Home / Romansa / Pelayan Cantik Sang Presdir / 3. Hari Pertama Kerja

Share

3. Hari Pertama Kerja

last update Huling Na-update: 2025-10-21 16:14:55

"Nina! Siapa yang menyuruh kamu bicara?!" Kembali Jessica menegur keras, membuat perempuan bernama Nina itu langsung menunduk.

Suasana kembali hening di bawah tatapan menghujam Jessica. "Dengar! Saya tidak mau mendengar kalian bergosip atau membicarakan hal-hal di luar kerjaan kalian. Sekali lagi saya mendengar lagi ucapan-ucapan yang tidak masuk akal, saya akan bertindak tegas kepada kalian. Kalian cukup bekerja dengan benar, jangan membuat masalah yang bisa memantik kemarahan Tuan Max. Paham?!"

"Paham, Bi!"

Semua kompak menjawab. Tidak ada yang berani bersuara lagi sampai briefing pagi bubar.

"Serena," panggil Jessica memutar badan menghadap gadis itu. "Semua pelayan di sini punya tugasnya masing-masing. Seperti yang kemarin saya bilang kamu akan bertugas melayani keperluan Tuan Max." Wanita paruh baya itu menunjukkan satu bundel kertas. "Semua kebiasaan Tuan Max dari bangun tidur hingga tidur lagi tertulis di sini. Kamu bisa baca, dan jika ada yang tidak kamu mengerti bisa langsung tanya ke saya."

"Baik, Bi." Serena menerima bundelan kertas tersebut dan membaca isi di bagian depannya. Bukan hanya kebiasaan Tuan Max yang tertulis, bahkan gambar denah mansion ini pun ada. "Rumah besar ini punya desain yang lumayan membingungkan."

Jessica mengedipkan mata pelan, membenarkan. "Saya akan menyuruh Lety mengantar kamu berkeliling mansion. Kamu harus hafal tiap ruangan yang ada di sini." Tangan wanita itu terulur dan menepuk pelan pundak Serena. Tatapannya melembut. "Bekerja yang rajin, dan jangan membuat masalah di sini. Tuan Max agak sulit dihadapi."

"Saya akan berusaha, Bi."

Tidak ada pilihan lain. Setidaknya saat ini Serena memiliki tempat bernaung yang aman.

***

"Tidak ada yang istimewa. Bahkan dadamu sangat rata."

Ucapan sinis itu terlontar dari mulut Lety. Saat ini Serena sedang berkeliling mansion ditemani wanita itu. Wanita dewasa yang seragamnya kekecilan.

"Berapa usiamu?" Masih dengan nada angkuh Lety bertanya.

"Tujuh belas tahun."

"Apa?! Bahkan usiamu baru 17 tahun, bisa-bisanya Tuan Max menerimamu." Mata Lety memelotot syok. "Kamu benar-benar dibeli Tuan Max? Kamu belum cukup umur untuk bekerja sebagai pelayan di sini."

Wanita di depannya terlalu cerewet. Sebelumnya Jessica sudah berpesan untuk tidak terlalu menghiraukan Lety jika terlalu banyak bicara.

"Kak Lety, sebaiknya kita segera berkeliling. Jangan sampai kita kena omelan Bibi Jessi," ujar Serena mengingatkan. Dia kembali fokus pada gambar denah yang dia pegang.

Lety melengos kesal. Lantas menunjuk malas ruangan di sebelahnya. "Ini gym room. Setiap pagi sebelum sarapan biasanya Tuan Max nge-gym dulu di sini."

Serena mengangguk senang akhirnya Lety bisa fokus kembali.

"Aku heran kenapa Tuan Max mau membeli kamu. Demi apa pun selain warna mata kamu, tidak ada yang istimewa sama sekali."

Refleks Serena membuang napas. Dia pikir Lety sudah melupakan rasa penasarannya.

