Dewi mengunci pintu kamarnya, diatas kursi roda, tubuh Tia gemetaran, ketakutan.
"Ibu, apa mereka orang jahat?"Degh !Pertanyaan Tia membuat Dewi bingung merangkai kata jawabannya, ia berjongkok disamping kursi roda Tia, menggenggam tangan Tia dengan kelembutan, akhirnya Dewi harus mengatakan apa yang sebenarnya dulu pernah terjadi. "Dulu, mereka berdua pernah jahat pada ibu. Mereka membawa Tia pergi sampai jauh dari ibu, tapi sekarang Tia sudah dikembalikan lagi kepada ibu. Ibu senang sekali." kata Dewi sambil menciumi pipi Tia.Tia belum paham apa yang dibicarakan Dewi. Namun melihat airmata yang menetes dipipi Dewi, Tia lalu menghapus lembut dengan jemarinya." Ibu jangan nangis, Tia ga tau.. Tia ga tau buu... "Dewi memeluk Tia, mengelus-elus rambut dikepalanya. Meskipun Dewi tahu persis kesadaran Tia belum pulih, tapi ia sudah mau berbicara dengan ibunya, walaupun masih menganggap ibu hanya sebuah panggilan tanpa makna yang jelas baginya.Kamar Dewi tidak terlalu luas, tapi disitu ada lemari kaca berpintu dua, disampingnya tampak pintu menuju ke kamar mandi dalam kamar, di pojok ruangan ada meja rias, dan meja kerja untuk work from home di sisi sebelah kiri tempat tidurnya.. Tiba-tiba handphone di atas meja kerjanya berbunyi, tanda panggilan meeting online dari tugas kantor. Mata Dewi menoleh kearah handphonenya sebentar, lalu menatap pada Tia lagi,"Kamu tunggu disini sebentar ya, ibu panggil mbak Surti dulu,"Dewi lalu keluar dari kamar. Di ruang tamu terlihat Iwan masih duduk disitu."Kamu ngapain masih disini.. aku bilang sekali lagi kamu harus pergi dari sini. Teruskan saja hubunganmu dengan Dini. Dulu, kamu bilang dia lebih pantas jadi ibunya Tia kan? Aku tidak akan pernah bisa melupakan semuanya Iwan.. Seluruh rasa sakit dan pedihnya hati ini, tidak dapat kamu tebus hanya dengan satu kalimat permohonan maaf saja. Sekarang pergilah.. jangan sampai aku teriaki maling, sampai tetangga yang akan mengusirmu.."Iwan menatap Dewi, lalu menoleh kearah pintu kamar Dewi, dan kembali menatap Dewi lagi. Kalau saja bukan karena ada Tia keturunannya, dia tak mungkin mendatangi Dewi, yang kedatangannya seolah dianggap mengemis kebaikan hati dari seorang Dewi. Sebagai laki-laki, Iwan merasa terusir dari situ.Dewi membuang wajahnya dari tatapan Iwan, ia lalu jalan menuju ke dapur,"mbak Surti.. mbak dimana?""Saya lagi di kamar mandi non,""Nanti temani Tia nonton tivi ya mbak..""Baik non,"Dewi kembali menuju ke kamarnya, ia sempat melihat Iwan yang melangkah tanpa menengok lagi, lalu menutup pintu rumah. Dewi merasa lega. Sedikitnya, hatinya tidak terganggu lagi, kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.**Sementara itu, Iwan yang merasa kecewa dengan penolakan Dewi, dan harus menerima kenyataan bahwa Dewi masih belum bisa melupakan kesalahannya dimasa lalu; dia mengemudikan motornya jadi kurang fokus. Hingga tiba-tiba dia tersentak, motornya oleng karena menabrak seorang wanita yang hendak menyebrang tapi ragu-ragu. Wanita itu, setelah tertabrak tubuhnya oleh motor Iwan, langsung terseret mobil dalam kecepatan tinggi. Terseret beberapa meter karena jilbab panjangnya tersangkut dikaca spion mobil, setelah dilepas jilbab yang tersangkut oleh penumpang dalam mobil itu, mobil pun langsung melaju meninggalkan korbannya. Iwan terkejut, melihat langsung didepan matanya wanita itu terpental dan tersungkur dekat trotoar. Dia langsung memparkir motornya di pinggir jalan, karena melihat wanita itu tubuhnya tertelungkup dan tidak bergerak."Ya Allah.. ini salahku," kata Iwan sambil menghampiri tubuh wanita tersebut.Iwan membalikkan tubuhnya, wajah wanita itu terlihat jelas karena niqob/cadar penutup wajah sudah terlepas. Iwan