Setelah mereka sampai di ruang utama, Harrison merogoh saku celananya dan mencari sesuatu yang di dalamnya, sebuah bel berukuran kecil berada di gengaman Harrison ia pun segera menekan bel dengan suara yang begitu nyaring. Suara bel yang berbunyi memecah keheningan, dan tak lama setelah itu, seorang pelayan lain muncul mendekat. Pelayan itu adalah orang yang sama yang kemarin dimana ia mengantarkan Casey ke kamar dan juga menyiramkan air dingin padanya untuk membangunkannya tadi pagi.
Pelayan itu segera membungkuk hormat pada Harrison saat ia berhadapan dengan tuannya, sikapnya penuh tata krama yang sangat sopan seolah sudah diajarkan atapun sudah rutinitas.
"Ema, antarkan dia ke kamar mandi, dan tolong berikan ia seragam baru, dia tampak kotor," perintah Harrison pada pelayan itu.
"Baik, tuan," jawab Ema dengan suara yang tegas dan penuh hormat.
Harrison memandang Casey sekilas, memerhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Dan… kau harus ajak dia berkeliling bangunan ini agar ia hapal ruangannya. Aku tidak mau ia terlambat lagi seperti tadi hanya karena tersesat." Lanjut Harrison
"Baik, tuan," jawab Ema sekali lagi dengan nada yang sama, tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan.
Mendegar jawaban dari Ema, Harrison pun pergi meninggalkan mereka berdua.
Tanpa membuang waktu, Ema pun melangkah mendekati Casey dan memberi isyarat agar mengikuti arahnya. Tanpa bertanya apapun dan tau maksud dari gerakan Ema padanya, Casey pun mengikuti langkah Ema.
"Jadi namanya Ema," ujar Casey dalam hati, memandang punggung Ema yang tegap dan langkahnya yang penuh percaya diri. Dalam hati, Casey berusaha untuk tetap tenang, meskipun ada beberapa yang harus ia tanyakan padanya dan juga ia pun ingin sesekali mengobrol akrab dengannya walaupun perlakuan Ema tadi pagi yang membuat Casey kesal namun Casey melupakan hal itu. Karena bekerja di mansion mewah ini harus berhati-hati. Entah kenapa Casey masih teringat saat ia membersihkan sisa ‘sampah’ Harrison di ruang bawah membuat tubuh Casey merinding dan jijik.
Casey pun beralih menatap punggung Ema yang daritadi masih tegap.
Apakah Ema pernah melakukan pekerjaan yang sama dengannya, sehingga ia menampilkan ekspresi yang tidak bisa dibaca, yang sangat datar dan dingin' Tanya Casey dalam hati
Setelah Ema mengarahkan Casey menuju kamar mandi, ia berbalik dan menatapnya dengan datar.
"Aku akan kembali untuk mengambil seragam barumu, jadi jika kau selesai, tunggulah di sini," ujar Ema, suaranya tenang namun penuh penekanan.
"Sebelum makan siang, aku akan mengajakmu berkeliling seluruh ruangan ini. Pastikan kau mencatatnya dengan baik." Lanjutnya dengan wajah serius, melihat wajah Ema Casey menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Ema pun meninggalkan Casey di depan kamar mandi,melihat punggung Casey semakin jauh ia pun memasuki kamar mandi itu dan segera membersihkan tangannya yang dilumuri darah setelah dia mengerjakan tugas pertamanya. Casey merasa takjub saat ia masuk di kamar mandi tersebut karena kamar mandi ini sangat berbeda dengan kamar mandi dirumahnya, kamar mandi ini tidak kalah mewahnya dengan ruangan yang ia telusuri sebelumnya. Lapisan dinding kamar mandi ini bewarna gold platinum, Casey berpikir kalau ini terbuat dari emas asli selain itu lampu hias yang menggantung di langit, dan tak lupa desain khas futuristic nan eropa melekat pada mansion ini. Namun, Casey dengan cepat menghilangkan rasa takjubnya itu,walau bagaimanapun dibalik indah dan mewahnya tempat ini ada sesuatu hal yang berbahaya disini.
