(Tahun 2012)
Pesawat yang sedang membawa seluruh penumpang dari bandara Sepinggan Balikpapan, menuju Bandara Soekarno-Hatta Jakarta telah lepas landas setengah jam yang lalu.
Saat ini Serayu telah berumur 22 tahun.
"Kamu siap menghadapi kehidupan kita ke depan? Ingat, sekarang nama kamu bukan lagi Serayu, tapi Clara. Mainkan identitas kamu sebagai wanita yang memiliki pesona tinggi agar bisa menarik hati laki-laki itu!"
"Baik Bu," jawabnya lirih.
Tak ada tujuan lain bagi mereka berdua untuk membalas semua perbuatan perusahaan yang biadab itu.
Dia bukan lagi anak dari profesor Hendra dan Karin, sekarang dia adalah anak satu-satunya dari perempuan yang bernama Rosalina.
Entah apa yang telah dipersiapkan oleh mereka berdua, yang jelas Serayu dan Laura telah melewati masa-masa tersulit dalam hidupnya untuk mencapai tahap ini.
**
"Hai, saya Bian Hartanto. Kamu Clara kan?" ucap satu pria yang menemui Clara di sebuah kafe setelah mereka sepakat untuk bertemu di sana.
Bian, adalah target pertama sebagai alat untuk bisa mengenal orang-orang di Golden Ang. Dia pegawai magang saat beberapa tahun lalu dan kini masih bekerja menjadi pegawai di devisi Humas di kantor nomor satu itu.
Gadis itu tersenyum sambil meraih tangan Bian, "benar, senang bertemu dengan anda."
"Wah, ternyata kamu jauh lebih cantik saat bertemu langsung daripada di foto. Aku beruntung," selanya kembali.
"Benarkah? Terima kasih atas sanjungannya Pak, anda juga jauh lebih tampan. Anda tidak terlihat seperti seorang laki-laki yang sudah memiliki anak," jawab Clara.
"Benarkah? Ya, kau tahu aku sudah punya anak ya. Apa kamu serius ingin menikah dengan seorang duda? Kamu tahu dia masih berusia satu tahun, dan ibunya pergi begitu saja. Tentu aku tidak bisa mengurusnya karena pekerjaan, jadi siapapun yang memenuhi undangan untuk menjadi ibunya, aku terima. Ternyata itu adalah kamu, aku benar-benar beruntung."
Clara menyentuh tangan Bian yang ditaruh di permukaan meja, Clara memasang wajah sedih seperti seorang yang sedang berempati.
"Tidak Pak, saya menyukai anakmu. Dia sangat lucu dan cantik, ibu mana yang tega meninggalkan dia seorang diri.
Saya tidak mungkin memenuhi undangan itu kalau saya tidak jatuh cinta pada gadis mungil itu. Kalau untuk kita, kita bisa menumbuhkan cinta seiring berjalannya waktu. Tapi untuk anak itu, aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama. Jadi aku memutuskan untuk bersedia menjadi ibunya," terang Clara penuh kepura-puraan.
Jelas saja Bian yang mendengar pernyataan Clara menjadi sangat terharu dan tak menyangka ada orang asing yang begitu iba terhadap putrinya.
Sekilas, kisah hidup Bian juga cukup menyedihkan. Dia adalah laki-laki yang terjebak pernikahan muda karena kecelakaan yang membuatnya memiliki seorang anak saat ibunya masih tidak siap.
Ketika sudah melahirkan anak itu, ibunya lebih memilih pergi dan tidak ada kabarnya hingga detik ini.
Bian tentu tidak bisa menghabiskan waktu untuk mengurus anaknya, tidak bisa juga ia titipkan pada orang lain dan menggajinya bertahun-tahun.
Ia membutuhkan seorang istri lagi.
Hingga akhirnya Bian memasang sebuah story dalam media sosial nya dan menginginkan seorang istri yang bersedia menyayangi anak perempuannya.
Hebatnya, karena Clara dan Bu Rosa sedang menggali informasi tentang mereka semua, alhasil Clara lah yang pertama kali melihat postingan itu dan dia memanfaatkan situasi itu untuk jalanya.
Dan tibalah saat dia bertemu dengan Bian secara langsung, hingga sukses membuat pria itu jatuh hati pada dirinya.
"Terima kasih Nona Clara, aku terharu dengan kata-kata mu. Semoga kamu memang benar mencintai anak saya, karena dia adalah segalanya untuk hidup saya."
"Aku mengerti Pak, aku juga tidak sabar bertemu dengan anak itu."
