Share

Terperangkap dalam Ketakutan

Penulis: wulfelyn
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-10 22:12:26

Casey mendengar setiap kata itu tidak bisa merespons apapun. Tubuhnya terasa semakin lemah, nyaris kehilangan tenaga untuk tetap berdiri. Meski tugasnya telah selesai, yang membuatnya hampir pingsan rasa lega itu tak pernah ada.

Sebaliknya ia merasa penuh ketegangan termasuk ketika ia keluar dan mendapati pria itu berdiri di hadapannya, rasa takut yang telah menguasainya justru bertambah. Ada sesuatu dalam tatapan dingin Harrison, dari cara dia tersenyum tanpa emosi, yang membuat Casey merasa kecil dan tak berdaya. Ia hanya bisa berdiri di sana, membisu, sementara jantungnya berdebar kencang, kakinya terasa diikat oleh sebuah rantai yang tak terihat. 

"Kebetulan, buaya peliharaanku sedang lapar," ucap Harrison dengan nada santai, namun penuh dengan ironi yang mengerikan.

"Kamu lemparkan ‘sampah’ itu ke kandang. Jaraknya tidak terlalu jauh. Kamu cukup jalan lurus ke depan, dan ketika kamu menemukan pintu warna biru, di situlah kandangnya berada."

Harrison berhenti sejenak, menatap Casey yang terpaku, lalu melanjutkan dengan senyum dingin yang membuat bulu kuduk berdiri.

"Oh ya, di sana agak licin. Jadi berhati-hatilah... Jangan sampai kamu malah jadi santapan berikutnya."

Casey hanya bisa menelan ludah, tubuhnya terasa semakin berat untuk digerakkan, sementara ancaman halus dari Harrison terus terngiang di telinganya.

Casey kembali masuk ke ruangan itu dengan langkah berat. Ia mengambil ember berisi potongan tubuh yang telah ia bersihkan sebelumnya, lalu membawanya ke arah yang telah diperintahkan Harrison. Dengan pandangan lurus ke depan, Casey berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat isi ember yang mengerikan itu.

Karena beratnya ember, ia menyeretnya sepanjang perjalanan, napasnya terasa semakin sesak di tengah bau anyir yang terus menguar. Ketika akhirnya ia tiba di depan kandang buaya dengan pintu biru yang disebut Harrison, Casey menahan napas sebelum melemparkan isi ember ke dalam kandang.

Di dalam kandang, beberapa ekor buaya besar segera berebut potongan daging yang terlempar. Suara rahang mereka yang saling menghantam dan pemandangan ganas itu membuat bulu kuduk Casey berdiri. Ia hanya bisa terpaku, tubuhnya gemetar hebat. Napasnya memburu, hingga akhirnya ia terduduk lemas di dekat pintu, mencoba mengatur napas sambil menenangkan dirinya yang nyaris kehilangan kendali.

Casey menangis terisak, tubuhnya menggigil hebat seperti daun di tengah badai. Telapak tangannya terasa dingin seperti es, sementara pandangannya kabur oleh air mata. Rasa takut dan ngeri menyelimuti dirinya sepenuhnya.

Harrison muncul dari depan, langkahnya tenang namun penuh wibawa yang menekan. Ia berdiri di hadapan Casey yang terduduk lemas, senyum tipis tergurat di wajahnya. Tanpa tergesa-gesa, ia membungkukkan tubuhnya hingga wajah mereka sejajar, menatap langsung ke mata Casey yang penuh ketakutan.

"Ada apa?" tanya Harrison dengan nada tenang namun tajam.

"Di mana keberanianmu kemarin, saat kau dengan lantang menghina Ronson?"

Ia berhenti sejenak, membiarkan pertanyaannya menggantung di udara. Senyum dinginnya melebar.

"Kenapa sekarang kau gemetar seperti ini? Apa kau takut?" lanjutnya, suaranya penuh ironi, seolah menikmati pemandangan Casey yang tak lagi mampu menyembunyikan rasa takutnya.

Casey terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan Harrison. Waktu ia menghina Ronson kemarin, itu terjadi begitu saja, sebuah reaksi refleks yang muncul saat dirinya merasa terhina. Namun, kini, ketika ia berdiri di hadapan Harrison, keberanian yang sebelumnya ia rasakan tiba-tiba lenyap, seolah ditelan oleh ketakutan yang mengguncang tubuhnya.

