal bagi otoritasnya."Apa yang kau katakan?" katanya sambil melangkah mendekat. "Aku sedang bicara padamu!"Arvian menarik Selina dengan kasar ke depan panggung, dan berusaha memaksa dia mengaku."Aku nggak mau!" teriak Selina. "Aku tidak melakukan kesalahan apa pun!"Sebelum kata-kata itu keluar sepenuhnya, terdengar tamparan keras di aula.Plak!Selina terhuyung dan jatuh, pipinya langsung membengkak.Dia berusaha melindungi perutnya, menggunakan anak yang dikandungnya sebagai kartu terakhir."Arvian Mahendra! Kau berani memukulku di rapat Komisi! Anakmu ada di perutku, calon pewaris Keluarga Mahendra!"Para

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 6

    Begitu masuk ke aula Komisi, Arvian memulai pidatonya."Para hadirin, para bos. Aku di sini hari ini untuk mendapatkan kursi di Komisi, sebuah nominasi yang pantas didapat berkat kemenangan yang telah aku raih untuk Keluarga Mahendra.""Aku percaya seorang pemimpin sejati harus memiliki kecerdikan dan keberanian, kualitas yang kubuktikan ketika aku mengamankan hak kendali pelabuhan Metrovia untuk keluarga kami."Di kursi depan panggung duduk para bos dari lima keluarga, termasuk ayah Arvian, Bos Arya, dan bos dari Keluarga Mahendra saat ini.Pria tua itu menatap putranya dengan bangga luar biasa, jelas senang dengan pencalonan Arvian.Aku mulai bertepuk tangan perlahan dari kursi penonton."Bagus sekali!""Memikirkan bahwa pencapaian besar Tuan Arvian dibangun di atas plagiarisme. Sungguh mengesankan."Semua bos di ruangan menoleh padaku. Arvian menatapku dengan mata melotot, seolah memberi peringatan agar aku diam.Sekretaris rapat menangkap adanya kisah yang sedang terungkap, dan seg

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 5

    Tiga jam kemudian, pesawat mendarat di landasan udara pribadi di Luminara.Di tengah kerumunan, dan aku melihat Willi menungguku. Dia memegang seikat mawar putih.Lima tahun sudah berlalu, tapi pewaris dari Keluarga Valendra ini tetap tampan dan tenang."Selamat datang di Luminara, Elisa.""Akhirnya aku membawa pulangmu, Putri. Aku sudah lama menunggu hari ini."Aku menerima bunga itu. Angin meniup rambutku ke belakang, memperlihatkan memar di dahiku.Kedua tangan langsung Willi mengepal sampai urat-uratnya muncul."Dia berani memukulmu?"Dia menyentuh lukaku dengan lembut, tapi sorot matanya gelap dan tajam."Ayo. Dokter pribadiku menunggumu di kediaman. Kita periksa dulu."Semua orang tahu pewaris Keluarga Valendra menghilang misterius pada hari pernikahanku, tapi tak seorang pun tahu dia telah hidup menyendiri di Luminara selama lima tahun, menunggu aku kembali.Saat dia muncul kembali, Keluarga Valendra mulai bangkit lagi, dan hanya satu hal yang kurang, yaitu penasihat hukum utama

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 4

    Tanpa kusadari, aku sudah berdiri di depan gereja tempat kami menikah dulu.Lima tahun lalu, dia berdiri di panggung suci ini dan bersumpah akan mencintaiku seumur hidupnya.Betapa konyol kedengarannya sekarang.Aku mendorong pintu gereja.Tempat itu kosong, hanya beberapa lilin yang berkedip-kedip dalam kegelapan.Aku berlutut di bangku, tubuhku kelelahan karena berhari-hari tanpa tidur dan hampir roboh. Pandanganku menggelap sebelum akhirnya aku benar-benar tidak sadarkan diri.Pastur menemukanku dan meminta bantuan untuk membawaku ke klinik pribadi milik keluarga.Aku baru saja bangun, lalu berjalan keluar kamar dengan sempoyongan. Aku pun memutuskan memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari dokter dan memastikan keajaiban kecilku ini baik-baik saja.Lalu aku mendengar suara yang sangat familiar."Hati-hati, Sayang. Pelan-pelan."Arvian ada di sini.Dia sedang membantu Selina keluar dari ruangan dokter kandungan dengan penuh perhatian.Saat aku melewati meja perawat, bisikan pelan m

  • Patah Hati Jam 4 Pagi   Bab 3

    "Mungkin bakal marah." Suara Arvian terdengar penuh percaya diri dan santai."Untuk sementara. Tapi dia akan baik-baik saja, karena dia tidak bisa hidup tanpa aku."Suaranya penuh percaya diri, seolah ia memegang kendali sepenuhnya atas nasibku. "Elisa selalu patuh. Kali ini juga pasti sama."Aku pun menutup telepon dengan tenang, hatiku sudah hancur tak bersisa.Tapi dipikir-pikir lagi, dia memang benar.Lima tahun ini, aku sudah memaafkan setiap pengkhianatannya, dan setiap penghinaan yang dia timpakan padaku.Tapi kali ini berbeda.Aku masuk ke ruang kerja dan mulai mengumpulkan dokumen-dokumen legal yang harus dihancurkan sebelum aku pergi.Saat membuka salah satu laci meja, aku terhenti.Berkas tersegel itu hilang.Di dalamnya ada hasil kerja kerasku selama berbulan-bulan, dalamnya terdapat satu berkas penuh bukti yang merinci jalur penyelundupan dan skema penggelapan pajak keluarga rival.Dan hanya Arvian yang tahu sandi brankas pribadiku.Saat aku hendak menelpon untuk menanyaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status