"Baik, kita akan segera bertemu dengannya. Tapi tolong jangan panggil saya Bapak, saya juga masih muda. Kita mungkin tidak berbeda jauh," lanjutnya lagi.
"Lantas aku harus memanggil anda apa?"
"Karena kita akan menjadi suami istri, bisakah kamu memanggil saya Mas? Atau Sayang?"
Clara tersenyum malu-malu. "Baiklah, akan ku panggil kamu Mas Bian."
Kini giliran Bian yang tersentuh, "baru kali ini ada perempuan yang tersenyum memanggilku. Terima kasih Nona Clara."
Hanya butuh waktu sesingkat itu Clara mampu membuat Bian jatuh hati dengannya. Misi pertamanya itu sukses tanpa kendala. Karena Bian yang sedang berada di titik pasrah nya itu, sangat terharu ketika Clara memainkan empatinya.
Clara juga sedikit terkejut karena aktingnya mampu membuat Bian seketika jatuh hati.
"Satu targetku berhasil. Lihat, bagaimana aku naik tangga satu persatu sampai akhirnya aku ada di atas. Akan ku kembalikan keadilan untuk Ibu Laura dan akan ku kembalikan tempat perusahaan ayah yang diambil oleh Golden Ang. Nikmati kebahagiaan kalian karena sebentar lagi aku datang," tukasnya dengan sarkas.
**
Setelah saling berkenalan dengan keluarga masing-masing, akhirnya tahun itu Clara dan Bian pun resmi menikah. Vania, anak Bian juga sudah mulai diasuh oleh Clara.
Saat awal menikah kehidupan mereka biasa saja. Sampai akhirnya, Bian yang masih menjadi pegawai biasa itu berkat kecerdasan Clara, dia merubah Bian menjadi karyawan teladan dan sering dilihat oleh atasannya.
Clara membantu suaminya memberikan ide-ide brilian sehingga proposal nya selalu diterima dan sukses membuat harga saham menaik drastis. Sehingga Bian pun menerima sebuah promosi dan kini telah diangkat menjadi manager Devisi pemasaran yang katanya telah dia idamkan sejak lama.
Clara kini sudah menginjak tangga keduanya. Dia sukses memainkan peran istri dan ibu yang cukup baik. Clara juga tidak pernah sedikitpun menyiksa Vania agar menghilangkan kecurigaan sedikitpun bagi Bian.
Justru dia rawat anak itu dengan penuh kasih sayang sampai akhirnya Bian semakin mencintai Clara. Meskipun mereka belum terlibat hubungan badan, tapi bagi Bian itu tidak masalah selagi anaknya dicintai dengan tulus.
"Oma, Ibu, lihat Vania menggambar ini, bagus tidak?" seorang anak kecil berlarian menghampiri kedua wanita yang tengah berbincang di ruang tamu.
"Waah, bagus sekali gambarnya. Boleh Oma minta dan ditaruh di kamar Oma?"
"Boleh Oma, ini buat Oma," ucap anak kecil itu lagi.
Ibu Rosa yang juga tinggal bersama mereka, turut menyayangi Vania seperti cucunya sendiri. Mereka tidak boleh ketahuan lebih awal.
Misi itu benar-benar apik dilakukan hingga tibalah saat Vania menginjak usia 5 tahun dan masuk TK.
Kini saatnya Clara membuat Bian menjadi kepala keluarga yang pantas menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah elite yang tidak bisa sembarang orang bisa masuk ke sana.
"Apa, Children Gold? Kamu serius ingin Vania sekolah di sana? Apa tidak terlalu mewah?"
"Memangnya kenapa? Vania adalah gadis pintar dan cantik, dia pantas di sekolah di situ. Lagi pula keuangan Mas sudah mencukupi untuk membiayai Vania di sana, Mas gak setuju ya?"
"Bukan begitu, aku setuju sekali. Hanya saja, di sana kamu akan bertemu dengan Nyonya besar istri dari atasanku. Dia orangnya menyeramkan sih, kata orang-orang."
Kedua mata Clara terbelalak lebar, pura-pura terkejut.
"Justru itu yang sedang aku cari Bian!" sahutnya dalam hati.
