"Kalimantan? Kamu yakin akan pergi sejauh itu?" Agam terpekik ketika mendengar pernyataan dari Rayu bahwa dia akan pergi ke Provinsi Kalimantan Timur. Pasalnya, Agam mendengar sendiri kemarin bahwa Rayu tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Papa dan Mamanya.
Jadi, jika harus pergi melintas pulau lain, siapa yang akan dia temui? Dan bagaimana kehidupannya nanti?
"Iya benar, aku akan ke sana. Aku tidak mau berlama-lama lagi, jadi ku pikir aku lebih baik pergi besok hari," sahut Rayu. Tak perlu ia menjelaskan apa-apa lagi pada Agam. Dia tak bisa menceritakan siapa perempuan yang tadi malam datang padanya.
"Aku juga harus pergi sejauh mungkin agar Golden Ang tidak bisa melacakku. Kalau kenluar negeri, aku butuh paspor dan untuk membuat itu tidak bisa cepat. Jadi aku rasa ke Kalimantan dulu adalah pilihan yang tepat," sambung Rayu lagi.
"Sebentar! Tapi di sana kamu hidup sama siapa Mba? Ada tempat tujuan?" Agam masih penasaran.
Ketahuilah, Agam adalah satu-satunya laki-laki yang amat khawatir pada keadaan Rayu yang jelas seorang diri saat ini. "Tak bisa kah Mba tetap di Jakarta? Kita sama-sama menunjang kasus ini hingga pelaku-pelaku itu ditangkap! Saya akan bantu sebisa mungkin, saya akan melakukan apapun untuk memberikan keadilan bagi keluarga Mba. Tapi saya mohon...."
"Dengan cara apa kakak mau bantu aku menuntaskan kasus ini? Apa kakak punya kekuatan atau kekuasaan lebih? Bahkan polisi nya sendiri yang menutupi kasus ini. Tidak ada yang peduli pada orang rendahan seperti kita. Kita perlu satu pegangan yang kuat kalau mau melawan manusia seperti mereka," sela Rayu memotong ucapan Agam.
Tak bisa dipungkiri bahwa apa yang diucapkan Rayu itu benar. Agam sudah berusaha melaporkan ini ke polisi terdekat, namun mereka tidak ada yang percaya dan mulutnya seperti sudah dibungkam oleh seseorang. Sejak kejadian itu, Agam tak hanya diam saja, dia sudah berusaha memperjuangkan kasus Rayu tapi tidak ada satupun lawyer yang menanggapinya. Memang benar, tidak semudah itu melawan petinggi negara.
"Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Aku akan bangkit lagi untuk membalas perbuatan mereka 100x lipat lebih menyedihkan dari ini. Aku akan membuat mereka memohon untuk dibunuh!" Tak tanggung, Rayu berapi-api sekali untuk membalas orang-orang yang telah merusak hidupnya.
"Di sana Mba akan tinggal bersama siapa?"
"Teman. Aku pernah punya kenalan dan saat ini orangnya ada di Kalimantan Timur," jawabnya terpaksa berbohong.
Pembicaraan mereka terpotong saat tiba-tiba Agam menerima panggilan telepon ke ponsel miliknya. "Sebentar ya!"
Tanpa beranjak, Agam menerima panggilan telepon itu tepat di samping Serayu.
"Halo? Dengan siapa ini?" tanya Agam setelah menekan tombol hijau.
"Kami dari Firma hukum Atmajaya, apa benar ini dengan saudara Agam Danuar?"
"Iya benar, dengan saya sendiri. Ada apa ya?"
"Begini Pak, firma hukum kami sedang mencari calon pengacara muda, dan kami mendapatkan rekomendasi atas nama anda. Bisa kah anda datang ke kantor kami untuk melakukan wawancara kerja?"
"Apa? Begitu ya? B-bisa. Saya akan datang setelah jam makan siang nanti. Terima kasih!" Lalu pihak penelepon itu mematikan sambungan teleponnya lagi.
"Siapa? Kenapa kakak seperti terbata-bata begitu ucapannya?" tanya Serayu penasaran.
"Engg iya, itu... Saya mendapatkan sebuah tawaran pekerjaan di firma hukum. Katanya melalui sebuah rekomendasi, tapi saya tidak tahu siapa yang merekomendasikannya. Aneh kan?"
Rayu manggut-manggut. "Dicoba aja, siapa tahu cocok. Firma Atmajaya itu bagus sih kataku."
"Mba tahu dari mana?"
"Uhm.." Rayu menggaruk kepalanya, "Papa! Papa yang pernah cerita tentang firma hukum itu, hehe!" jawabnya gugup. Seperti sedang menyimpan sebuah rahasia.
