Pelakor Itu Tanteku
POV Tante Lili"Pram, aku senang sekali kalau bisa berangkat kerja bareng seperti ini, sudah seperti suami istri yang bahagia," ucapku dengan menatap wajah Pram yang begitu tampan. Dan aroma parfum yang membuatku begitu bergairah."Maksud Tante? Jangan bicara yang nggak-nggak lah, Tan!" jawab Pram sok begitu polos.Pram memang terlihat diam, tapi aku tahu kalau dia juga merasakan getaran di hatinya.Pram ... Pram, semakin kamu bersikap acuh seperti itu, semakin terlihat kalau kamu juga menyimpan rasa padaku. Aku akan selalu sabar untuk menunggu kejujuranmu.Aku tersenyum gemas melihat sikap Pram."Sampai sini 'kan Tan? Arah kita berbeda," terangnya berusaha bicara ketus padaku.Aku diam dan enggan turun dari mobil, rasanya ingin terus bersama Pram seharian. Meskipun hanya menemani di sampingnya.Lebih baik hari ini aku tidak berangkat kerja. Aku akan minta izin saja."Pram, Tante ikut kamu saja, ya? Hari ini Tante males banget berangkat kerja.""Tidak bisa, Tan. Hari ini banyak hal yang mesti aku selesaikan. Aku juga masih harus bertemu dengan teman yang akan menanam modal di usahaku.""Berarti kalau tidak bisa hari ini, kapan dong Tante boleh ikut kamu?" tanyaku meminta kepastian dengan manja.Tatapan Pram melihat ke depan. Tetapi bahasa tubuhnya terlihat jelas kalau dia sedang gugup. Ya ... gugup menghadapi aku yang selalu membuat laki-laki tidak bisa menolak."Sekarang Tante turun di sini! Terserah mau berangkat kerja, mau pulang ataupun ke mana lah yang penting tidak ikut denganku."Baru kali ini ada laki-laki yang menolak ajakanku. Meskipun sebenarnya aku tahu kalau Pram melakukan semua ini terpaksa. Dia pasti tidak ingin menyakiti hati Sifa.Tetapi aku tidak bisa memungkiri kalau kecupan bibir waktu itu membuatku tidak ingin jauh darinya. Bahkan aku menginginkan semua itu terulang lagi."Kenapa kamu harus pura-pura, Pram? Kita sudah bukan anak kecil lagi. Ayolah. Tidak usah kamu tutupi perasaanmu padaku," ucapku begitu dekat di wajahnya.Pram mencoba menghindar dan memalingkan wajah dariku. Aku menyentuh wajahnya dan ku arahkan di depanku. Aku menatap kedua bola matanya dengan mata indahku. Seakan dia menahan wajahnya agar tidak tersentuh bibirku yang menawan dengan gincu berwarna merah jambu."Pram, aku ingin ...," ucapku berbisik di telinganya.Pram terlihat begitu gugup, meskipunakhirnya Pram membalas tatapan mataku. Terlihat jelas wajah tampannya yang ditumbuhi bulu halus. Hatiku terasa bergetar dengan degupan jantung yang begitu kencang.Semakin lama semakin dekat, akhirnya apa yang aku inginkan terjadi. Kita saling bercumbu di dalam mobil. Rasanya aku tidak ingin semua ini berakhir. Aku menginginkan dia, suami dari keponakanku sendiri. Tetapi aku juga tidak bisa mengontrol perasaanku.Maafkan Tante, Sifa.Drrttt drrttt drrtt ....Terasa getaran ponsel dari saku celana Pram yang membuat kita menghentikan cumbuan yang baru sesaat itu. Pram hanya membuka pesan tersebut dan memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya."Makasih, Pram?" ucapku begitu bahagia."Sekarang Tante turun! Aku ada urusan."Aku mengerti kenapa kamu bersikap seperti ini, Pram. Pasti kamu merasa bersalah dengan istrimu.Mungkin aku memang salah, dan kamu juga, Pram. Tapi perasaan ini tumbuh begitu saja. Entah karena aku terpesona dengan ketampananmu, atau sentuhan bibir yang membuatku ingin memilikimu. Tapi dari awal aku melihatmu, kamu memang sudah membuat hatiku