semakin terkejut, meski wajah wanita itu cacat oleh baret-baret dikedua pipinya, tapi Iwan masih mengenalinya. Wanita itu adalah Dini, mantan pelakor yang telah menggoda hatinya dan merusak kehidupan rumahtangganya. Namun Iwan tidak tega meninggalkan Dini terkapar tak sadarkan diri disitu, dia lalu meminta pertolongan dengan menyetop mobil-mobil lain yang lewat di jalan itu.Rasa kesadaran manusiawi Iwan muncul, karena bagaimanapun Dini pernah hadir dihatinya. Entah karena kesepian, sekedar pelampiasan nafsu, atau karena wibawa kelelakiannya seolah hilang dimata Dewi, pada waktu itu.Sebuah mobil sedan yang dikemudikan oleh seorang wanita cantik berhenti."Kenapa dia mas?" tanya wanita itu."Korban tabrak lari mbak.."Wanita cantik yang berparas mirip artis korea, membukakan pintu belakang mobil, Mereka berdua menggotong tubuh Dini, lalu menidurkannya dikursi belakang mobil."Dia pingsan, masnya duduk didepan saja," kata wanita itu."Gak mbak, saya bawa motor jadi saya ikuti dari belakang,""Oke kalau begitu ga apa-apa.. tapi mas jangan kabur ya?""Enggaklah mbak.. " Iwan tersenyum hambar.Setiba di rumahsakit, perawat sudah menunggu dimuka ruang IGD, dua perawat itu tergesa-gesa mendorong brankar menuju ke mobil wanita tadi, lalu membawa tubuh Dini langsung masuk ke ruangan IGD. Wanita itu mengikuti dari belakang.Selang beberapa saat, Iwan masuk ke ruang IGD, dan mencari wanita itu. Seorang perawat menegurnya,"Cari siapa mas?""Itu pasien yang korban tabrak lari,""Ooh, disitu mas... masih ditangani oleh dr Finka," kata Perawat sambil menunjuk ketempat tidur pasien di pojok ruangan, tapi ia merasa perlu mengantarnya.Perawat tersebut mengantar Iwan ke arah tempat tidur pasien yang tertutup oleh gordein. Iwan terkesima melihat wanita berwajah artis korea itu ternyata seorang dokter, dan kini berada didepannya dengan mengenakan baju panjang putih seragam seorang dokter. Alamak, kupikir dia artis! batin Iwan."Mas tunggu di luar dulu ya,""Baik dok.."Iwan pun berjalan keluar dari situ. Tak lama kemudian dr Finka menemui Iwan."Perempuan itu masih belum sadar, apa mas tahu keluarganya?""Saya tidak tahu, saya hanya saksi korban tabrak lari, tapi saya sempat memotret nomer mobil yang menabraknya,"Iwan menyodorkan foto di dalam hapenya kepada dr Finka."Ya sudah, nanti saya hubungi Polisi dulu, supaya dapat bantuan uang dari asuransi. Tapi mas jangan pergi dulu sampai Polisinya datang ya..""Baik dokter,"Iwan lalu duduk di kursi dekat pintu, sedangkan dr Finka terlihat menelpon Polisi. Baru saja dr Finka memutuskan hubungan handphonenya, tiba-tiba hp itu berdering lagi."Hallo, ini siapa ya?""Aku Permana Fin..." kata suara diseberang sana."kemarin ada yang miscal berkali-kali, siapa ya.. apa kamu tahu Fin.." lanjut Dr Permana."Ooh, itu Dewi teman SMA kita dulu, aku memang kasih nomer kamu ke dia.."Iwan tersentak mendengar dr Finka menyebut nama Dewi, dia lalu menguping obrolan tersebut."Dewi.. yang mana ya? aku lupa Fin.. banyak nama Dewi yang hadir dalam hidupku,""Alaay banget kamu, Dewi itu lho yang galak, cantik, yang pernah kamu jahilin dulu,""Ya udah, aku ga inget blasss.. ada apa dengan Dewi?""Dia butuh bantuan kamu. Anaknya trauma mental dan fisik, akibat bencana tsunami di Banten dua tahun yang lalu,"Deg!Iwan kaget mendengar penuturan dr Finka, dia semakin penasaran."Usia berapa Fin?""5 tahun Man, coba hubungi dia, siapa tahu dia belum dapat psikiater sehebat kamu,""Oke Fin, makasih infonya ya,""Oke.. sama-sama"Dr Finka lalu memutuskan hubungan handphonenya, dan memasukkan hp itu ke dalam lacinya.Tak lama kemudian, dua orang Polisi masuk ke ruangan IGD, mereka langsung menemui dr Finkan."Bagaimana dok," tanya Polisi 