"Apalagi Tuan mengizinkan kamu tinggal di mansion ini! Aku yang sudah tiga tahun di sini hanya sekedar numpang tidur siang saja dilarang. Bagaimana bisa gadis kecil seperti kamu—Hei!"

Lety berseru kesal saat Serena mengabaikan dirinya dan memilih meninggalkan wanita itu.

Serena tertawa kecil sambil terus berjalan cepat. Pura-pura tidak mendengar Lety yang terus mengomel di belakangnya. Hingga—

"Ah!"

Tanpa sadar tubuhnya menghantam benda keras. Saking kerasnya Serena sampai terjungkal ke lantai.

Di belakang gadis itu, Lety yang sejak tadi mengomel sontak bungkam dengan wajah terkejut.

Serena mengusap kepalanya yang sempat terantuk benda keras itu sambil meringis. "Kenapa tiba-tiba ada beton di sini?" gumamnya pelan. Saat tatapnya bergulir ke atas untuk melihat apa yang dia tabrak, ringisan di wajahnya mendadak raib. Dia terkejut mendapati—

"Apa Tuan Max baik-baik saja?" tanya Lety yang segera sadar situasi. Kuduknya meremang melihat wajah masam tuannya itu.

Max tidak menjawab, tapi iris mata abunya melirik tajam Serena yang jatuh terduduk di lantai.

Sama halnya dengan Lety, Serena pun bisa merasakan kuduknya meremang. Wajah dingin Max bahkan mampu mengalahkan dinginnya pagi ini. Dada Serena berdebar kencang penuh ketakutan. Terlebih saat kaki Max maju selangkah.

Tanpa sadar Serena menelan ludah yang mendadak pahit ketika melihat pria yang menjulang di depannya itu membungkuk, mengulurkan sebelah tangan ke arahnya.

Serena pikir, Max akan memukulnya seperti saat ayahnya menemukan dirinya berbuat salah. Tapi—

"Ayo, bangun."

Mata Serena mengerjap. Bukan ingin memukul, tapi ternyata pria itu ingin membantunya. Meski masih dilingkupi rasa takut, Serena menerima uluran tangan Max.

"Terima kasih, Tuan," ucapnya seraya menundukkan pandang.

"Apa ada yang sakit?" tanya Max.

Serena menggeleng. Dengan terbata dia menjawab. "Ti-tidak ada, Tuan. Maaf atas kecerobohan saya." Kepalanya makin menunduk dalam.

"Lain kali hati-hati." Max memperhatikan gadis itu dalam diam selama beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan beranjak menuju ruang gym.

Kepergian Max membuat Serena menemukan kembali udara sekitar yang sempat menipis. Dia mengusap dada dan membuang napas pelan dari mulut. Baru hari pertama tapi sudah melakukan kesalahan.

"Serena!" pekik Lety. Membuat Serena serta merta menoleh.

Ah, dia hampir lupa dengan keberadaan seniornya itu.

Mulut Lety ternganga tak percaya. Dia berjalan mendekati Serena sambil memindai gadis itu dari ujung rambut hingga kaki.

"Ada apa, Kak?" tanya Serena bingung dengan tingkah pelayan seksi itu.

"Apa aku tidak salah lihat?" Lety menunjuk ruangan yang di dalamnya ada Max Evans, lantas menunjuk Serena Dengan mata melebar. "Ajaib sekali Tuan Max tidak marah. Biasanya kesalahan sedikit saja bisa jadi masalah besar. Tapi kamu? Pelayan under training bisa dimaafkan begitu saja?" Lety menggeleng masih tak percaya.

Serena hanya nyengir mendengar ucapan seniornya itu. Baginya lolos dari amukan tuannya sudah sangat bersyukur.

Tiba-tiba mata Lety menyipit dan senyumnya yang penuh makna terbit. "Itu pasti karena Tuan Max memiliki perasaan spesial ke kamu."

Hah? Spesial? Mustahil!

"Kamu harus bisa memanfaatkan ini dengan baik, Serena."

"Maksud Kak Lety?"

