Share

121. Cemas

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-09 15:13:12

Di ruang tamu besar mansion, Max Evans mondar-mandir dengan gelisah. Bolak-balik dia menghubungi nomor ponsel Séréna tapi tidak berhasil tersambung. Ponsel wanita itu tidak aktif. Bukan hanya dia yang cemas, Jeff dan Helen yang sekarang ada di mansionnnya juga tampak khawatir. Sejak terakhir Max menghubunginya, ponsel Serena tiba-tiba tidak aktif.

Satu jam, dua jam, hingga Jeff dan Helen datang, Serena belum juga pulang. Lokasi terakhir GPS menunjukkan wanita itu berada di perpus. Setelah itu dia tidak bisa melacaknya lagi. Calvin bahkan sudah ke perpus dan menghubungi petugas yang berjaga hari ini. Namun penjaga perpus mengatakan Serena sudah pulang menggunakan taksi dari beberapa jam lalu.

"Ponsel Serena masih belum aktif, Max?" tanya Helen yang merasakan kecemasan sama.

Max menggeleng. Raut khawatir tercetak jelas di wajahnya. Hatinya tidak tenang. Sudah pukul tujuh lebih, tapi masih belum ada kabar dari Serena.

"Bagaimana kalau kita lapor polisi saja?" usul Helen.

"Polisi ti
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Anies
hadeuh....
goodnovel comment avatar
Azfar Nad
duh calon pengangin malah ilang..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   126. Mama

    "Keputusanku kembali berkerjasama dengan Evans Group, membuat kita bisa bertemu, Serena." Senyum manis Jeff terkembang. Dia berdiri di belakang sang kakak, lalu menepuk bahu wanita itu. "Serena, apa kamu mau memaafkan kakakku?" tanya pria itu lembut. Serena tidak langsung menjawab. Tidak seperti ketika di Paris, wanita itu sama sekali tidak bisa menangis meskipun matanya terasa panas. Sekali lagi dia menatap tunangannya yang belum bersuara. Pria itu tersenyum kecil, pandangan matanya yang lembut membuat perasaan Serena sedikit tenang. Serena menarik napas panjang. Mungkin sedikit berat, tapi kalau tidak ingin hal ini membebaninya terus menerus, Serena harus bisa melepasnya dengan hati lapang. Semua yang terjadi padanya bukan sepenuhnya kesalahan Helen. Mungkin memang takdir mengharuskan dirinya melalui jalan yang berliku sebelum menemui kebahagiaan. Sungguh tidak mudah bagi Serena, tapi jika dia tidak belajar memaafkan, hatinya mungkin tidak akan pernah tenang. Seperti ketika dirin

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   125. Tidak Menyerah

    "Apa kalian sudah selesai mengobrol?" Max bukannya tidak tahu Serena dan lelaki yang dulu tinggi kurus itu tengah berbisik-bisik. Menyebalkan, tapi Max tidak bisa berbuat apa-apa demi menjaga image. Dia pura-pura sibuk dengan ponsel begitu duduk di pojokan sofa. Bibir Serena melengkung dan menatap tunangannya itu. "Ini sudah selesai kok. Asher bilang dia mau pergi, masih ada urusan," ucapnya, melirik Asher dengan ujung mata sambil tetap mempertahankan senyum. Alis Asher mengeriting mendengar itu. Matanya memelotot kesal. "Kapan aku bilang begitu? Aku punya banyak wak--" Dia menghentikan kalimatnya ketika Serena mendelik dan memperingatkan lelaki itu untuk tutup mulut. Bibir Asher manyun seketika. Dengan sangat terpaksa dia pun pamit. Meski sejujurnya sangat tidak rela membiarkan Serena dan Max hanya berduaan. Max hanya menggeram tak acuh ketika pria itu pamit. Setelah memastikan Asher keluar dari ruangan, dia segera menghampiri Serena dan duduk di kursi yang tadi Asher duduki. "K