Casey membuka keran itu dan membasahi tangannya dengan air dingin, mencoba menghilangkan jejak darah yang menempel. Untungnya, ada sabun di dekatnya. Dengan gerakan cepat, ia menggosokkan sabun ke telapak tangan, berusaha membersihkan bau amis yang terasa menyengat di hidungnya. Setelah membersihkan tangannya ia pun memerhatikan wajahnya dari pantulan cermin memastikan tidak ada noda darah yang menempel di wajahnya.
Casey memerhatikan wajahnya dengan ekspresi ketakutan, kepanikan dan rasa keputusasaan.
“Sebenarnya apa yang kulakukan disini?” gumam Casey, suaranya begitu lirih
“Demi tebusan kerugian yang ayah lakukan dan demi adikku aku harus melakukan hal yang tak pernah kubayangkan seumur hidupku”
Casey berpikir untuk kabur dari sini namun ia pun berpikir lagi jika ia kabur dari sini, kemungkinan tuan psikopat itu akan mencarinya kemanapun bahkan tidak hanya dirinya yang terancam adiknya juga terlibat dalam hal ini.
Mencari uang dengan nominal sebesari ini juga tidak mungkin, terlebih Casey masih sangat muda darimana ia harus mencari uang itu bahkan menjual harga dirinya juga tidak cukup untuk mencukupinya. Jadi jalan satu –satunya ia harus menjadi pelayan di mansion ini, mansion di keluarga elit dan berbahaya menjalankan perintah gila dari tuan rumah ini sekaligus pemimpin mafia terkejam seantero.
“Apa kau sudah membersihkan dirimu?” tiba tiba suara Ema menyadarkan dari kelamunan Casey, Casey berbalik badan dengan cepat dan megatur napasnya yang kaget mendengar suara Ema tiba – tiba. Ema yang berdiiri di belakang Casey kini berhadapan dengannya saat Casey berbalik badan, Ema melangkah mendekat dan menyerahkan seragam pelayan yang masih baru kepadanya
“Segera ganti baju” perintahnya dengan tegas, tidak peduli wajah Casey yang terkejut. Namun meihat ketegasan wajah Ema Casey meraih seragam itu dan masuk di bilik kamar mandi dengan cepat mengganti pakaian itu. Tidak butuh waktu lama Casey pun keluar dan melihat Ema sudah menunggu di luar. Ema menatap Casey dan menelusuri tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Ayo” ucapnya lalu melangkah
“Tung- “
“Seragam yang kotor buangkan saja ke tempat sampah. Tempat sampah ada disana kau cukup buang saja disitu” potong Ema.
Mendengar ucapan Ema, Casey pun langsung terdiam meskipun belum menyelesaikan apa yang ia tanyakan, karena ucapan Ema barusan sudah dijawab. Dengan langkah cepat Casey membuang seragam kotornya itu ke tempat sampah yang tidak jauh dari posisi ia berdiri lalu ia mengikuti langkah Ema yang sudah melangkah pergi.
Ema tetap berjalan dengan langkah tenang, tidak mengalihkan pandangannya dari jalur yang mereka lewati. Casey yang merasa canggung mencoba memecah keheningan dengan pertanyaan ringan, berharap bisa sedikit mengurangi keheningan diantara mereka.
"Hmm, Mbak Ema sudah berapa lama bekerja di sini?" tanya Casey sekedar basa basi.
Ema tetap diam beberapa saat, seolah mempertimbangkan jawabannya, sebelum akhirnya mengangkat pandangannya ke arah Casey.
"Sudah cukup lama," jawabnya singkat tanpa menambahkan detail lebih lanjut.
Casey merasa sedikit terhenti dengan jawaban singkat itu, namun ia terus mengikuti langkah Ema dengan hati-hati, mengamati setiap sudut bangunan yang mereka lewati. Meski tidak banyak bicara, Casey merasa seolah setiap gerakan Ema penuh dengan rahasia, memberi kesan bahwa pelayan itu memiliki banyak hal yang tidak bisa atau tidak ingin ia ungkapkan.
Keheningan pun kembali menyelimuti, hanya langkah kaki mereka yang terdengar di sepanjang koridor yang panjang.