1.Dr Finka yang baru saja meletakkan handphonenya kedalam laci, spontan menoleh ke arah Polisi tersebut."Silakan duduk pak, saya panggilkan saksinya dulu,"Iwan yang masih memikirkan tentang Dewi, tiba-tiba tersentak, menyadari kalau dua orang Polisi itu menuju ke tempat duduk di depan meja dr Finka. Apalagi dr Finka terlihat berdiri hendak menuju ke arahnya. Tanpa diminta Iwan langsung menghampir dr Finka dan duduk disamping Polisi itu."Ini Pak, tadi saya sempat foto nomer mobil yang menabraknya,"Iwan memperlihatkan foto adegan sebuah mobil yang menjauh dan tampak Dini yang tergeletak di trotoar."Sekarang kondisi pasiennya bagaimana dok?""Dia masih pingsan pak.. tadi sudah saya berikan bantuan medis, apa bapak mau lihat?"Iwan memotong, karena dia masih merasa galau. Dia takut kalau tiba-tiba Dini sadar dari pingsannya."Ini fotonya saya kirim kemana?. Saya buru-buru, harus kerja,""Ke hp saya aja mas..081299xxxxx" sahut dr Finka."Oke dok, terimakasih" kata Iwan langsung mengirim foto tersebut."Saya pamit ya dok, pak Polisi,""Iya mas, terimakasih atas kerjasamanya ya.." ucap dr Finka lalu mengajak Polisi menengok ke ranjang pasien Dini.Iwan melangkah keluar dari ruang IGD. Dia sengaja meninggalkan Dini disitu karena tidak mau terlibat lagi kedalam pengaruh Dini yang akan menambah masalah baru nantinya. Dia bertekad ingin membuktikan rasa sayangnya kepada Tia. Itu saja.***Manusia memang tak ada yang sempurna. Demikian pula dengan Sita. Gadis yang berusia 18 tahun ini baru saja tamat dari Sekolah Menengah Atas. Masa pubertas yang dipengaruhi gejolak emosional, lebih sering dikuasai oleh tuntutan pemenuhan hasrat dari dalam tubuhnya saja.Wardah jalan disamping bi Risna, ia menuju ke sebuah pintu kamar, lalu membukakannya. Kamar itu kosong. Ia memberitahu dengan bahasa tangannya supaya bi Risna bersihkan dulu. Bi Risna meresponnya dengan mengangguk-angguk. Wardah lalu pergi meninggalkan bi Risna disitu. Bi Risna dan Sita di yang jalan belakangnya, lalu masuk ke dalam kamar tersebut.Ruangan kosong itu berukuran cukup besar, empat kali tiga setengah meter. Dulu, sewaktu masih ada almahum ibunya Wardah, ruang tersebut digunakan untuk segala kegiatan. Tempat bermain Wardah dimasa kanak-kanak, tempat belajar bahasa isyarat, menulis dan membaca; hingga dijadikan tempat Wardah Fatimah belajar membuat kue. Benda-benda sisa kegiatan dari masa lalu tersebut sudah
Manusia memang tak ada yang sempurna. Demikian pula dengan Sita. Gadis yang berusia 18 tahun ini baru saja tamat dari Sekolah Menengah Atas. Masa pubertas yang dipengaruhi gejolak emosional, lebih sering dikuasai oleh tuntutan pemenuhan hasrat dari dalam tubuhnya saja. Wardah jalan disamping bi Risna, ia menuju ke sebuah pintu kamar, lalu membukakannya. Kamar itu kosong. Ia memberitahu dengan bahasa tangannya supaya bi Risna bersihkan dulu. Bi Risna meresponnya dengan mengangguk-angguk. Wardah lalu pergi meninggalkan bi Risna disitu. Bi Risna dan Sita di yang jalan belakangnya, lalu masuk ke dalam kamar tersebut. Ruangan kosong itu berukuran cukup besar, empat kali tiga setengah meter. Dulu, sewaktu masih ada almahum ibunya Wardah, ruang tersebut digunakan untuk segala kegiatan. Tempat bermain Wardah dimasa kanak-kanak, tempat belajar bahasa isyarat, menulis dan membaca; hingga dijadikan tempat Wardah Fatimah belajar membuat kue. Benda-benda sisa kegiatan dari masa lalu tersebut suda
