Share

4. Terjerat Kembali

Zeva merebahkan diri, mencoba memejamkan mata, tapi tidak berhasil. Dia tidak menyangka, sampai kini pun otaknya dipenuhi memori saat bersama dengan Vianca. Wanita itu, berhasil mencuri hatinya, walau hanya baru bertemu satu malam. 

Zeva meraih ponsel, kemudian mengirim pesan pada Vianca hanya sekadar menggoda tanpa ada maksud lain. "Gua ingin ketemu sama lo lagi. Setiap hari dan seumur hidup. Lo mau?"

Zeva merasa geli sendiri. Jika dia bertemu setiap hari dengan Vianca, maka dia harus sedia uang yang banyak untuk membayar rutin wanita itu. Padahal, uang dari ayahnya sudah hampir menipis. Semakin ke sini, ayahnya terlalu rese dan susah memberikan uang lagi. Zeva jadi kepikiran untuk mencari pekerjaan dengan benar.

Ada notifikasi pesan masuk, dan itu dari Vianca. "Jangan aneh-aneh, Mas."

Zeva tidak suka balasan itu. Baginya, Vianca sudah lancang menolak dirinya.

"Lo adalah wanita malam paling rese yang pernah gua temui. Lo nolak keinginan gua?" 

"Bukannya menolak, kalau bertemu seumur hidup itu artinya menikah. Emang Mas mau nikah sama saya?"

Zeva tertegun, kini dirinya yang tidak membalas. Entahlah, sepertinya Zeva takut jika dimintai menikahi Vianca. Meskipun Vianca baginya adalah sesuatu hal yang paling indah. Namun, dia tidak pernah terpikir untuk mendapatkan keturunan dari seorang mantan wanita malam. 

Zeva hanya ingin bersenang-senang sejenak, selepas keluar dari penjara. Namun, hatinya lebih rumit dari yang dia pikirkan. Wajah Vianca akan terlukis sendiri di otaknya.

***

Vianca, wanita itu kini sedang berputus asa. Di depan matanya ada seorang laki-laki yang sedang mengacak-acak kamarnya untuk mencari sesuatu. Vianca melempar benda apa saja yang dia raih. Kebetulan, ada dua bingkai foto di sampingnya dan benda itu melayang di udara mengenai punggung pria yang bernama Melvin. Namun, punggung Melvin terlalu kokoh jika hanya dilempar bingkai. 

Laki-laki itu tahu seluk beluk isi kontrakan Vianca, karena dia adalah kakak tiri Vianca. Melvin membalikan badan sejenak, hanya untuk mengumpat dan memaki adiknya dengan kata-kata kotor. 

"Jangan sentuh barang-barangku!" teriak Vianca.

Akhirnya yang Melvin cari berhasil dia temukan. Sungguh tidak mudah menemukan amplop berisi uang milik Vianca, karena Vianca menyembunyikan amplop itu. 

"Dari mana kakak tahu aku baru dapat uang, hah? Kembalikan itu padaku!" Vianca mendekat.

"Halah, pelit banget! Timbang uang dari cowok brengsek juga! Kakak cuma pinjem doang! Nanti dibalikin!"

"Kakak gak tahu diri! Tiap ambil uangku bilangnya selalu aja kaya gitu. Aku gak percaya!"

"Cerewet, lagian ini bukan duit halal juga 'kan?" Melvin mengacungkan amplop tinggi-tinggi.

Vianca melompat menggapai amplop tersebut, tapi usahanya sia-sia. Malahan, dirinya hanya menjadi bahan tertawaan Melvin saja. Vianca maju, semakin mendekat ke arah Melvin.

Melvin mendorong Vianca, tapi wanita itu tidak mau kalah, dia mengigit lengan Melvin dengan sekuat tenaga. Karena terdesak membutuhkan uang dengan cepat, sehingga Melvin mendorong lebih kuat adiknya hingga Vianca tersungkur, kepalanya membentur pinggiran nakas.

"Sorry, Vi. Salah sendiri gigit lengan kakak."

Napas Vianca terengah-engah karena kekesalannya sudah memuncak di otak, yang paling membuatnya kesal adalah, karena dia tidak bisa berbuat banyak dengan tenaga yang dia miliki saat ini. Melvin terlalu perkasa untuk dilawan.

"Kembalikan uangku. Itu modal aku buat nyari kerja!" Vianca berteriak pada Melvin yang sudah berada di ujung pintu.

Melvin mana sudi mendengarkan permohonan Vianca. Karena dia sendiri sudah buntu untuk mendapatkan jalan yang lain. Dia terlalu serakah sehingga meninggalkan hutang dengan bunga yang besar.