Casey menatap Harrison dengan mata yang dipenuhi ketakutan, tubuhnya masih bergetar hebat meskipun ia berusaha keras untuk tetap tegar. Ketika matanya bertemu dengan tatapan Harrison, perasaan itu semakin menguasainya. Ia menarik kembali semua ucapan yang pernah ia lontarkan kemarin, saat ia merasa ada keberanian dalam dirinya.

Kini, Casey tahu kenyataannya. Harrison bukanlah orang yang memiliki belas kasihan. Ia adalah pria yang kejam, sangat berbahaya sebuah ancaman yang bahkan lebih menakutkan daripada apa pun yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Setiap detik yang berlalu semakin mengukuhkan kenyataan itu di pikirannya, membuat ketakutannya semakin dalam dan tak terelakkan.

Tatapan Harrison yang tajam dan dingin menembus ke dalam dirinya. Mata yang tadinya hangat, yang sempat memberinya sedikit harapan, kini berbalik menjadi cermin kengerian yang membekukan setiap gerakannya. Rasa takut yang datang begitu mendalam, menyelimuti setiap saraf di tubuhnya. Setiap detak jantung terasa seperti guntur yang memecah keheningan.

Secara insting, Casey menundukkan kepalanya, berusaha menghindari tatapan mengerikan itu, berharap jika ia tidak melihat Harrison, mungkin ketakutannya akan sedikit berkurang. Namun, tak lama setelah itu, tangan Harrison mengangkat dagunya dengan keras, memaksanya untuk menatap mata pria itu. Setiap detik berlalu, tubuh Casey semakin terasa lemas, tak berdaya. Ada sesuatu dalam tatapan Harrison yang membuatnya merasa seperti ia sedang dihukum bahkan dihancurkan tanpa ampun.

Dalam ketegangan yang menggantung, Casey hanya bisa pasrah. Keberaniannya hilang, dan kini ia hanya bisa menuruti kehendak Harrison, meskipun hatinya dipenuhi rasa takut yang mendalam.

"Bersihkan dirimu," perintah Harrison datar, lalu bangkit dan berbalik, meninggalkan Casey yang masih terduduk lemas. Casey menatap punggung Harrison yang semakin menjauh, langkahnya semakin memudar, semakin jauh dari jangkauan pandangannya. Di dalam dirinya, sebuah perasaan hampa dan takut mulai menggerogoti. Air matanya mengalir tanpa bisa dibendung, setiap tetesnya seperti bukti betapa rapuhnya keberanian yang dulu ia miliki.

Keinginan untuk kabur bersama kedua adiknya muncul begitu saja dalam benaknya, namun itu hanya bertahan sekejap. Realita yang mengerikan kembali menghantamnya. Jika ia kabur, jika mereka mencoba melarikan diri, tak ada tempat aman bagi mereka. Koneksi Carter dan Raymond sangat kuat, lebih dari yang bisa ia bayangkan. Mereka akan segera ditemukan, diburu, dan ditangkap. Bahkan lebih buruk, hidup mereka akan berakhir dengan cara yang jauh lebih kejam, jauh lebih mencekam daripada korban-korban yang dilemparkan ke kandang buaya itu. Hanya kematian yang menunggu, dan Casey tahu itu. Sebuah nasib yang tak dapat dihindari, terperangkap dalam jaringan kekejaman yang tak kenal ampun

Tidak membuang waktu, Casey segera bangkit dari duduknya dan bergegas mengejar Harrison, takut jika ia kehilangan jejaknya lagi. Ia tahu betul, jika tersesat, ia tak akan tahu kemana harus melangkah. Namun, begitu ia mendekat, ia mendapati Harrison sudah berdiri tegak di depan pintu besi yang tertutup rapat. Tanpa berkata sepatah kata pun, tatapan mereka bertemu. Bukan tatapan yang penuh rasa cinta, melainkan tatapan tajam penuh tekanan yang membuat darah Casey serasa berhenti sejenak. Harrison memeriksa Casey dengan teliti, seolah mengamati setiap gerak tubuhnya.

"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membersihkan diri?" Suara Harrison dingin, penuh otoritas, membuat Casey terkejut. Rasa takut mulai merayapi tubuhnya, dan dengan gemetar ia menjawab pelan,

 "Tapi saya tidak tahu kamar mandi di mana, Tuan."