***
"Oh ya Mas? Nyonya besar yang sering dibicarakan itu? Aku justru penasaran bagaimana tampangnya, pasti dia cantik sekali," ujar Clara yang kembali memainkan aktingnya."Iya sayang, Nyonya besar itu sangat cantik. Aku beberapa kali pernah melihatnya di kantor saat beberapa kali berpapasan dengan pimpinan. Dia berwibawa sekali, pokoknya auranya memancar dan pantas sekali jadi orang kaya. Tapi ya itu, kadang tempramental dan suka marah-marah," katanya lagi.'Pimpinan? Apa yang dia maksud adalah Tuan Darwin?' tanya Clara dalam hatinya."Beruntung sekali ya, tapi aku tidak mau. Cukup menjadi istri Mas saja udah membahagiakan buat aku, apalagi bersama Vania."Bian mengecup pipi Clara sebagai ucapan terharunya."Oh ya Mas, pimpinan Golden Ang itu seperti apa? Dia orangnya cuek ya pasti?""Pak Darwin ya? Ya begitulah, dia berkarisma, dingin, penuh ambisi dan menggunakan segala cara untuk meraih keinginannya. Ada apa kok kamu bertanya tentang pimpinan?" tanya Bian. Clara langsung mengubah ekpr
"Rupanya wanita itu, anak perempuan yang dibanggakan oleh si Hary Hartawan? Bagus, aku tak perlu lagi bermain dengan lelah untuk menggaet targetku. Dia sudah berdiri di depan mata."Semua mata jelas sekali tertuju pada wanita itu. Siapapun yang melihatnya, baik dia lelaki atau wanita semua pasti akan jatuh cinta dengan pesonanya. Tapi tidak untuk Tuan Darwin, suaminya yang justru setiap malam sering menghabiskan waktu di bar musik itu."Terima kasih sudah menyambut saya, silakan duduk kembali," ucap perempuan berwajah sinis itu lalu dia duduk di sofa paling depan.Dan para ibu-ibu itu duduk kembali untuk mendengar sambutan pembukaan dari kepala sekolah."Saya haturkan rasa terima kasih yang banyak pada ibu-ibu sekalian yang telah mempercayai sekolah kami untuk membimbing putra-putrinya. Saya rasa, angkatan tahun ini adalah yang terbaik karena kita bertemu dengan anak dari salah satu pendiri sekolah ini. Namanya, Sheila Charlos Hartawan. Putri dari pasangan Ibu Maureen dan Bapak Darwin
bab 10. "Selamat pagi Tuan," ucap orang-orang yang membungkukkan badannya, ketika Darwin memasuki halaman lobi kantornya. Siapapun yang bertemu dengan sosok Darwin, dia akan memberikan hormat sepenuhnya pada laki-laki itu. Sang sekretarisnya mendekat, "Tuan, hari ini anda akan ada rapat bersama pimpinan dari kantor Robert Artaquez dari Portugal. Beliau sudah menanti di lokasi yang akan dikirimkan lewat email. Ini berkasnya," ungkap sekretaris itu. Berkata sambil berjalan mengikuti langkah kaki Darwin yang cepat. Darwin pun segera mengambil tablet itu, dan membacanya. "Batalkan!" katanya dengan sangat enteng. "Tapi Tuan, bukannya bekerja sama dengan perusahaan ini adalah keinginan ayah mertua anda?" Mertua yang di maksud oleh sekretaris itu adalah, Hary Hartawan. "Karena itu batalkan! Saya tidak mau repot. Cari alasan yang paling masuk akal!" jelas Darwin, kemudian dia mengembalikan tablet itu dam segera masuk ke dalam pintu lift yang sudah terbuka. Wajahnya begitu dingin, namun
"Jadi apa langkahmu? Menarik perhatian Maureen?""Benar, aku sudah berhasil membuatnya terkesan. Sebentar lagi, dalam acara pembukaan murid baru dia akan memakai baju pilihan saya. Dan terutama Darwin Chalos, laki-laki itu juga akan muncul menikmati musik yang akan aku mainkan. Aku berharap semua akan berjalan dengan lancar.""Oke, aku juga tidak sabar dengan menantikan saat-saat kehancuran keluarga mereka.""Bu, aku rasa Maureen sedang melacak lokasi Tuan Darwin melalui ponselnya.""Kalau begitu, laki-laki macam Darwin pasti lebih pintar. Tidak mungkin dia tidak tahu bahwa dia sedang dilacak.""Benar, itu maksudku."Mereka berdua saling berpikir sebuah jawaban yang paling tepat untuk hal itu Karena, manusia pintar macam Tuan Darwin adalah yang paling sulit untuk dikelabui.***Jepretan kamera dan pancaran kilat blitz itu telah mengerumuni kedatangan keluarga dari Darwin Charlos yang menyita seluruh perhatian para tamu lainnya. Mereka semua serentak memusatkan perhatiannya pada laki-l
