Share

BAB 2 - Mertua Haus Harta

“Kamu serius mau ceraikan perempuan itu demi aku, Mas?” Suara itu terdengar cemas dan senang di saat bersamaan. Ia memeluk manja punggung pria yang tengah memakai kembali kemejanya.

“Sayang, aku belum bisa ceraikan Bian sekarang. Tapi, gugatan cerai ini akan buat dia takut setengah mati. Kamu tau sendiri dia itu nggak bisa apa-apa tanpa aku. Selama ini ayah mertuaku cuma percaya sama aku buat handle semua kerjaan penting di kantor. Dia nggak bisa apa-apa, Sayang. Gugatan cerai ini akan buat dia sadar sama posisi dan kemampuannya, dan nanti, dia pasti akan ngemis-ngemis buat minta aku batalin gugatan ini.” Dandy berbali, memeluk mesra gadis itu.

 “Tapi kalau sampai ayah mertuamu tau hubungan kita gimana, Mas?”

“Kamu tenang aja, Sayang. Walaupun tau, dia nggak akan peduli. Baginya uang itu yang paling penting, dan lagi pula, selama ini dia juga punya banyak simpanan. Makanya, selama keadaan finansial perusahaan tetap terjaga, dia nggak akan pernah mengusik kehidupan pribadiku, walaupun itu berhubungan sama Bian.”

“Ah, syukurlah, aku takut banget kalau tiba-tiba mertuamu pecat kamu, dan kita jadi nggak punya uang.”

Dandy tersenyum lebar, lalu menjawil lembut hidung gadis itu.

“Kamu nggak usah khawatir, semuanya ada di tanganku. Masalah Bian ini akan segera kutangani.”

“Tapi kayaknya aku nggak bisa ngekos di sini lagi, Mas. Kamu lihat sendiri semalam orang-orang kosan pada ikut grebek kita. Aku malu.”

“Iya, Sayang, Mas ngerti. Gimana kalau nanti kita cari tempat baru buat kamu. Kamu pindah aja, lagian kosan ini juga nggak terlalu bagus kok.”

“Mas serius???”

Dandy tersenyum lebar dan mengangguk. Kepalanya sudah kembali memanas saat merasakan Nindi menempelkan tubuh tel*njangnya dengan sengaja.  

“Ah, aku jadi makin sayang sama Mas. Nanti malam aku kasih servis yang terbaik lagi!” ujar gadis 22 tahun itu dengan kedipan nakal. “Oya, kemarin temanku cerita di apartment tempat dia ada yang kosong lho, Mas.”

“Apartment?”

Nindi mengangguk. “Iya, perabotannya sudah lengkap, dan dekat juga ke kampus. Fasilitasnya juga lengkap banget, kita jadi bisa bernang berdua malam-malam.”

Dandy tersenyum lebar membayangkan kata-kata Nindi. “Berapa sebulannya?”

“Mmmm, katanya sekitar 4 jutaan gitu, tapi kalau yang murah ada kok tipe studio, sekitar 3 jutaan. Ya, walaupun agak kecil.”

Dandy mempererat pelukannya. “Ya sudah ambil yang 4 juta aja.”

“Beneran, Mas?!”

“Benar dong! Apa sih yang nggak buat kamu.”

Nindi tersenyum sangat lebar, bukan main bahagianya ia. Akhirnya ia bisa pindah dari kontrakan kumuh itu dan memulai kehidupan yang indah. Ah, betapa beruntungnya ia.

“Tapi soal servis terbaik yang kamu bilang tadi, bagaimana kalau nggak perlu menunggu malam?” Dandy berbalik menghadap gadis itu. Matanya langsung menatap tubuh sempurna Nindi di dalam dekapannya.

“Eh, tapi Mas kan harus kerja sekarang,” ujar Nindi manja sebelum memekik saat Dandy membawa tubuhnya rebah kembali di atas ranjang.

***

Ponsel Bianca terus bergetar sejak pagi.

Video itu melesat viral dalam semalam. Berbagai komentar dilayangkan. Beberapa simpati kepada sang istri sah, beberapa lagi memaki marah.

Bianca tersenyum puas saat membaca kolom komentar pada video yang tersebar itu. Wajah pelakunya sengaja diburamkan sedikit, tidak nikmat rasanya kalau mereka langsung menerima hukuman sekaligus.