Harrison hanya menghela napas panjang, memijat pelipisnya seakan tak tahan mendengar jawaban tersebut.

"Sudahlah, ikut saja aku," ucapnya sambil berbalik, langkahnya tenang namun penuh dominasi. Casey pun menuruti tanpa banyak berkata, mengikuti langkah Harrison.

Dalam benaknya, Casey berpikir, Ternyata, dari tadi ia menungguku... apakah dia?? Namun, ia cepat-cepat menggelengkan kepalanya, mencoba menepis segala keraguan yang mulai menghantuinya. Bagaimana pun, pria yang di bernama Harrison adalah pria kejam dan berbahaya, tanpa ampun menghabisi nyawa orang sedikitpun. Untuk ke depannya, Casey harus lebih berhati-hati padanya agar tidak menjadi korban darinya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pelayan Cantik dalam Cengkraman Sang Mafia   Bab 11. Leon

    “Hei, kau. Bangun,” terdengar suara pria itu memanggil. Casey membuka matanya perlahan, masih dalam keadaan setengah sadar, ia mengangkat kepalanya dan mengucek kedua matanya.Begitu matanya terbuka sepenuhnya, ia terkejut mendapati pria yang semalam terbaring pingsan kini sudah siuman. Pria itu menatapnya dengan sorot mata tajam, membuat jantung Casey berdetak lebih cepat.Dengan gugup, Casey segera membetulkan posisi duduknya dan menghindari kontak mata. Ia menyadari dirinya terlambat untuk bersiap jika pria itu berniat menyerang. Perlahan, matanya melirik ke sekitar pria itu. Tidak ada benda tajam ataupun pistol di sekitarnya, ia pun bernapas lega.Meskipun begitu, Casey tidak boleh lengah. Jika pria itu menyerang tiba-tiba, satu-satunya pilihannya adalah langsung ke titik vitalnya lalu melarikan diri.Namun pria itu tetap bergeming, sorot matanya tajam dan menusuk, tak lepas dari wajah Casey. Tatapan itu membuat detak jantung Casey berdebar tak karuan, tubuhnya membeku dan gemetar

  • Pelayan Cantik dalam Cengkraman Sang Mafia   Pria Misterius

    Waktu sudah menuju larut malam. Para pelayan sudah kembali ke kamar mereka masing-masing. Suara burung hantu menggema di seluruh penjuru mansion, menciptakan suasana yang mencekam. Casey melangkah cepat, bahkan nyaris berlari menuju kamarnya. Kamarnya terletak hampir di lantai bawah, di ujung lorong yang minim cahaya, diterangi oleh beberapa lampu tua yang nyalanya redup.Suara burung hantu itu kembali terdengar, kali ini lebih keras dan menggelegar, membuat jantung Casey berdegup kencang. Mansion ini memang tampak mewah dan megah di siang hari, namun saat malam tiba, tempat ini berubah menjadi sangat menyeramkan. Casey yakin di dalam kemewahan dan kemegahan mansion ini tidak luput ada hantu di dalamnya, Casey yang sangat takut pada hantu segera berlari cepat untuk memasuki kamarnya.Namun, di tengah perjalanan, Casey mencium bau anyir yang menyengat aroma besi yang menusuk hidung dan membuat perutnya mual. Jantungnya berdetak makin tak karuan. Apakah bos mafia itu sedang menyiksa ses

  • Pelayan Cantik dalam Cengkraman Sang Mafia   Tatapan yang Mengunci

    Casey yang masih duduk di kasur Harrison, sesekali melirik pria itu yang sedang tenggelam dalam tumpukan kertas berjilid. Tangan Harrison bergerak cepat, membolak-balikkan halaman demi halaman, mengamati setiap tulisan dengan teliti. Suasana terasa sunyi, kecuali suara kertas yang berdesir halus. Casey merasa canggung, seakan ruang ini terlalu besar dan sunyi untuk mereka berdua. Ia ingin pergi dari sini, tetapi tubuhnya yang masih lemas setelah pingsan tadi menahannya untuk tetap tinggal.Pikirannya terus berputar, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Harrison bisa tahu jika dia tidak makan siang? Apakah Ema? Namun Ema yang selalu terlihat acuh dan jarang berbicara, jelas tidak mungkin memberitahukan hal itu. Lalu, apakah Harrison hanya berasumsi karena melihat Casey pingsan? Namun, menurutnya, itu tidak masuk akal. Seharusnya Harrison berpikir secara nasional kalau dia pingsan karena kelelahan setelah membereskan ruangannya dalam waktu singkat siapa pun bisa pingsan