Sudah beberapa jam mereka berkeliling, Ema terus memberikan penjelasan singkat mengenai ruangan-ruangan yang akan sering dikunjungi Casey. Di antaranya adalah ruang kerja Harrison, kamar Aidan, kamar Harrison, dan tidak pula dapur, tempat beberapa pelayan akan makan siang dan beristirahat. Terdapat rasa keingintahuan di balik ruangan yang mereka lewati termasuk kelurga inti Raymond meskipun ruangan ini dipenuhi beberpa pekerja namun tidak ada satupun pemilik ataupun keluarga Raymond selain Harrison berkunjung di mansion ini. Termasuk Aidan putra bungsu sekaligus adik Harrison.
Sebelumnya Harrison juga menjelaskan dia harus mengurus Aidan dimana usia Aidan 3 tahun lebih muda darinya. Kemungkinan Aidan masih SMA, namun Casey berpikir sejenak dengan anak laki – laki bernama Aidan itu kenapa ia harus mengurus anak yang sudah SMA. Namun pertanyaan itu dijawab oleh ucapan Harrison sebelumnya dimana ia juga menjelaskan kalau Aidan merupakan anak yang cukup yang temperamental banyak pelayan tidak tahan atas sikapnya itu.
Mengingat penjelasan Harrison kemarin membuat Casey menghela napas dengan berat dan memijit kepalanya.
“Sepertinya aku harus memperkuatkan mentalku” gumamnya dengan suara pelan bahkan tidak terdengar oleh Ema yang masih tetap melangkah kedepan.
“Hei, kau. Bangun,” terdengar suara pria itu memanggil. Casey membuka matanya perlahan, masih dalam keadaan setengah sadar, ia mengangkat kepalanya dan mengucek kedua matanya.Begitu matanya terbuka sepenuhnya, ia terkejut mendapati pria yang semalam terbaring pingsan kini sudah siuman. Pria itu menatapnya dengan sorot mata tajam, membuat jantung Casey berdetak lebih cepat.Dengan gugup, Casey segera membetulkan posisi duduknya dan menghindari kontak mata. Ia menyadari dirinya terlambat untuk bersiap jika pria itu berniat menyerang. Perlahan, matanya melirik ke sekitar pria itu. Tidak ada benda tajam ataupun pistol di sekitarnya, ia pun bernapas lega.Meskipun begitu, Casey tidak boleh lengah. Jika pria itu menyerang tiba-tiba, satu-satunya pilihannya adalah langsung ke titik vitalnya lalu melarikan diri.Namun pria itu tetap bergeming, sorot matanya tajam dan menusuk, tak lepas dari wajah Casey. Tatapan itu membuat detak jantung Casey berdebar tak karuan, tubuhnya membeku dan gemetar
Waktu sudah menuju larut malam. Para pelayan sudah kembali ke kamar mereka masing-masing. Suara burung hantu menggema di seluruh penjuru mansion, menciptakan suasana yang mencekam. Casey melangkah cepat, bahkan nyaris berlari menuju kamarnya. Kamarnya terletak hampir di lantai bawah, di ujung lorong yang minim cahaya, diterangi oleh beberapa lampu tua yang nyalanya redup.Suara burung hantu itu kembali terdengar, kali ini lebih keras dan menggelegar, membuat jantung Casey berdegup kencang. Mansion ini memang tampak mewah dan megah di siang hari, namun saat malam tiba, tempat ini berubah menjadi sangat menyeramkan. Casey yakin di dalam kemewahan dan kemegahan mansion ini tidak luput ada hantu di dalamnya, Casey yang sangat takut pada hantu segera berlari cepat untuk memasuki kamarnya.Namun, di tengah perjalanan, Casey mencium bau anyir yang menyengat aroma besi yang menusuk hidung dan membuat perutnya mual. Jantungnya berdetak makin tak karuan. Apakah bos mafia itu sedang menyiksa ses
