Saat ini, Jesika duduk di samping ranjang sambil menggenggam tangan Daniel.
“Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sampingmu, Dan. Aku ingin menjadi orang pertama yang kamu lihat ketika kamu sadar nanti. Aku mencintaimu, Daniel. Sangat, sangat mencintaimu.” ucap Jesika menatap wajah pucat Daniel yang masih setia menutupi kedua matanya dan dirinya dibantu oleh beberapa peralatan medis yang melekat di bagian tubuhnya.“Semua usahamu itu sia-sia saja, Jesika.”
Jesika menoleh ke arah Budi. “Apa maksud kamu, Bud?” tanya Jesika selidik.
Budi tersenyum tipis. “Kamu tidak perlu berpura-pura baik di depan semua orang lagi, Jes. Aku sudah tahu kebusukan hati kamu. Bahkan, aku juga tahu rencana kamu yang ingin menghancurkan hubungan Daniel dengan Dissa. Aku tidak menyangka kamu sekeji itu terhadap temanmu sendiri, Jes.” ucap Budi berjalan ke arah Jesika dengan tatapan tajam bak elang di hadapan Jesika.
J
Dila segera menghentikan niat Dissa yang akan beranjak dari tempatnya. Dia menyentuh pundak Dissa. “Kamu mau ke mana, Sayang? Dengarkan Mama! Oke, Mama tidak tahu mana yang benar dan salah. Mama hanya bisa menduga-duga. Pesan Mama, kamu jangan berprasangka buruk dulu kepada Daniel! Terus hubungi Daniel, lalu tanyakan soal foto-foto itu dan kita dengar apa pendapat dia.” jelas Dila panjang lebar.“Mau sampai kapan aku harus menghubungi dia, Ma? Sudah beberapa hari, aku terus mencoba menelepon dia. Hasilnya tetap sama. Bahkan, dia tidak pernah sekali pun balik menelepon aku sejak dia berada di sana. Apa dia tidak merindukanku? Apa dia tidak mencemaskan keadaanku? Apa dia tidak memikirkan perasaanku? Lama-lama, aku merasa seperti pungguk merindukan bulan. Aku merindukan Daniel, tetapi tidak terbalaskan.” ujar Dila menatap kedua bola mata mamanya yang berada duduk di hadapannya.“Sekarang Mama mau tanya sama kamu. Sudah berapa lama kalian berh
Dissa mengangguk. “Sudah, Dok. Namun, nomornya selalu tidak aktif. Saya jadi khawatir. Oleh karena itu, saya datang kemari. Mungkin saja Dokter Agus tahu tentang keadaan Daniel selama di sana.” ucap Dissa.“Maaf, Bu. Sampai saat ini, saya belum mendapat kabar tentang Daniel. Yang saya tahu, masih terjadi perang susulan di sana dan banyak korban yang terluka.” jelas Agus menatap wajah Dissa.Degup jantung Dissa memompa cepat. Rasa cemas mulai menguasai hati dan pikirannya. "Daniel, apa kamu baik-baik saja di sana? Kenapa kamu tidak meneleponku lagi? Banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu, termasuk soal foto-foto itu," Monolog Dissa pada dirinya. Berbagai Pertanyaan mulai menguasai pikirannya.Ketika Dissa sibuk menerka dalam hati, Agus mendapat telepon dari Budi.“Halo, Dokter Budi! Kebetulan sekali, Anda menelepon saya. Ada kekasih Dokter Daniel di sini. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan Dokter Daniel. Apa Dokter Bud bisa m
"Sayang ... dengerin Mama dulu. Pernikahan kamu masih beberapa minggu lagi, Sayang. Daniel pasti sembuh dan akan ingat janji kamu, Sayang. Daniel pasti pulang sebelum pernikahan kamu berlangsung," jawab Dia meyakinkan Dissa."Tapi, Ma. Kalau Daniel kenapa-napa gimana, Ma? Siapa yang jagain Daniel di sana?" Dissa menangis."Dissa, kamu harus sabar, ya. Ini ujian yang diberikan Tuhan kepada kamu dan Daniel. Daniel akan baik-baik saja di sana. Di sana juga ada dokter yang handal yang akan menjaga Daniel. Sekarang, kamu istirahat, ya."Dissa hanya mengangguk, lalu berbaring diatas ranjangnya.Hari demi hari, telah dia jalani. Tanpa kehadiran Daniel yang mendampinginya di saat dia jatuh sakit.Dissa yang masih berbaring lemas di atas tempat tidur, terus saja menangis. Dia memikirkan, bagaimana keadaan Daniel sekarang? Apa Daniel sudah siuman atau masih koma? Lalu, Bagaimana dengan pernikahannya yang beberapa bulan lagi dilaksanakan jika Daniel tidak bangu