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   124. Hukuman

    Max duduk menyilangkan kaki di atas kursi kebesarannya. Wajahnya tampak dingin, dan rahangnya mengeras. Tatap tajamnya menyorot tiga wanita yang berlutut di depannya dengan wajah ketakutan. Max tidak menyangka akan melakukan ini lagi setelah beberapa tahun lamanya. Menghukum orang yang membuat masalah dengannya. Di ruang negosiasi khusus, tempat pertama kali dirinya bertemu dengan Serena remaja. Dia tidak akan membiarkan polisi dengan mudah menangkap tiga wanita yang berani mengusik Serena, sebelum menerima hukuman darinya, tentu saja. Mereka harus siap menerima konsekuensi atas perbuatan yang mereka lakukan. Max sudah terlalu memanjakan mereka selama ini sehingga ketiganya berani melampaui batas. "Apa kalian pikir Tuan Max tidak akan tahu perbuatan kalian?" Calvin yang biasa bersikap ramah pada ketiga wanita itu ikut melempar tatapan dingin dan muak. "Benar-benar tidak tahu diri. Kalau bukan karena kebaikan Tuan Max, kalian tidak akan bisa menikmati hidup. Dan jadi seperti sekar

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   123. Usut Tuntas

    Belum ada kabar atau petunjuk apa pun ketika Max dan Jeff sampai di selatan kota. Satu-satunya proyek pembangunan jalan tol baru yang berdekatan dengan proyek apartemen—entah milik perusahaan mana—sudah mereka datangi. Tapi tidak ada sesuatu yang mereka temukan. Semalaman suntuk Jeff dan Max berkeliling daerah itu hingga kelelahan. Keduanya memutuskan menginap di sebuah penginapan kecil untuk beristirahat sebelum melanjutkan pencarian. Namun rasa cemas berlebih tidak bisa membuat Max terpejam barang sejenak. Pikirannya kalut, kepalanya penuh dengan praduga. Entah pukul berapa dia jatuh tertidur, yang pasti ketika kembali terjaga dia melewatkan panggilan tak terjawab sebanyak tiga kali dari nomor yang tak dikenal. Refleks pria itu bergerak bangun, dan segera menghubungi balik nomor tersebut. Dia sangat berharap Serena-lah yang menghubunginya. Namun, ketika panggilan tersambung, yang dia dengar adalah suara seorang pria. "Benar ini Tuan Max Evans?" Hati Max mencelus mendengar naman

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   122. Merepotkanmu Lagi

    Serena membuka mata saat tubuhnya merasakan sakit luar biasa. Dia mengerjap pelan menyesuaikan cahaya terang di ruang serba putih itu. Selain atap putih bersih, hal pertama yang dia lihat adalah botol infus beserta selangnya yang tergantung di sisi kiri tempatnya berbaring. Serena menyadari dirinya berada di rumah sakit. Seketika dia bernapas lega lantaran selamat dari bahaya. Wanita itu memicingkan mata ketika merasakan sakit lagi. Dia mendengar suara pintu dibuka tidak berapa lama. Tatapnya menemukan pria yang sudah menolongnya semalam. Asher. Serena ingat semunya. Jika bukan karena kemunculan pria itu mungkin dirinya sudah tidak tertolong lagi. "Serena, kamu sudah bangun! Aku panggil dokter dulu!" seru Asher yang langsung keluar lagi. Serena yang akan membuka mulut urung. Padahal pria itu hanya perlu menekan bel emergency call untuk memanggil dokter. Tidak lama, Asher kembali masuk lagi bersama dokter dan perawat. "Keadaan pasien makin membaik, tapi dia masih perlu banyak istir

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   121. Cemas

    Di ruang tamu besar mansion, Max Evans mondar-mandir dengan gelisah. Bolak-balik dia menghubungi nomor ponsel Séréna tapi tidak berhasil tersambung. Ponsel wanita itu tidak aktif. Bukan hanya dia yang cemas, Jeff dan Helen yang sekarang ada di mansionnnya juga tampak khawatir. Sejak terakhir Max menghubunginya, ponsel Serena tiba-tiba tidak aktif. Satu jam, dua jam, hingga Jeff dan Helen datang, Serena belum juga pulang. Lokasi terakhir GPS menunjukkan wanita itu berada di perpus. Setelah itu dia tidak bisa melacaknya lagi. Calvin bahkan sudah ke perpus dan menghubungi petugas yang berjaga hari ini. Namun penjaga perpus mengatakan Serena sudah pulang menggunakan taksi dari beberapa jam lalu. "Ponsel Serena masih belum aktif, Max?" tanya Helen yang merasakan kecemasan sama. Max menggeleng. Raut khawatir tercetak jelas di wajahnya. Hatinya tidak tenang. Sudah pukul tujuh lebih, tapi masih belum ada kabar dari Serena. "Bagaimana kalau kita lapor polisi saja?" usul Helen. "Polisi ti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status