bergetar."Sudahlah, Pram. Berhenti bersikap seperti itu padaku! Kita melakukan semua ini atas keinginan kita, bukan paksaan. Aku akan menjaga rahasia ini sebaik mungkin. Sifa tidak akan pernah tahu, Pram. Aku ingin kita menjalani semua ini selamanya, Pram."Aku kembali menyentuh wajah Pram dengan sentuhan hangat. Aku ingin lagi. Aku ingin mengulang cumbuan yang baru sesaat itu. Semakin aku mendekat, h*sr*t ini semakin tidak tertahankan."Pram. Ayolah!" ajakku dengan menatap matanya dan napas hangat yang kuhembuskan di wajahnya.Ah ... lagi-lagi Pram merespon keinginanku. Aku begitu menggebu menanggapi respon dari Pram. Ada rasa bersalah dan terbayang wajah Sifa. Keponakan yang selalu bersamaku dari kecil. Tapi rasaku pada Pram mengalahkan rasa bersalahku terhadap Sifa.Baru sebentar aku merasakan lagi kehangatan bibir Pram. Dia sedikit mendorongku dan menghentikan cumbuan itu. Pasti teringat Sifa lagi.Mungkin aku memang tidak bisa menggantikan Sifa di hatimu. Tapi aku akan membahagiakanmu. Ya. Membahagiakanmu dengan caraku.Tanpa bicara, Pram keluar dari mobil. Dia membukakan pintu untukku, wajahnya terlihat kesal.Apakah dia kesal dengan semua kejadian ini?Semua memang butuh waktu, di mana kamu tidak akan bisa menjauh dariku. Kamu akan selalu menginginkan diriku, Pram."Baiklah, Pram, Tante akan turun di sini," jawabku dengan memberi kecupan hangat di pipinya.Aku turun dari mobil dengan hati yang begitu bahagia. Sangat bahagia. Pram memang laki-laki idamanku. Tapi sayangnya bukan aku yang menjadi istrinya melainkan Sifa, keponakanku.Aku turun dan berdiri di pinggir jalan. Pram langsung pergi meninggalkanku dan melajukan mobilnya begitu kencang.Hari ini, hari yang sangat indah. Aku akan menunggu keindahan yang lebih lagi bersamanya.Sudahlah, lebih baik aku pulang saja daripada tidak ada tujuan. Lagian juga sudah minta izin tidak masuk kerja.BersambungPelakor Itu TantekuSelesai membersihkan rumah, aku langsung menuju dapur untuk mengecek bahan makanan dan juga bumbu."Emm ... ternyata banyak yang sudah habis. Aku harus segera belanja sekarang. Mumpung masih pagi. Lagian nanti siang masih harus masak juga," ucapku sendiri.Aku segera ganti baju dan sedikit memoles wajah dengan bedak tipis-tipis dan juga lipstik agar tidak terlihat pucat. Aku menggendong Fadil dan menunggu taksi online yang sudah ku pesan. Sebenarnya di rumah ada mobil dan motor yang terparkir di garasi. Tapi apa daya, aku memang takut menyetir mobil ataupun menaiki motor. Aku trauma membawa kendaraan sendiri karena pernah mengalami kecelakaan. Memang tidak parah, tapi entah kenapa setelah kejadian itu aku sama sekali tidak berani membawa kendaraan sendiri.Tidak berapa lama taksi yang ku pesan sudah datang. Aku bergegas masuk untuk berangkat ke supermarket. Selain belanja bahan makanan dan bumbu dapur, aku juga ingin membeli baju tidur yang dari kemarin sudah men
Pelakor Itu Tanteku"Fa, kamu tidak masak untuk makan siang?" tanya tante masuk ke kamarku. "Tidak, Tan. Tadi Mas Pram telepon nanti pulang kerja sekalian membawa makanan.""Oh," jawab tante singkat dan ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur. Aku masih sibuk membaca ulang pesan lama dari Mas Pram. Sesuatu yang biasa, tapi membuatku semakin cinta dengan suamiku. "Bau aroma, Pram," celetuk tante yang membuatku begitu kaget.Aku melihat Tante Lili memeluk bantal yang di pakai Mas Pram dengan memejamkan matanya. Kenapa dengan Tante? Apa yang sedang dia pikirkan?"Tan," panggilku sambil menepuk tangannya."E - Eh, ada apa, Fa?" jawab dia begitu gugup."Harusnya Sifa yang tanya. Tante kenapa meluk bantalnya Mas Pram? Tadi aku dengar Tante juga menyebut nama Mas Pram," tanyaku menatap Tante Lili serius."Ngawur saja kamu, Fa. Mana mungkin aku menyebut nama suami kamu. Aku peluk bantal karena emang terbiasa, entah bantal siapapun." Terlihat jelas kalau Tante Lili sedang ngeles, tadi jela