Setelah pertunjukan berakhir, para tamu dipersilahkan juga untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Maureen, Darwin termasuk Clara juga berpindah ruangan, menempati aula yang khusus diisi oleh berbagai macam hidangan itu.Ketika melihat Clara berjalan masuk, mereka yang tadi terhibur oleh penampilannya tak lupa memberikan tepuk tangan meriah sebagai rasa terima kasih karena telah memberikan sebuah instrumen indah yang tentu saja tidak semua orang bisa melakukannya."Hebat sekali kamu, selamat ya. Lihat, banyak penonton yang menyukai penampilan kamu tadi," ungkap Maureen yang turut memberikan sambutan pada Clara.Wanita itu langsung membungkuk memberikan hormatnya pada Maureen. "Terima kasih Nyonya, saya tersanjung sekali. Padahal saya juga tidak terlalu mahir melakukannya, tapi malam ini entah kenapa saya terpacu sekali untuk bermain dengan baik. Mungkin karena saya sedang ditonton oleh tamu-tamu penting hari ini," sahut Clara sembari matanya menatap Darwin yang sedari tadi mem
"Selamat ya sayang, penampilan kamu luar biasa."Seseorang menghampiri Clara setelah perempuan itu masih saja terlibat adu pandang romantis dengan Darwin.Seketika, melihat suaminya datang Clara juha Darwin spontan mengalihkan arah penglihatannya."Hai Mas, ternyata kamu datang." Clara tersenyum amat bahagia."Always sayang, siapapun harus melihat penampilan kamu yang begitu mempesona. Aku bahkan tidak tahu kalau kamu pandai sekali bermain biola," ujar Bian sambil memeluk tubuh istrinya di hadapan Darwin yang masih tengah memperhatikan situasi tersebut.Clara membalas pelukan itu dengan mesra."Terima kasih sayang, dan aku ingin sebuah kehangatan nanti malam!""Benarkah? Siap kapten!" Mereka berdua saling tertawa dalam adegan pelukan itu.Sedang Darwin, menatap Maureen dengan pandangan sendu."Clara, sini!" Maureen langsung memanggil Clara begitu wujud perempuan itu terlihat oleh sepasang matanya."Kenalin, ini Om aku. Namanya Om Vincent." Clara pikir, laki-laki itu bukanlah Vincen
'Kamu tidak apa-apa? Sepertinya kamu menangis dan sedang menyesali sesuatu," ucap Darwin setelah Clara berhasil mengehentikan tangisannya seketika. Dia mengelap air matanya, merapikan rambutnya setelah itu dia mengumpulkan nyali kembali agar bisa terlihat baik-baik saja. "Maaf, aku tiba-tiba terserang sakit kepala hebat. Jadi aku ke sini agar orang-orang tidak ada yang melihat saya. Saya cukup terkejut karena justru bertemu dengan Tuan di sini. Maafkan saya," jawab serayu. Dia semaksimal mungkin ingin terlihat baik-baik saja di depan Darwin. Tapi laki-laki itu justru melihat Clara dengan tatapan yang berbeda. "Apa kamu sedang memendam sesuatu? Kamu terlihat seperti orang yang sedang bersedih." Deg!! Pertanyaan itu seketika membuat tubuhnya gemetar hebat. Dia menggertakkan giginya dengan kuat. 'Bagaimana bisa dia berbicara seperti itu?' kata Clara dalam hatinya. "Maaf saya harus pergi." Tak ingin semakin mencurigakan di depan Darwin, Clara memutuskan untuk segera pergi dan mening
"Oh ya? Lalu kenapa sangat sulit sekali untuk menarik beliau?" "Ya itulah kendalanya. Dia tidak mau mengangkat telepon dari kami.. Alasannya sibuk dan tidak berminat. Aku bahkan pernah membuat sayembara pada siapapun yang berhasil membuat dia bekerja dengan ku, tapi sampai detik ini belum ada yang berhasil membujuknya," sambung Maureen kembali. Rasa penasaran Clara amat tinggi mengenai siapa sosok kepala jaksa yang dimaksud Maureen. Dan itu menumbuhkan rasa semangat untuk semakin ingin membantu dan menarik perhatian dari Maureen padanya. "Boleh kah saya yang membantunya? Siapa sosok jaksa hebat itu?" "Hahaha? Kamu, mau sok menaklukkan kepala kejaksaan itu? Berani apa kamu?" Maureen justru malah mentertawakan Clara dengan konyol. "Saya ingin mencobanya Nyonya, barangkali saya berhasil!" Meski geram, Clara tetap sabar menghadapi olokan Maureen yang sepertinya sangat merendahkan Clara. "Namanya Jaksa Agam Danuar. Dia telah menyelesaikan studinya di China setalah bekerja dan hampir