Tapi Agam tak ingin berpikiran macam-macam, ia menganggap tawaran ini adalah pengganti pekerjaan yang hampir diberikan oleh Pak Hendra beberapa hari yang lalu untuk dirinya.
"Kalau begitu saya pergi dulu ya, mungkin saya harus menyiapkan berkas. Besok saya akan antar ke bandara. Jangan menolak ya!"
Rayu tersenyum tipis, "iya iya! Besok pesawat ku berangkat pukul 10 pagi. Kita naik bis saja."
"Baik, sampai bertemu besok," jawab Agam terakhir kalinya sebelum benar-benar meninggalkan Rayu di rumah itu.
"Terima kasih Kak, maaf hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menebus pertolongan kakak pada saya selama ini. Semoga kelak jadi seorang yang punya kuasa dan berada di samping orang-orang yang tidak bisa melawan hukum," cicitnya sambil memperhatikan Agam yang lama-kelamaan mulai menjauh dari pandangan mata.
**
Firma Hukum Atmajaya.
Segala masalahmu, adalah pekerjaan bagi kami. Mulailah mencari keadilan dari hal yang paling kecil. (Semboyan Atmajaya)
Dua orang telah keluar dari sebuah ruangan setelah selesai melakukan wawancara kerja.
"Terima kasih banyak telah merekrut saya, saya akan bekerja keras dengan baik di firma ini."
"Sama-sama ya Pak Agam, kami menatikan saat-saat kita bisa bekerja sama."
"Tapi sebentar Bu Ratna, boleh saya bertanya sesuatu?"
"Boleh silakan saja Pak!"
"Anda tahu kasus tentang perebutan kekuasaan dari Golden Ang dan Addara Group? Apakah saya bisa mengolah kasus itu di kantor ini Bu?" tanya Agam yang menaruh harapan besar pada firma hukum ini.
Wanita itu tidak langsung menjawab ucapan Agam, dia masih terdiam untuk beberapa saat.
"Bukannya tidak bisa Pak, tapi kami sedang hati-hati memilih kasus. Saran saya, jadilah seorang pengacara besar yang berpengaruh bagi kalangan atas. Ketika berada di situlah kasus ganjil itu bisa dikaji lagi."
Agam merenungkan kata-kata yang barusan dia dengar.
"Selamat bekerja ya Pak, untuk saat ini fokus saja mengembangkan diri menjadi lebih baik. Permisi!" Kemudian, wanita yang bernama Ratna itu pun pergi meninggalkan Agam yang masih berdiri di depan ruangan wawancara tersebut.
"Apakah pejabat-pejabat itu sangat kebal sekali terhadap hukum? Bagaimana cara menjatuhkan mereka? Agam bertanya serius di dalam hatinya.
**
"Hati-hati ya Mba, semoga selamat sampai tujuan. Dalam keadaan apapun dan kondisi apapun, Mba jangan sungkan untuk menghubungi saya. Saya akan siap terbang ke Kalimantan untuk menjemput Mba," ujar Agam. Kini mereka berdua tengan berada di bandara untuk mengantar kepergian Rayu.
"Berapa kali aku dengar ucapan itu? Sampai aku hafal sekali Baiklah, akan aku turuti. Tapi janji juga, jadilah pengacara yang hebat. Dampingi aku ketika nanti aku siap memperjuangkan kasus Papa."
"Baik, saya akan jadi orang berkuasa. Maaf, sebetulnya saya belum tahu nama kamu Mba, boleh kita kenalan dulu? Walaupun sudah telat."
Rayu meraih tangan Agam, "Serayu. Ingat nama itu ya! Dan ingat bahwa Serayu akan datang dengan segala pembalasan dendamnya."
Agam mengangguk paham, "baiklah! Jaga diri dengan baik sampai hari itu tiba."
Mereka saling berpelukan untuk menjadi salam perpisahan yang terakhir.
Kemudian Rayu berjalan sambil menggeret kopernya dan menaiki eskalator untuk menunggu di ruang tunggu.
"Jakarta sedang bahagia. Selamat pada Golden Ang yang berhasil menajdi rekan Xy Group Italia."
Benner ucapan selamat itu terpampang jelas di dinding Bandara sebagai ucapan selamat dari pihak angkasa pura itu.
"Sialan! Nikmati kebahagiaan kalian sekarang, sebelum aku datang dan menghancurkan semuanya!" Serayu dalam mode on fire.