"Dekati Tuan Max. Buat dia tergila-gila sama kamu,” ucap Lety dengan wajah serius. “Dengan begitu, kamu bisa mengamankan posisimu di rumah ini, dan tidak perlu khawatir lagi harus hidup susah!”

Mendengar itu, Serena tersentak. Apa itu berarti … pada akhirnya dia juga harus belajar cara untuk melayani Max di ranjang?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Anies
aiiih... jangan suudzon dulu deh sama max, wkwk
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   126. Mama

    "Keputusanku kembali berkerjasama dengan Evans Group, membuat kita bisa bertemu, Serena." Senyum manis Jeff terkembang. Dia berdiri di belakang sang kakak, lalu menepuk bahu wanita itu. "Serena, apa kamu mau memaafkan kakakku?" tanya pria itu lembut. Serena tidak langsung menjawab. Tidak seperti ketika di Paris, wanita itu sama sekali tidak bisa menangis meskipun matanya terasa panas. Sekali lagi dia menatap tunangannya yang belum bersuara. Pria itu tersenyum kecil, pandangan matanya yang lembut membuat perasaan Serena sedikit tenang. Serena menarik napas panjang. Mungkin sedikit berat, tapi kalau tidak ingin hal ini membebaninya terus menerus, Serena harus bisa melepasnya dengan hati lapang. Semua yang terjadi padanya bukan sepenuhnya kesalahan Helen. Mungkin memang takdir mengharuskan dirinya melalui jalan yang berliku sebelum menemui kebahagiaan. Sungguh tidak mudah bagi Serena, tapi jika dia tidak belajar memaafkan, hatinya mungkin tidak akan pernah tenang. Seperti ketika dirin

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   125. Tidak Menyerah

    "Apa kalian sudah selesai mengobrol?" Max bukannya tidak tahu Serena dan lelaki yang dulu tinggi kurus itu tengah berbisik-bisik. Menyebalkan, tapi Max tidak bisa berbuat apa-apa demi menjaga image. Dia pura-pura sibuk dengan ponsel begitu duduk di pojokan sofa. Bibir Serena melengkung dan menatap tunangannya itu. "Ini sudah selesai kok. Asher bilang dia mau pergi, masih ada urusan," ucapnya, melirik Asher dengan ujung mata sambil tetap mempertahankan senyum. Alis Asher mengeriting mendengar itu. Matanya memelotot kesal. "Kapan aku bilang begitu? Aku punya banyak wak--" Dia menghentikan kalimatnya ketika Serena mendelik dan memperingatkan lelaki itu untuk tutup mulut. Bibir Asher manyun seketika. Dengan sangat terpaksa dia pun pamit. Meski sejujurnya sangat tidak rela membiarkan Serena dan Max hanya berduaan. Max hanya menggeram tak acuh ketika pria itu pamit. Setelah memastikan Asher keluar dari ruangan, dia segera menghampiri Serena dan duduk di kursi yang tadi Asher duduki. "K

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   124. Hukuman

    Max duduk menyilangkan kaki di atas kursi kebesarannya. Wajahnya tampak dingin, dan rahangnya mengeras. Tatap tajamnya menyorot tiga wanita yang berlutut di depannya dengan wajah ketakutan. Max tidak menyangka akan melakukan ini lagi setelah beberapa tahun lamanya. Menghukum orang yang membuat masalah dengannya. Di ruang negosiasi khusus, tempat pertama kali dirinya bertemu dengan Serena remaja. Dia tidak akan membiarkan polisi dengan mudah menangkap tiga wanita yang berani mengusik Serena, sebelum menerima hukuman darinya, tentu saja. Mereka harus siap menerima konsekuensi atas perbuatan yang mereka lakukan. Max sudah terlalu memanjakan mereka selama ini sehingga ketiganya berani melampaui batas. "Apa kalian pikir Tuan Max tidak akan tahu perbuatan kalian?" Calvin yang biasa bersikap ramah pada ketiga wanita itu ikut melempar tatapan dingin dan muak. "Benar-benar tidak tahu diri. Kalau bukan karena kebaikan Tuan Max, kalian tidak akan bisa menikmati hidup. Dan jadi seperti sekar

