Share

BAB 3 - Devil Inside Her

2 Bulan Sebelumnya.

BRAK! BRAK! BRAK!

“BI! BUKA!” Tini berteriak panik di depan kamar Bianca. Ia melirik Sandra yang juga berwajah serius.

“Sudah berapa lama Bianca di dalam?” tanya Sanda kepada Lia, asisten rumah tangga Bianca yang kini tampak pucat pasi. Ia meremas lap di tangannya, gemetar ketakutan.

“Se… sekitar dua jam…,” ujar Lia gugup. Ia berusaha mengingat-ngingat kembali untaian kejadian sebelum majikannya membanting pintu kamar, lalu mengunci diri dan belum keluar lagi setelah itu.

BRAK! BRAK! BRAK!

“BIANCA, BUKA PINTUNYA!”

Lagi-lagi Tini menggebrak pintu kamar Bianca yang masih tertutup rapat. Kedua tangannya sudah mulai memerah karena terlalu keras memukul pintu itu.

Setelah menerima telepon panik dari Lia satu jam yang lalu, keduanya langsung bergegas berangkat ke rumah Bianca. Wanita itu sangat panik, ia menelepon sambil menangis, mengatakan jika tiba-tiba saja majikannya terdengar berteriak di dalam kamar, lalu membanting segala sesuatu di dalam kamarnya.

F*CK, BI! BUKA!” Kini Tini mulai gelisah. Ia menggigit bibir bawahnya, kebiasaan yang selalu Tini lakukan setiap merasa gelombang kepanikan.

PRANG!

Lagi-lagi suara bantingan terdengar keras sebagai jawaban dari teriakan Tini. Namun setidaknya itu membuat mereka tau jika Bianca masih hidup di dalam sana.

“Bi! Jangan sakiti diri sendiri! Let’s talk, okay?” Tini melirik Sandra lagi. “Kita bahkan nggak tau apa foto itu benar-benar Dandy atau bukan. Dia kan lagi ke Makasar katamu. Please Bi, jangan begini. Setidaknya kita harus cari tau dulu.”

PRANG!

Lagi-lagi suara sesuatu dibanting. Musik kencang yang diputar Bianca menyamarkan suara tangisan wanita itu. Namun mereka masih bisa mendengar raungannya dengan cukup jelas.

“Apa kita dobrak aja pintunya?” tanya Tini panik.

Satpam rumah Bianca berdiri gelisah di antara mereka. Jika ada yang harus mendobrak, maka ia lah yang harus melakukannya. Namun, selama ini ia belum pernah menghadapinya secara langsung. Terlebih lagi, ia takut menghadapi kemarahan Dandy jika mengetahui masalah ini.

“ARRGGGHHHH!” Lagi-lagi teriakan marah itu terdengar menyaingi kerasnya musik yang diputar. Lalu suara pecahan kaca kembali terdengar. Mereka yakin walking closet Bianca sudah hancur lebur sekarang.

“BI! Please. Kita bahkan nggak tau dia benar-benar selingkuh atau nggak. Mungkin mereka cuma teman, atau apalah. Ayo, Bi, buka dulu,” pinta Tini melembut. “Apa kita telepon tante Clara atau Shei aja?” tanyanya kepada Sandra.

Sandra menghela napas panjang, keduanya masih berada di Singapura saat ini. Kalaupun mereka bisa terhubung, akan membutuhkan banyak waktu sampai Clara atau Sheila datang.

“Kalau dia coba bunuh diri lagi kayak dulu, gimana?!”

Mendengar kata-kata bunuh diri, wajah Lia semakin pucat. Kalau sampai majikannya tewas bunuh diri, bukan tidak mungkin ia juga akan tamat. Ia semakin membeku ketakutan di tempatnya berdiri.

8 tahun yang lalu, ketika mereka masih kuliah, Bianca pernah sekali melakukan percobaan bunuh diri setelah putus cinta dengan senior mereka di kampus. Bianca yang impulsif sangat kecewa dengan keputusan sepihak itu. Ia menenggak habis cairan pembersih lantai, lalu berakhir di UGD.

 “Kalau gitu, kita telepon polisi aja sekarang!”

Polisi? Tubuh Lia semakin gemetar ketakutan. Ia tidak menyangka buntut dari sikap majikannya akan separah ini.