Casey yang masih duduk di kasur Harrison, sesekali melirik pria itu yang sedang tenggelam dalam tumpukan kertas berjilid. Tangan Harrison bergerak cepat, membolak-balikkan halaman demi halaman, mengamati setiap tulisan dengan teliti. Suasana terasa sunyi, kecuali suara kertas yang berdesir halus. Casey merasa canggung, seakan ruang ini terlalu besar dan sunyi untuk mereka berdua. Ia ingin pergi dari sini, tetapi tubuhnya yang masih lemas setelah pingsan tadi menahannya untuk tetap tinggal.Pikirannya terus berputar, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Harrison bisa tahu jika dia tidak makan siang? Apakah Ema? Namun Ema yang selalu terlihat acuh dan jarang berbicara, jelas tidak mungkin memberitahukan hal itu. Lalu, apakah Harrison hanya berasumsi karena melihat Casey pingsan? Namun, menurutnya, itu tidak masuk akal. Seharusnya Harrison berpikir secara nasional kalau dia pingsan karena kelelahan setelah membereskan ruangannya dalam waktu singkat siapa pun bisa pingsan
Setelah menyelesaikan tugas pertamanya Casey merogoh saku seragam dan meraih sesuatu di dalamnya, sebuah memo yang diberikan Ema sebelum Casey melakukan pekerjaannya. Casey menelusuri tulisan yang di memo tersebut.“Membersihkan kamar Aidan sudah, selanjutnya-“ gumam Casey pelan sedang bicara sendiri namun perkataannya terpotong oleh suara yang tidak asing bagi Casey."Sepertinya kau sudah melakukan pekerjaan dengan baik." Suara itu begitu tenang, namun mencekam, penuh tekanan halus yang seolah-olah mengikat udara di sekitarnya. Jantung Casey berdegup kencang. Suasana di sekelilingnya berubah menjadi dingin, tubuhnya seolah membeku seiring dengan semakin dekatnya sosok yang tak asing baginya.Casey perlahan membalikkan badannya, Harrison berada di belakangnya dan kini mereka berhadapan. Harrison berdiri dengan senyum ramah yang memikat, wajah tampannya semakin tampak sempurna dengan sorot mata yang lembut. Siapa pun yang pertama kali bertemu dengan pria ini pasti akan langsung jatuh
Waktu istirahat akhinya berakhir, beberapa pelayan yang bercengkrama di dapur langsung berlarian keluar semua. Mereka pun mengerjakan tugas mereka masing-masing. Casey yang termasuk pelayan baru dan tidak tau apa yang harus dikerjakan. Menyadari hal itu Ema pun memberikan memo yang tertuliskan job list yang harus dikerjakan oleh Casey sembari menjelaskan agar Casey paham.“Kamu cukup kerjakan apa yang memo saya tulis, ini hanya pekerjaan sepele karena kamu masih baru, jika kamu sudah mengerti dan bisa beradaptasi pada lingkungan ini kamu akan diberi tugas tambahan oleh tuan Harrison”ujar Ema memberi penjelasan pada CaseyBaru kali ini Ema bicara cukup panjang lebar, karena biasanya dia hanya mengucapkan seperempat kalimat saja. Setelah di beri penjelasan Ema pun melangkah dan meninggalkan Casey begitu saja.Casey yang masih berdiri dan menatap memo yang di berikan oleh Ema barusan. Membaca tulisan itu berulang ulang agar ia tidak melakukan kesalahan lagi, Dengan tubuh masih semangat i
Waktu makan siang pun tiba, Ema dan Casey segera menuju ke dapur yang dituntun oleh Ema. Saat mereka ke dapur, beberapa pelayan sudah mengantri dengan wajah lelah, menunggu giliran untuk makan siang mereka. Begitu Ema dan Casey masuk menghadiri ruangan tersebut, suasana yang semula tenang langsung berubah. Beberapa pelayan menatap Casey dengan pandangan sinis bahkan tidak ramah, seolah-olah keberadaannya di sana adalah sesuatu yang tidak diinginkan dan menganggu.Casey merasakan tatapan tajam itu seolah dadanya ditusuk oleh pisau. Ia merasa sangat tidak nyaman, seperti berada di tengah kawanan serigala yang siap memangsa. Tanpa sadar, ia mundur sedikit dan menutup tubuhnya dengan tubuh Ema, berharap bisa melindungi dirinya dari tatapan penuh kebencian itu."Apa-apaan tatapan itu? Kalian pikir aku mau kerja di tempat berbahaya ini?" gerutunya dengan kesal, meski suaranya pelan dan hanya terdengar oleh dirinya sendiri.Namun, meski dalam hati penuh dengan kebencian dan kesal, ia tahu ba