Pelakor Itu TantekuSelesai makan siang, Mas Pram keluar dan duduk di kursi panjang yang ada di taman rumah. Sedangkan aku masih sibuk membereskan dan membersihkan meja makan. "Fadil, main dulu sana sama Papa! Aku menyuruh Fadil untuk keluar."Ayo, Tante anter kamu ke tempat Papa! ajak Tante Lili pada Fadil. Akhirnya Tante Lili dan Fadil keluar menuju taman tempat Mas Pram duduk. Aku masih tetap sibuk beres-beres dilanjutkan mencuci piring dan gelas yang kotor. Setelah itu aku menyapu lantai ruang makan yang kotor sisa Fadil makan. Tanpa disengaja, aku menoleh ke arah taman di mana ada Mas Pram, Tante Lili dan Fadil di sana. Betapa terkejut dan kagetnya diriku sampai-sampai sapu yang kupegang lepas dari genggaman. Kakiku bergetar hebat, tubuhku terasa lemas. Aku melihat Tante Lili bersandar di bahu Mas Pram dengan tangan yang bermain nakal di wajah Mas Pram. Fadil, anakku yang masih bocah dan polos itu masih tetap asyik bermain mengambil batu-batu kecil dan menatanya. Sedangkan M
Pelakor Itu TantekuSesampainya di kamar, aku langsung menurunkan Fadil dari gendongan dan mendudukkan dia atas kasur bersama papanya.Aku sendiri duduk di kursi meja rias untuk menyisir rambut dan merapikan kunciran. Deg ... tiba-tiba teringat kejadian tadi saat Mas Pram dan Tante Lili di kamar berduaan. Mereka beralasan ada kecoa di kamar ini. Lalu pintu kamar di kunci dari dalam. Sebenarnya apa yang mereka lakukan di kamar ini? Aku merasa ada yang aneh dengan alasan kecoa di dalam kamar. Apalagi mereka terlihat begitu tegang tadi.Bau parfum Mas Pram di baju Tante Lili? Ucapan Tante Lili saat di kamar bersamaku? Berarti semua itu ada hubungannya dengan cinta terlarang antara Mas Pram dan Tante Lili?Sebenarnya aku sudah tidak mampu menahan air mata, tapi tidak mungkin aku menangis di depan Mas Pram. Aku tidak ingin dia curiga dengan apa yang telah aku ketahui tentang hubungannya dengan tanteku sendiri.Aku masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Ku tumpahkan air mata tanpa
Pelakor Itu Tanteku"Kenapa lagi, Sayang? Aku lihat dari tadi kamu banyak melamun, seperti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan. Cerita sama aku!"Aku pasti akan cerita, Mas, tapi bukan sekarang. Nanti kalau aku sudah mendapatkan bukti yang lebih. Aku akan cerita soal pengkhianatan suami bersama tanteku."Mas ... kita batalkan saja, ya, makan di luarnya!""Lho. Bukannya tadi kamu yang pengen kita pergi berdua?"Sebenarnya aku tidak pengen, Mas. Aku hanya ingin membuat Tante Lili panas. Aku hanya ingin tahu sejauh mana dia menaruh hati padamu. "Lain kali saja, Mas."Mas Pram tiba-tiba memelukku begitu erat. Biasanya aku merasa senang saat Mas Pram ingin bermanja denganku. Tetapi setelah aku melihat kejadian di taman tadi, rasanya jijik saat melihat Tante Lili memegang wajah Mas Pram dengan begitu nakal. "Mas, aku mandiin Fadil dulu," alasanku agar bisa menghindari kemanjaan Mas Pram yang lebih lagi.Mas Pram langsung melihat jam yang melingkar di tangannya."Baru jam segini, Sayang.