***
(Tahun 2012)Pesawat yang sedang membawa seluruh penumpang dari bandara Sepinggan Balikpapan, menuju Bandara Soekarno-Hatta Jakarta telah lepas landas setengah jam yang lalu.Saat ini Serayu telah berumur 22 tahun."Kamu siap menghadapi kehidupan kita ke depan? Ingat, sekarang nama kamu bukan lagi Serayu, tapi Clara. Mainkan identitas kamu sebagai wanita yang memiliki pesona tinggi agar bisa menarik hati laki-laki itu!""Baik Bu," jawabnya lirih.Tak ada tujuan lain bagi mereka berdua untuk membalas semua perbuatan perusahaan yang biadab itu.Dia bukan lagi anak dari profesor Hendra dan Karin, sekarang dia adalah anak satu-satunya dari perempuan yang bernama Rosalina. Entah apa yang telah dipersiapkan oleh mereka berdua, yang jelas Serayu dan Laura telah melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya untuk mencapai tahap ini. **"Hai, saya Bian Hartanto. Kamu Clara kan?" ucap satu pria yang menemui Clara di sebuah kafe setelah mereka sepakat untuk bertemu di sana. Bian, adalah target p
"Oh ya Mas? Nyonya besar yang sering dibicarakan itu? Aku justru penasaran bagaimana tampangnya, pasti dia cantik sekali," ujar Clara yang kembali memainkan aktingnya."Iya sayang, Nyonya besar itu sangat cantik. Aku beberapa kali pernah melihatnya di kantor saat beberapa kali berpapasan dengan pimpinan. Dia berwibawa sekali, pokoknya auranya memancar dan pantas sekali jadi orang kaya. Tapi ya itu, kadang tempramental dan suka marah-marah," katanya lagi.'Pimpinan? Apa yang dia maksud adalah Tuan Darwin?' tanya Clara dalam hatinya."Beruntung sekali ya, tapi aku tidak mau. Cukup menjadi istri Mas saja udah membahagiakan buat aku, apalagi bersama Vania."Bian mengecup pipi Clara sebagai ucapan terharunya."Oh ya Mas, pimpinan Golden Ang itu seperti apa? Dia orangnya cuek ya pasti?""Pak Darwin ya? Ya begitulah, dia berkarisma, dingin, penuh ambisi dan menggunakan segala cara untuk meraih keinginannya. Ada apa kok kamu bertanya tentang pimpinan?" tanya Bian. Clara langsung mengubah ekpr
"Rupanya wanita itu, anak perempuan yang dibanggakan oleh si Hary Hartawan? Bagus, aku tak perlu lagi bermain dengan lelah untuk menggaet targetku. Dia sudah berdiri di depan mata."Semua mata jelas sekali tertuju pada wanita itu. Siapapun yang melihatnya, baik dia lelaki atau wanita semua pasti akan jatuh cinta dengan pesonanya. Tapi tidak untuk Tuan Darwin, suaminya yang justru setiap malam sering menghabiskan waktu di bar musik itu."Terima kasih sudah menyambut saya, silakan duduk kembali," ucap perempuan berwajah sinis itu lalu dia duduk di sofa paling depan.Dan para ibu-ibu itu duduk kembali untuk mendengar sambutan pembukaan dari kepala sekolah."Saya haturkan rasa terima kasih yang banyak pada ibu-ibu sekalian yang telah mempercayai sekolah kami untuk membimbing putra-putrinya. Saya rasa, angkatan tahun ini adalah yang terbaik karena kita bertemu dengan anak dari salah satu pendiri sekolah ini. Namanya, Sheila Charlos Hartawan. Putri dari pasangan Ibu Maureen dan Bapak Darwin
bab 10. "Selamat pagi Tuan," ucap orang-orang yang membungkukkan badannya, ketika Darwin memasuki halaman lobi kantornya. Siapapun yang bertemu dengan sosok Darwin, dia akan memberikan hormat sepenuhnya pada laki-laki itu. Sang sekretarisnya mendekat, "Tuan, hari ini anda akan ada rapat bersama pimpinan dari kantor Robert Artaquez dari Portugal. Beliau sudah menanti di lokasi yang akan dikirimkan lewat email. Ini berkasnya," ungkap sekretaris itu. Berkata sambil berjalan mengikuti langkah kaki Darwin yang cepat. Darwin pun segera mengambil tablet itu, dan membacanya. "Batalkan!" katanya dengan sangat enteng. "Tapi Tuan, bukannya bekerja sama dengan perusahaan ini adalah keinginan ayah mertua anda?" Mertua yang di maksud oleh sekretaris itu adalah, Hary Hartawan. "Karena itu batalkan! Saya tidak mau repot. Cari alasan yang paling masuk akal!" jelas Darwin, kemudian dia mengembalikan tablet itu dam segera masuk ke dalam pintu lift yang sudah terbuka. Wajahnya begitu dingin, namun