Senyuman sinis tersungging di wajah cantik Bianca. Harus sedikit demi sedikit, setipis mungkin, akan ia kuliti lapis demi lapis kebahagiaan mereka, hingga hanya tersisa tulang belulang penuh kesengsaraan.

Cerai?

Mereka pasti bercanda.

Itu adalah hal terakhir yang akan Bianca lakukan. Bagaimana mungkin ia akan membebaskan mereka begitu saja tanpa menghadiahkan  sebuah pelajaran yang sangat penting.

Dan, pelajaran pertama itu dimulai saat ini.

Brak! Brak! Brak!

Bukan ketukan lagi, pintu itu kini mulai digebrak kasar. Tak lama suara menggelegar ibu mertuanya terdengar ke seluruh bagian rumah.

“Mana Bianca dan Dandy?” tanya Laksmi kepada asisten rumah Bianca di lantai satu.

Bianca tersenyum, menatap wajahnya yang sengaja dirias sepucat mungkin. Pakaiannya masih sama seperti pakaian yang ia kenakan di video penggerebekan suaminya semalam, meski sekarang sudah sangat berantakan. Seakan ia menangis semalaman.

“IBU!!!” teriak Bianca sambil berlari menuruni tangga dengan derai air mata mengalir deras. Ia langsung memeluk sang mertua. “Mas Dandy, Bu… Mas Dandy…,” tangisnya perih.

Laksmi mendesah lelah. “Jadi video itu benar-benar Dandy?” tanyanya tak percaya. Wajah pria itu memang diburamkan, tapi suaranya, bentuk tubuhnya, tidak mungkin ia tidak mengenali putranya sendiri.

Bianca meraung di dalam pelukan sang mertua. Tangisnya begitu menyayat hati.

“Bian harus gimana, Bu? Bian sayang banget sama Mas Dandy, tapi dia tega-teganya begini.”

“Sssst, kamu sabar dulu, Bi. Sekarang Dandynya mana?”

“Dia nggak pulang, Bu. Dia pasti masih nginap di kosan perempuan itu.”

Laksmi memijat pangkal hidungnya yang nyeri. Sejak dikirimi video itu oleh putrinya subuh tadi, kepala Laksmi terasa mau pecah.

“Kamu tenang dulu ya, Bi. Kita tunggu Dandy pulang dan tanya semuanya secara langsung. Jangan-jangan ini salah paham. Ibu tau banget dia sayang sama kamu.”

Tangis Bianca semakin menggema keras.

“Sudah, kamu jangan terus-terusan sedih begini. Pernikahan kalian sedang diuji, selama ini kan tenang banget. Mungkin Dandy sedikit khilaf, tapi ibu yakin itu cuma keisengan yang kelewat batas. Cintanya dia cuma buat kamu, Bi.”

Bianca masih menangis dalam pelukan mertuanya. “Tapi Bian tetap sakit hati, Bu.”

“Iya, Ibu ngerti. Tapi sekarang kamu harus tunjukin kedewasaan kamu. Kalau dia datang dan minta maaf, kamu harus maafin dia. Ibu sendiri yang akan pastikan dia nggak pernah begini lagi. Ibu akan marahi dia.”

Bianca mengangguk di tengah isaknya. “Makasih, Bu, kalau Ibu nggak ada Bianca mau berbakti sama siapa lagi. Ibu sudah Bian anggap sebagai ibu kandung Bian sendiri, tapi kalau Bian dan Mas Dandy bercerai, Bian nggak bisa berbakti lagi sama Ibu, semuanya pasti terputus.”

Kata-kata Bianca seakan menohok Laksmi.

Ia mempererat pelukannya kepada sang menantu. Tidak. Mereka tidak boleh bercerai. Seluruh kenikmatan yang ia miliki kini adalah karena Dandy menikah dengan salah satu putri pemilik perusahaan kecantikan yang terkenal. Kalau sampai mereka bercerai maka pemasukannya, kemewahan hidupnya, bahkan kartu kreditnya akan tak berfungsi lagi.

“Nggak, Bi. Nggak akan Ibu biarkan kamu bercerai dari Dandy,” janji Laksmi sungguh-sungguh.

Dalam pelukan mertuanya, Bianca tidak bisa berhenti tersenyum sinis.

Kau akan mati di tanganku, Mas.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
Mertuanya gila harta
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status