Share

Bab 2

Pelakor Itu Tanteku

POV Tante Lili

"Pram, aku senang sekali kalau bisa berangkat kerja bareng seperti ini, sudah seperti suami istri yang bahagia," ucapku dengan menatap wajah Pram yang begitu tampan. Dan aroma parfum yang membuatku begitu bergairah.

"Maksud Tante? Jangan bicara yang nggak-nggak lah, Tan!" jawab Pram sok begitu polos.

Pram memang terlihat diam, tapi aku tahu kalau dia juga merasakan getaran di hatinya.

Pram ... Pram, semakin kamu bersikap acuh seperti itu, semakin terlihat kalau kamu juga menyimpan rasa padaku. Aku akan selalu sabar untuk menunggu kejujuranmu.

Aku tersenyum gemas melihat sikap Pram.

"Sampai sini 'kan Tan? Arah kita berbeda," terangnya berusaha bicara ketus padaku.

Aku diam dan enggan turun dari mobil, rasanya ingin terus bersama Pram seharian. Meskipun hanya menemani di sampingnya.

Lebih baik hari ini aku tidak berangkat kerja. Aku akan minta izin saja.

"Pram, Tante ikut kamu saja, ya? Hari ini Tante males banget berangkat kerja."

"Tidak bisa, Tan. Hari ini banyak hal yang mesti aku selesaikan. Aku juga masih harus bertemu dengan teman yang akan menanam modal di usahaku."

"Berarti kalau tidak bisa hari ini, kapan dong Tante boleh ikut kamu?" tanyaku meminta kepastian dengan manja.

Tatapan Pram melihat ke depan. Tetapi bahasa tubuhnya terlihat jelas kalau dia sedang gugup. Ya ... gugup menghadapi aku yang selalu membuat laki-laki tidak bisa menolak.

"Sekarang Tante turun di sini! Terserah mau berangkat kerja, mau pulang ataupun ke mana lah yang penting tidak ikut denganku."

Baru kali ini ada laki-laki yang menolak ajakanku. Meskipun sebenarnya aku tahu kalau Pram melakukan semua ini terpaksa. Dia pasti tidak ingin menyakiti hati Sifa.

Tetapi aku tidak bisa memungkiri kalau kecupan bibir waktu itu membuatku tidak ingin jauh darinya. Bahkan aku menginginkan semua itu terulang lagi.

"Kenapa kamu harus pura-pura, Pram? Kita sudah bukan anak kecil lagi. Ayolah. Tidak usah kamu tutupi perasaanmu padaku," ucapku begitu dekat di wajahnya.

Pram mencoba menghindar dan memalingkan wajah dariku. Aku menyentuh wajahnya dan ku arahkan di depanku. Aku menatap kedua bola matanya dengan mata indahku. Seakan dia menahan wajahnya agar tidak tersentuh bibirku yang menawan dengan gincu berwarna merah jambu.

"Pram, aku ingin ...," ucapku berbisik di telinganya.

Pram terlihat begitu gugup, meskipun

akhirnya Pram membalas tatapan mataku. Terlihat jelas wajah tampannya yang ditumbuhi bulu halus. Hatiku terasa bergetar dengan degupan jantung yang begitu kencang.

Semakin lama semakin dekat, akhirnya apa yang aku inginkan terjadi. Kita saling bercumbu di dalam mobil. Rasanya aku tidak ingin semua ini berakhir. Aku menginginkan dia, suami dari keponakanku sendiri. Tetapi aku juga tidak bisa mengontrol perasaanku.

Maafkan Tante, Sifa.

Drrttt drrttt drrtt ....

Terasa getaran ponsel dari saku celana Pram yang membuat kita menghentikan cumbuan yang baru sesaat itu. Pram hanya membuka pesan tersebut dan memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya.

"Makasih, Pram?" ucapku begitu bahagia.

"Sekarang Tante turun! Aku ada urusan."

Aku mengerti kenapa kamu bersikap seperti ini, Pram. Pasti kamu merasa bersalah dengan istrimu.

Mungkin aku memang salah, dan kamu juga, Pram. Tapi perasaan ini tumbuh begitu saja. Entah karena aku terpesona dengan ketampananmu, atau sentuhan bibir yang membuatku ingin memilikimu. Tapi dari awal aku melihatmu, kamu memang sudah membuat hatiku bergetar.

"Sudahlah, Pram. Berhenti bersikap seperti itu padaku! Kita melakukan semua ini atas keinginan kita, bukan paksaan. Aku akan menjaga rahasia ini sebaik mungkin. Sifa tidak akan pernah tahu, Pram. Aku ingin kita menjalani semua ini selamanya, Pram."

Aku kembali menyentuh wajah Pram dengan sentuhan hangat. Aku ingin lagi. Aku ingin mengulang cumbuan yang baru sesaat itu. Semakin aku mendekat, h*sr*t ini semakin tidak tertahankan.

"Pram. Ayolah!" ajakku dengan menatap matanya dan napas hangat yang kuhembuskan di wajahnya.

Ah ... lagi-lagi Pram merespon keinginanku. Aku begitu menggebu menanggapi respon dari Pram. Ada rasa bersalah dan terbayang wajah Sifa. Keponakan yang selalu bersamaku dari kecil. Tapi rasaku pada Pram mengalahkan rasa bersalahku terhadap Sifa.

Baru sebentar aku merasakan lagi kehangatan bibir Pram. Dia sedikit mendorongku dan menghentikan cumbuan itu. Pasti teringat Sifa lagi.

Mungkin aku memang tidak bisa menggantikan Sifa di hatimu. Tapi aku akan membahagiakanmu. Ya. Membahagiakanmu dengan caraku.

Tanpa bicara, Pram keluar dari mobil. Dia membukakan pintu untukku, wajahnya terlihat kesal.

Apakah dia kesal dengan semua kejadian ini?

Semua memang butuh waktu, di mana kamu tidak akan bisa menjauh dariku. Kamu akan selalu menginginkan diriku, Pram.

"Baiklah, Pram, Tante akan turun di sini," jawabku dengan memberi kecupan hangat di pipinya.

Aku turun dari mobil dengan hati yang begitu bahagia. Sangat bahagia. Pram memang laki-laki idamanku. Tapi sayangnya bukan aku yang menjadi istrinya melainkan Sifa, keponakanku.

Aku turun dan berdiri di pinggir jalan. Pram langsung pergi meninggalkanku dan melajukan mobilnya begitu kencang.

Hari ini, hari yang sangat indah. Aku akan menunggu keindahan yang lebih lagi bersamanya.

Sudahlah, lebih baik aku pulang saja daripada tidak ada tujuan. Lagian juga sudah minta izin tidak masuk kerja.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status