  • Pelayan Cantik dalam Cengkraman Sang Mafia   Senyuman yang Mengikat

    Setelah menyelesaikan tugas pertamanya Casey merogoh saku seragam dan meraih sesuatu di dalamnya, sebuah memo yang diberikan Ema sebelum Casey melakukan pekerjaannya. Casey menelusuri tulisan yang di memo tersebut.“Membersihkan kamar Aidan sudah, selanjutnya-“ gumam Casey pelan sedang bicara sendiri namun perkataannya terpotong oleh suara yang tidak asing bagi Casey."Sepertinya kau sudah melakukan pekerjaan dengan baik." Suara itu begitu tenang, namun mencekam, penuh tekanan halus yang seolah-olah mengikat udara di sekitarnya. Jantung Casey berdegup kencang. Suasana di sekelilingnya berubah menjadi dingin, tubuhnya seolah membeku seiring dengan semakin dekatnya sosok yang tak asing baginya.Casey perlahan membalikkan badannya, Harrison berada di belakangnya dan kini mereka berhadapan. Harrison berdiri dengan senyum ramah yang memikat, wajah tampannya semakin tampak sempurna dengan sorot mata yang lembut. Siapa pun yang pertama kali bertemu dengan pria ini pasti akan langsung jatuh

  • Pelayan Cantik dalam Cengkraman Sang Mafia   Aidan Cassius Raymond

    Waktu istirahat akhinya berakhir, beberapa pelayan yang bercengkrama di dapur langsung berlarian keluar semua. Mereka pun mengerjakan tugas mereka masing-masing. Casey yang termasuk pelayan baru dan tidak tau apa yang harus dikerjakan. Menyadari hal itu Ema pun memberikan memo yang tertuliskan job list yang harus dikerjakan oleh Casey sembari menjelaskan agar Casey paham.“Kamu cukup kerjakan apa yang memo saya tulis, ini hanya pekerjaan sepele karena kamu masih baru, jika kamu sudah mengerti dan bisa beradaptasi pada lingkungan ini kamu akan diberi tugas tambahan oleh tuan Harrison”ujar Ema memberi penjelasan pada CaseyBaru kali ini Ema bicara cukup panjang lebar, karena biasanya dia hanya mengucapkan seperempat kalimat saja. Setelah di beri penjelasan Ema pun melangkah dan meninggalkan Casey begitu saja.Casey yang masih berdiri dan menatap memo yang di berikan oleh Ema barusan. Membaca tulisan itu berulang ulang agar ia tidak melakukan kesalahan lagi, Dengan tubuh masih semangat i

  • Pelayan Cantik dalam Cengkraman Sang Mafia   MAKAN SIANG

    Waktu makan siang pun tiba, Ema dan Casey segera menuju ke dapur yang dituntun oleh Ema. Saat mereka ke dapur, beberapa pelayan sudah mengantri dengan wajah lelah, menunggu giliran untuk makan siang mereka. Begitu Ema dan Casey masuk menghadiri ruangan tersebut, suasana yang semula tenang langsung berubah. Beberapa pelayan menatap Casey dengan pandangan sinis bahkan tidak ramah, seolah-olah keberadaannya di sana adalah sesuatu yang tidak diinginkan dan menganggu.Casey merasakan tatapan tajam itu seolah dadanya ditusuk oleh pisau. Ia merasa sangat tidak nyaman, seperti berada di tengah kawanan serigala yang siap memangsa. Tanpa sadar, ia mundur sedikit dan menutup tubuhnya dengan tubuh Ema, berharap bisa melindungi dirinya dari tatapan penuh kebencian itu."Apa-apaan tatapan itu? Kalian pikir aku mau kerja di tempat berbahaya ini?" gerutunya dengan kesal, meski suaranya pelan dan hanya terdengar oleh dirinya sendiri.Namun, meski dalam hati penuh dengan kebencian dan kesal, ia tahu ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status