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   123. Usut Tuntas

    Belum ada kabar atau petunjuk apa pun ketika Max dan Jeff sampai di selatan kota. Satu-satunya proyek pembangunan jalan tol baru yang berdekatan dengan proyek apartemen—entah milik perusahaan mana—sudah mereka datangi. Tapi tidak ada sesuatu yang mereka temukan. Semalaman suntuk Jeff dan Max berkeliling daerah itu hingga kelelahan. Keduanya memutuskan menginap di sebuah penginapan kecil untuk beristirahat sebelum melanjutkan pencarian. Namun rasa cemas berlebih tidak bisa membuat Max terpejam barang sejenak. Pikirannya kalut, kepalanya penuh dengan praduga. Entah pukul berapa dia jatuh tertidur, yang pasti ketika kembali terjaga dia melewatkan panggilan tak terjawab sebanyak tiga kali dari nomor yang tak dikenal. Refleks pria itu bergerak bangun, dan segera menghubungi balik nomor tersebut. Dia sangat berharap Serena-lah yang menghubunginya. Namun, ketika panggilan tersambung, yang dia dengar adalah suara seorang pria. "Benar ini Tuan Max Evans?" Hati Max mencelus mendengar naman

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   122. Merepotkanmu Lagi

    Serena membuka mata saat tubuhnya merasakan sakit luar biasa. Dia mengerjap pelan menyesuaikan cahaya terang di ruang serba putih itu. Selain atap putih bersih, hal pertama yang dia lihat adalah botol infus beserta selangnya yang tergantung di sisi kiri tempatnya berbaring. Serena menyadari dirinya berada di rumah sakit. Seketika dia bernapas lega lantaran selamat dari bahaya. Wanita itu memicingkan mata ketika merasakan sakit lagi. Dia mendengar suara pintu dibuka tidak berapa lama. Tatapnya menemukan pria yang sudah menolongnya semalam. Asher. Serena ingat semunya. Jika bukan karena kemunculan pria itu mungkin dirinya sudah tidak tertolong lagi. "Serena, kamu sudah bangun! Aku panggil dokter dulu!" seru Asher yang langsung keluar lagi. Serena yang akan membuka mulut urung. Padahal pria itu hanya perlu menekan bel emergency call untuk memanggil dokter. Tidak lama, Asher kembali masuk lagi bersama dokter dan perawat. "Keadaan pasien makin membaik, tapi dia masih perlu banyak istir

  • Pelayan Cantik Sang Presdir   121. Cemas

    Di ruang tamu besar mansion, Max Evans mondar-mandir dengan gelisah. Bolak-balik dia menghubungi nomor ponsel Séréna tapi tidak berhasil tersambung. Ponsel wanita itu tidak aktif. Bukan hanya dia yang cemas, Jeff dan Helen yang sekarang ada di mansionnnya juga tampak khawatir. Sejak terakhir Max menghubunginya, ponsel Serena tiba-tiba tidak aktif. Satu jam, dua jam, hingga Jeff dan Helen datang, Serena belum juga pulang. Lokasi terakhir GPS menunjukkan wanita itu berada di perpus. Setelah itu dia tidak bisa melacaknya lagi. Calvin bahkan sudah ke perpus dan menghubungi petugas yang berjaga hari ini. Namun penjaga perpus mengatakan Serena sudah pulang menggunakan taksi dari beberapa jam lalu. "Ponsel Serena masih belum aktif, Max?" tanya Helen yang merasakan kecemasan sama. Max menggeleng. Raut khawatir tercetak jelas di wajahnya. Hatinya tidak tenang. Sudah pukul tujuh lebih, tapi masih belum ada kabar dari Serena. "Bagaimana kalau kita lapor polisi saja?" usul Helen. "Polisi ti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status