Daniel mencoba menelepon Dissa lagi, seperti yang diperintahkan oleh Budi. Ketika mendengar suara Dissa, Daniel sedikit lega. Daniel merindukan sesosok Dissa yang biasanya selalu memberikan senyuman sebagai bentuk semangat untuknya. “ Hallo,” sapa Dissa. “Halo, Sayang! Kamu baik-baik saja, kan? Kenapa nomor kamu tidak aktif tadi?” tanya Daniel. “Aku baik-baik saja, Daniel. Tadi ponsel aku low bat," balas Dissa. “Syukurlah, Dissa. Aku kira ada apa-apa sama kamu," ucap Daniel yang mengkhawatirkan Dissa. “Daniel, kamu masih ingat janji kamu, kan? Pernikahan kita sebentar lagi,” kata Dissa. “Aku masih ingat janjiku, Dissa. Secepatnya aku akan pulang," balas Daniel. “Aku rindu kamu, Daniel," ucap Dissa. “Aku lebih rindu kamu. Ya sudah, aku matikan teleponnya. Nanti aku hubungi kamu lagi," ucap Daniel mematikan teleponnya. Daniel berkeliling sekitar Gaza untuk memantau dan melihat keadaan masyarakat di sana. Keadaanny
Daniel langsung menuju tenda untuk segera merapikan barang-barangnya dan tentunya langsung ke Bandara setelah mendapatkan tumpangan dari salah satu rekan kerjanya. Daniel juga memberitahukan perihal kepulangannya pada Dissa. Dia tersenyum ketika mendengar pekikan senang dari wanitanya itu. Bahagia sekali hanya mendengarnya. Setelah menghubungi Dissa perihal kepulangannya, dia langsung berangkat siang itu juga. Sejujurnya kondisi tubuhnya di tentang keras untuk bepergian dengan pesawat. Namun, Daniel mencoba meyakinkan bahwa dia benar-benar bisa mengatasi soal tubuhnya itu. Perjalanan panjang yang ia tempuh hampir 24 jam perjalanan. Jakarta punya langit cerah yang mampu membuat Daniel rindu dengan suasananya. Dia menelepon Dissa bahwa dia sudah sampai di Jakarta. Pria itu memutuskan untuk menunggu sambil duduk di salah satu kafe yang ada di sana. Dissa meneliti penampilannya dari pantulan cermin. Rambutnya d
"Tapi, Jesika, bukankah kamu tidak dibolehkan pulang? Tugasmu di sana masih belum selesai." jelas Daniel.Wanita itu tertawa sumbang. "Tugasku itu mendapatkan hatimu, Daniel," batin Jesika.Wanita itu tersenyum singkat. Jujur saja, sulit sekali meluluhkan hati pria yang satu ini. Sudah berbagai cara dia lakukan untuk membuat Daniel melihat ke arahnya, namun yang dia lakukan rasanya hanya sia-sia. Dari kejauhan, dia melihat Dissa yang berjalan menuju ke arah mereka. Terbesit pemikiran untuk membuat Dissa marah. Setidaknya, sebelum menyerah, dia harus terlihat menang setidaknya sekali.Jesika menarik lengan Daniel, membuat pria itu menoleh dan Cup! Sebuah ciuman mendarat tepat di bibir Daniel. Pria itu membulatkan kedua bola matanya, sedangkan Jesika melirik ke arah Dissa untuk melihat ekspresi wanita itu.Dissa membeku di tempatnya. Awalnya dia mendekat karena ingin memastikan siapa wanita yang bersama calon suaminya itu. Namun ketika mendekat, yang Dissa
Di taman wisata kota, terlihat seorang wanita cantik yang duduk termenung menatap nasibnya yang memiliki cinta tapi tak terbalaskan. Wanita itu adalah Jesika yang berusaha melepas penat yang Pernah dilaluinya mulai ditinggalkan pergi oleh Heron sewaktu ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Heron yang merupakan cinta pertamanya, justru memilih Dissa yang termasuk sahabatnya sejak kecil. Walaupun Jesika lebih tua 2 tahun dari Dissa, itu bukan dijadikan permasalahan untuk berteman. Sebenarnya Jesika telah melupakan permasalahan itu dan sudah membuka lembaran baru untuk menyukai pria lain yang bernama Reza, tetapi Dissa datang mengacaukannya. "Sakit... Sakitnya tuh disini," keluh Jesika memegang hatinya dengan tangan kanannya. "hiks... Hiks... Kamu jahat Dissa," Jesika menangis di depan taman yang dipenuhi oleh kolam mini yang berisi ikan hias dan menatap seorang anak kecil yang sedang bermain berlarian bersama kakaknya. Jesika yang melihat pema
"Heron tunggu!" panggil Jesika, berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menyusul ke arah Heron."kau kenapa?" tanya Jesika yang berdiri di hadapan Heron."Kau itulah kenapa? Mengabaikan keberadaan aku, Jangan-jangan, sekarang kamu sudah ada lelaki yang lain selain aku!" bentak Heron.Jesika mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh wajah tampan Heron. "Jangan bilang seperti itu, kau janganlah meragukan hatiku. Di hatiku hanya milikmu seorang, tidak ada orang lain yang mampu menaklukkan hati ini selain dirimu," ucap Sarah menatap sayang ke arah kedua bola mata Heron."Benarkah?" tanya Heron, dengan mata berbinar.Jesika mengangguk dan membuka kedua tangannya untuk siap memeluk Heron. Heron membalas pelukan Jesika dan membelai puncuk kepalannya dengan sayang."Jesika kamu memang wanita baik dan polos tapi sayang aku tidak bisa mencintaimu, hatiku hanya mengi