Setelah slang infus dipasang oleh Perawat di tangan Dewi, Perawat itu mendekati Dr Permana. "Bagaimana kondisi istri saya suster?" "Tekanan darahnya agak rendah, tapi gak apa-apa.. bu Dewi butuh istirahat saja. Dokter Herman sedang dalam perjalanan kesini dok," ucap Perawat jaga itu. "Baik suster, terimakasih," Perawat itu menuju ke meja, lalu memberi catatan pada selembar kertas diatas papan jalan, dan keluar dari ruangan. "Kalau ada apa-apa, saya di ruang jaga dok," "Baik Suster, terimakasih.." sahut Dr Permana. Dr Permana duduk disamping ranjang pasien. Dia menatap wajah istrinya, merasa kuatir melihat kondisi Dewi, tubuhnya sangat lemah serta wajahnya pucat. Dr Permana tampak mengelus tangan Dewi dengan penuh kasih. "Kamu sabar ya sayang... ini reaksi kandungan dengan tubuhmu. Gak apa-apa, gak lama kok.. aku yakin kamu pasti kuat.." seru Dr Permana sambil menciumi punggung tangan istrinya. Dewi mengangguk pelan, "Terimakasih ya.. Aku jadi ngantuk pap.. " "Iya
Motor Iwan keluar dari halaman samping warung Wahyu. Dia merasa lega karena sudah membawa Tia ke rumah miliknya. Dia percaya, disitu banyak yang akan menjaga serta membimbingnya. Didalam benak Iwan ada target bahwa tahun depan Tia sudah harus masuk sekolah Taman Kanak-kanak, mungkin bisa juga bersama dengan Nana, kalau dia mau. Iwan memparkir motornya di pinggir jalan untuk menelpon pak Hasan, "Assalamu'alaikum pak Hasan, saya minta alamat rumah sakitnya pak haji," "Oh iya boleh..." Pak Hasan pun menjelaskan alamatnya, lalu Iwan mencari alamat tersebut, dengan bertanya-tanya kepada warga yang duduk di depan sebuah warung kopi di pinggir jalan raya itu. Sampai akhirnya dia menemukan letak rumah sakit tersebut. Iwan memparkir motornya, lalu masuk ke area lobby rumah sakit. di depan meja costumer service, dia bertanya pada petugas wanita disitu. "Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya petugas wanita tersebut. "Kalau pasien pak haji Mahmud dirawat di lantai berapa kak?" tanya Iwan
Mobil pajero hitam milik pak haji Mahmud melaju meninggalkan pinggir jalan depan warung Wahyu. Iwan mengenalkan Dini dan Tia pada keluarga Wahyu. Mereka pun saling bersalaman, mengenalkan diri masing-masing, "Wahyu... ini Nuning istri saya, itu nek Warni ibunya Nuning. Nah yang ini Nana kak.." "Nanti Tia main sama Nana disini ya?" sela Iwan. "Iya ayah.." Tia bersalaman dengan Nana. "Yuuk kita main di sana, ada ayunan lho.." Nana mengajak Tia. Iwan terperangah mendengar ucapan Nana. "Dimana ayunannya Na?" "Di samping rumah om.. kemarin Bapak dan Aki yang buatin.. ayoo" Nana dan Tia tampak langsung akrab. Mereka berlari menuju ke arah halaman samping rumah Iwan. Iwan, Dini, pak Sidik, Wahyu dan Nuning, saling bersitatap, dan tersenyum lebar. "Alhamdulillah... makasih Yu.." "Iya bang.. saya tahu mereka butuh tempat bermain, jadi kemarin saya cari ban bekas dan trus diikat ke pohon di samping belakang rumah abang.." "Tapi kuat ya Yu..?" "Kuat bang.."Iwan menoleh ke arah Dini
Mereka tampak menikmati makan siang di satu warung makan di pinggir jalan raya itu. Setelah perutnya terisi makanan, wajah Dini terlihat segar. Iwan lalu menyuruhnya menelan pil anti mabuk. "Obat anti mabuknya diminum Din, kita bakal naik kapal feri.. nanti kalau mabuk lagi gimana?" "Iya bu diminum," celetuk Tia. "Iya Tia," jawab Dini sambil mengambil obat tersebut dari dalam tasnya. Dini pun lalu menelan pil anti mabuk tersebut. Tak lama kemudian, setelah Iwan merasa sudah cukup waktu istirahat bagi mereka, dia membayar makanan dan mengajak istri dan anaknya menuju ke mobil. Pak Hasan menyalakan mesin mobil, dan mobil melaju kembali. ** Pelabuhan Merak sudah terlihat. Matahari mulai bergeser ke tengah. Diantara teriknya panas matahari, tampak kesibukan kendaraan yang hendak menyeberang menuju Pelabuhan Bakauhuni. Suasana kesibukan di Pelabuhan Merak, tidak begitu padat, mungkin karena hari ini bukan hari liburan anak-anak sekolah dan bukan hari besar juga. Setelah menga