Vianca bangkit, mengambil betadine, sadar dahinya berdarah saat membentur pinggiran nakas tadi. Dia menghadap ke cermin, menatap dirinya sendiri dalam kesedihan. Usahanya semalam sia-sia sudah. Padahal, dia sekuat tenaga menahan rasa takut menghadapi pelanggan yang baru saja terbebas dari bui.

Merogoh ponsel, Vianca dengan tidak tahu malu mengirim chat pada Zeva. Dia buta arah, lupa bahwa sebenarnya masih ada jalan lurus jika mau sedikit saja bersabar. Vianca, begitu berputus asa hidup dalam kesulitan.

"Mas Zeva! Maaf! Boleh saya minta uang lagi?"

Zeva membalas. "Kalau mau uang? Ya buat gua senang lagi kaya kemarin. Tapi ingat! Jangan minta dinikahi, ya! Karena gua gak mau berhubungan resmi sama lo."

"Oke, siap," balas Vianca.

Dia mengumpat dalam hati. "Lagian siapa juga yang mau hubungan serius sama pria angkuh macam Zeva."

Vianca lagi-lagi harus menjilat ludah sendiri. Dia membenci dirinya yang seperti ini. Dia ingat ada uang yang sempat dia pisahkan sebagian, dia pun pergi ke gerai kecantikan untuk membeli make up.

Dia pergi sendiri, sambil menangis sepanjang jalan karena masih tidak ikhlas uangnya lenyap begitu saja digunakan oleh Melvin.

Merasa minder masuk ke gerai kecantikan dengan mata yang sudah terlanjur bengkak, akhirnya Vianca duduk di bangku di depan mini market yang sedang tutup. Berharap, kondisi matanya membaik, tapi hal itu tidak terjadi.

Hingga akhirnya, Vianca menyadari di hadapannya ada ice bland avocado. Minuman itu sejajar dengan mukanya hingga berkesimpulan minuman itu diberikan padanya dengan cuma-cuma.

Vianca tidak mau menerima minuman dari orang asing. Dia menggeser minuman menjauh darinya. "Maaf, saya lagi tidak ingin minum es."

"Yakin?" jawab pria itu

Tertegun, dia kenal suara itu. Suara pria menyebalkan yang sudah mengganggu tidurnya semalam. 

"Zeva?" tanya Vianca, sambil sibuk merapikan rambut dan mengusap wajah.

"Iya, kebetulan banget kita ketemu di sini."

Vianca tertunduk, penampilannya tidak cantik seperti semalam. Malahan, wajahnya sembab dan menyisakan luka di dahi.

"Angkat wajah lo, Vi!"

Vianca tidak menurut. Selain karena malu dengan penampilannya, bukan waktunya juga untuk bertemu Zeva. Mereka janjian nanti malam.

Zeva meraih dagu Vianca, mengangkatnya ke atas. Wajah Vianca tanpa make up malah membuat Zeva semakin suka, karena cantik alami. Namun, ada hal yang tidak disukai Zeva. Mata sembab dan dahi yang luka mengganggu pemandangannya.

"Benar-benar cewek menyedihkan! semoga nanti malam, tampilan lo gak gini-gini amat."

"Iya! Ini juga 'kan mau beli make up yang bagus. Tapi kalau luka di dahi gak mungkin hilang hari ini. Jadi dimaklum aja, ya!"

Zeva terkekeh. "Lo habis tawuran? Lain kali hati-hati! Jangan terlalu bar-bar kalau ada janji sama gua. Males banget, tahu. Lihat wajah lo kaya gitu."

Zeva membayangkan sosok PSK yang sedang berkelahi, jambak-jambakan memperebutkan sesuatu dengan temannya. Dia mengambil kesimpulan sendiri, karena tahu sifat gadis malam pada umumnya memang seperti itu.

Sementara itu Vianca, hanya merotasi bola mata. Masa bodo dengan penilaian Zeva. Hal itu lebih baik baginya, daripada Zeva ikut-ikutan mencampuri urusan keluarganya.

"Minum!" perintah Zeva, sambil mendekatkan minuman yang sempat digeser Vianca tadi.

"Saya tadi sudah bilang, gak mau minum es."

"Kenapa? Kita sudah pernah melakukan hal yang lebih, selain minum di gelas yang sama 'kan?"

Zeva lebih mendekatkan ice bland pada mulut Vianca. Namun, Zeva malah melihat minumannya jatuh, sehingga semua isinya tumpah. Hal itu lantaran Vianca menepis pemberian Zeva.

Hampir saja Zeva mengamuk akibat penolakan wanita itu. Akan tetapi, amarahnya mereda berganti dengan perasaan iba saat menatap manik Vianca. Zeva melihat ada raut putus asa dari sorot mata itu. 

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sagala Cellular
suka sskali keren
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status