Sandra masih terdiam, menimbang dengan wajah serius. Hal itu membaut Tini semakin kesal.

FOR GOD SHAKE, SANDRA! JANGAN BILANG KITA MAU DIAM DAN TUNGGU DIA AJA?! KALAU DIA MATI DI DALAM GIMANA?!” teriak Tini kalut. “AYO DOBRAK AJA SEKARANG!” desak Tini tidak sabar lagi.

Namun, lagi-lagi tangan Sandra terulur untuk menahan wanita itu. Ia menggeleng pelan. “Kita tunggu 10 menit lagi.”

Tini ternganga tak percaya. “KAMU GILA?! KALAU KAYA DULU LAGI GIMANA?!” bentak Tini panik.

Sandra tau ketakutan Tini sangat beralasan. Ia juga sangat khawatir kepada sahabatnya. Terlebih ini sama saja mengorek trauma mendalam Bianca tentang perselingkuhan orang tuanya dulu. Namun, entah bagaimana ia tetap yakin jika Bianca akan keluar dari kamar itu setelah memuaskan seluruh amarahnya sendiri.

“BIANCA BUKA! ATAU AKU AKAN TELEPON AYAHMU KALAU KAMU NGGAK BUKA!”

Klik.

Pintu terbuka.

“Nggak perlu repot-repot. Dia nggak akan pernah datang.” Suara dingin Bianca membekukan teriakan kepanikan mereka semua.

Penampilan Bianca sudah sangat berantakan. wajahnya berlumur riasan yang luntur. Rambutnya kusut. Pakaiannya basah. Keadaan kamar di belakang punggungnya jauh lebih parah dari pada dugaan mereka.

Semuanya hancur tak bersisa. Potongan-potongan kain memenuhi lantai kamar, jelas itu adalah pakaian mahal Dandy yang digunting-gunting Bianca. Gorden ditarik lepas, ikut koyak tergunting dan terbakar. Kaca-kaca pecah berantakan, membaur bagai berlian dengan sisi runcing. Barang-barang lain bertaburan bagai pasir di pantai, hancur, pecah, dan hangus. Mereka semua bisa mencium bau gosong saat pintu kamar Bianca terbuka lebar.

Tak tok.

Suara langkah Bianca yang masih menggunakan sepatu hak tingginya menggema saat ia berjalan dengan anggun. Ia menyeret tongkat golf milik Dandy di tangannya. Jelas tongkat golf itu adalah senjata yang Bianca gunakan untuk menghancurkan kamarnya.

“Bi, kamu nggak apa-apa?” tanya Tini, wajahnya sudah sepucat mayat.

Bianca tidak menjawab. Mata indahnya mengerjap perlahan. Meski mereka bisa melihat jejak air mata Bianca, tapi tidak ada sisa kesedihan yang terlihat di kedua matanya. Tatapan itu begitu dingin dan tak terbaca.

Bianca menoleh pada sosok Lia yang mengkerut ketakutan. “Lia, bereskan semua. Panggil Handoyo untuk perbaiki yang rusak hari ini. Ganti semua, tapi harus dengan hal serupa, dan pastikan selesai sebelum suami saya pulang,” titah Bianca dingin.

Sandra tak berkedip saat melihat perubahan raut wajah Bianca. Ia pikir tidak ada yang lebih buruk dari kejadian beberapa tahun lalu saat gadis itu melakukan percobaan bunuh diri.

Namun, ternyata ia salah.

Hari ini, Bianca berubah menjadi sosok yang sangat asing di mata mereka. Gadis itu baru saja melepaskan iblis yang selama ini terkunci di dalam jiwanya.

“Ka… kamu nggak apa-apa, Bi?” tanya Tini sedikit ketakutan.

Senyuman miring perlahan muncul di wajah cantik Bianca. “Kamu bercanda? Aku nggak pernah merasa sebaik ini,” katanya, dan semua orang ditempat itu langsung membeku ngeri.

***

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
Seperti punya kepribadian ganda ya Bianca ini
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Lega ya bi kl udah teriak dan menghancurkan semua
goodnovel comment avatar
Murniyati Mommy
bgaimna nyamn rasa sdh mlempiaskan marah......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status