Pelakor Itu TantekuBuru-buru ganti baju agar bisa segera keluar menyusul Mas Pram. Bahkan sampai tidak sempat mengeringkan dan menyisir rambut yang habis keramas. Aku langsung berjalan dengan begitu cepat mencari Mas Pram dan Fadil. Kulihat mereka sedang duduk di ruang keluarga. Hatiku merasa lega karena tidak melihat Tante Lili.Segera menghampiri Mas Pram dan Fadil di sana. Aku duduk di samping Mas Pram dengan menghembuskan napas kasar.Seketika Mas Pram menoleh ke arahku dengan pandangan aneh. Langsung kurapikan rambut yang terurai dan sedikit berantakan. "Kenapa?" tanyaku membalas balik pandangannya. "Cantik." ucapnya dengan senyum yang begitu menawan."Cantik? Mas Pram ngeledek aku, ya? Orang belum sisiran gini dibilang cantik.""Lha, kenapa tidak di sisir dulu rambutnya?" Mas Pram mengelus rambutku begitu hangat. Dengan sikap Mas Pram yang selalu membuatku terpesona. Rasanya ingin sekali untuk tidak percaya dengan apa yang aku lihat tadi. Tapi ... semua itu nyata, dan aku t
Pelakor Itu TantekuPintu kamar Tante Lili terbuka karena dorongan tanganku."Eh ... ada apa, Fa?" tanya tante membuyarkan keteganganku."Ti - tidak apa-apa, Tan," jawabku sembari melangkahkan kaki ke dalam kamar."Terus?" tanya tante dengan wajah penasaran dan alis yang naik ke atas.Sepertinya Mas Pram tidak ada di sini. Lalu apa yang harus aku katakan pada Tante Lili? "O - oh. Sifa mau minta tolong Tante buat bantuin masak. Iya. Masak," jawabku agak sedikit gugup karena bingung harus berkata apa.Ayo Sifa, relaks!"Oh, ya sudah, nanti Tante bantu. Tante mau mandi dulu." "Mandi? Bukannya tadi Tante sudah mandi, ya? Habis luluran," "Iya, Fa, tapi rambut Tante lengket. Tante mandi dulu, nanti Tante susul ke dapur."Aku keluar dengan pikiran yang penuh tanda tanya. Mas Pram memang tidak kutemukan di kamar ini, tapi kenapa aku merasa curiga dengan Tante Lili. Aku melangkahkan kaki ke garasi. Ternyata mobil Mas Pram tidak ada. Hah ... aku terlalu cemas dan takut dengan hal yang kuli
Pelakor Itu TantekuAku mencoba mendengarkan obrolan mereka yang samar-samar dan mengintip mereka dari balik tembok. Terlihat Tante Lili memegang tangan Mas Pram. Seketika Mas Pram menarik tangannya dengan kasar.Tante Lili pun langsung memeluk Mas Pram. Saat itu Mas Pram terlihat menolak, tapi Tante Lili terus memeluknya dengan erat. Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat hal tersebut. Apa yang aku lihat sudah lebih dari cukup memberi bukti kalau mereka mempunyai hubungan terlarang.Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena aku sendiri yang ingin membuktikan sejauh mana hubungan mereka. Kulangkahkan kaki dengan cepat dan menarik lengan Tante Lili kasar.PLAKKKK Tamparan itu aku layangkan ke wajah suamiku. Suami yang selalu kubanggakan karena kebaikannya, tanggung jawabnya, dan sikapnya yang selalu membuatku terpesona.Seketika Mas Pram terdiam bak patung. Kutatap matanya tanpa berkedip dengan amarah yang sudah kutahan dari tadi siang. Aku memergoki Mas Pram dan Tante Lili d