"Jadi apa langkahmu? Menarik perhatian Maureen?""Benar, aku sudah berhasil membuatnya terkesan. Sebentar lagi, dalam acara pembukaan murid baru dia akan memakai baju pilihan saya. Dan terutama Darwin Chalos, laki-laki itu juga akan muncul menikmati musik yang akan aku mainkan. Aku berharap semua akan berjalan dengan lancar.""Oke, aku juga tidak sabar dengan menantikan saat-saat kehancuran keluarga mereka.""Bu, aku rasa Maureen sedang melacak lokasi Tuan Darwin melalui ponselnya.""Kalau begitu, laki-laki macam Darwin pasti lebih pintar. Tidak mungkin dia tidak tahu bahwa dia sedang dilacak.""Benar, itu maksudku."Mereka berdua saling berpikir sebuah jawaban yang paling tepat untuk hal itu Karena, manusia pintar macam Tuan Darwin adalah yang paling sulit untuk dikelabui.***Jepretan kamera dan pancaran kilat blitz itu telah mengerumuni kedatangan keluarga dari Darwin Charlos yang menyita seluruh perhatian para tamu lainnya. Mereka semua serentak memusatkan perhatiannya pada laki-l
Setelah pertunjukan berakhir, para tamu dipersilahkan juga untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Maureen, Darwin termasuk Clara juga berpindah ruangan, menempati aula yang khusus diisi oleh berbagai macam hidangan itu.Ketika melihat Clara berjalan masuk, mereka yang tadi terhibur oleh penampilannya tak lupa memberikan tepuk tangan meriah sebagai rasa terima kasih karena telah memberikan sebuah instrumen indah yang tentu saja tidak semua orang bisa melakukannya."Hebat sekali kamu, selamat ya. Lihat, banyak penonton yang menyukai penampilan kamu tadi," ungkap Maureen yang turut memberikan sambutan pada Clara.Wanita itu langsung membungkuk memberikan hormatnya pada Maureen. "Terima kasih Nyonya, saya tersanjung sekali. Padahal saya juga tidak terlalu mahir melakukannya, tapi malam ini entah kenapa saya terpacu sekali untuk bermain dengan baik. Mungkin karena saya sedang ditonton oleh tamu-tamu penting hari ini," sahut Clara sembari matanya menatap Darwin yang sedari tadi mem
"Selamat ya sayang, penampilan kamu luar biasa."Seseorang menghampiri Clara setelah perempuan itu masih saja terlibat adu pandang romantis dengan Darwin.Seketika, melihat suaminya datang Clara juha Darwin spontan mengalihkan arah penglihatannya."Hai Mas, ternyata kamu datang." Clara tersenyum amat bahagia."Always sayang, siapapun harus melihat penampilan kamu yang begitu mempesona. Aku bahkan tidak tahu kalau kamu pandai sekali bermain biola," ujar Bian sambil memeluk tubuh istrinya di hadapan Darwin yang masih tengah memperhatikan situasi tersebut.Clara membalas pelukan itu dengan mesra."Terima kasih sayang, dan aku ingin sebuah kehangatan nanti malam!""Benarkah? Siap kapten!" Mereka berdua saling tertawa dalam adegan pelukan itu.Sedang Darwin, menatap Maureen dengan pandangan sendu."Clara, sini!" Maureen langsung memanggil Clara begitu wujud perempuan itu terlihat oleh sepasang matanya."Kenalin, ini Om aku. Namanya Om Vincent." Clara pikir, laki-laki itu bukanlah Vincen
'Kamu tidak apa-apa? Sepertinya kamu menangis dan sedang menyesali sesuatu," ucap Darwin setelah Clara berhasil mengehentikan tangisannya seketika. Dia mengelap air matanya, merapikan rambutnya setelah itu dia mengumpulkan nyali kembali agar bisa terlihat baik-baik saja. "Maaf, aku tiba-tiba terserang sakit kepala hebat. Jadi aku ke sini agar orang-orang tidak ada yang melihat saya. Saya cukup terkejut karena justru bertemu dengan Tuan di sini. Maafkan saya," jawab serayu. Dia semaksimal mungkin ingin terlihat baik-baik saja di depan Darwin. Tapi laki-laki itu justru melihat Clara dengan tatapan yang berbeda. "Apa kamu sedang memendam sesuatu? Kamu terlihat seperti orang yang sedang bersedih." Deg!! Pertanyaan itu seketika membuat tubuhnya gemetar hebat. Dia menggertakkan giginya dengan kuat. 'Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu?' kata Clara dalam hatinya. "Maaf saya harus pergi." Tak ingin semakin mencurigakan di depan Darwin, Clara memutuskan untuk segera pergi dan mening