Share

Bab 6

Author: Liza zarina
last update Last Updated: 2025-11-11 12:22:47

Dahayu menelan ludah, lalu menggeleng mantap. “Sepertinya Tuan salah paham. Saya permisi.” Dengan cepat ia membalikkan badan, melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

Axel tersenyum sinis memandangi kepergian Dahayu. Mengingat mata yang berkaca-kaca dan gadis itu yang langsung mundur, kelihatannya Dahayu benar-benar kaget dan takut. Axel terkekeh dengan tangan mengepalkan tinju, mana mungkin dia percaya dengan gadis yang dianggapnya pandai bersandiwara itu.

“Kau terlalu pintar berpura-pura. Aku mau lihat, apa kau bisa dijinakkan dengan uang?”

Setelah berganti mengenakan setelan olahraga, Axel melangkah keluar kamar. Ia menuju ruang olahraga di lantai atas, lalu berdiri menghadap kaca besar. Pandangannya terarah ke luar jendela, membiarkan sinar matahari pagi menyapu tubuhnya.

Axel sedang berlari di atas treadmill, kaus tanpa lengan menempel pada tubuhnya yang basah oleh keringat. Nafasnya berat dan teratur.

Dahayu masuk perlahan, membawa nampan berisi mangkuk buah segar. Dia melangkah hati-hati agar tidak menimbulkan suara, tapi pintu tanpa sengaja berderit. Axel menoleh sekilas, keringat jatuh dari dagunya.

“Untuk apa datang ke sini?” Suaranya terdengar tegas, hampir seperti bentakan.

Dahayu menunduk. “Aku membawakan buah, Tuan.”

Axel kembali fokus, menambah kecepatan treadmill. Suara mesin menderu makin kencang.

Dengan ragu, Dahayu melangkah ke meja di samping treadmill. Namun saat hendak meletakkan nampan, Axel tiba-tiba berhenti dan melangkah turun. Dahayu yang berbalik hampir menubruknya

“Ah—” Dahayu hampir kehilangan keseimbangan. Refleks, Dahayu menjulurkan tangan. Tapi, Axel yang lebih dulu meraih lengannya agar tidak jatuh. Gerakan spontan itu membuat tubuh mereka menempel.

Keduanya terdiam, hanya suara nafas Axel yang terdengar. Dahayu bisa merasakan panas tubuhnya, dada bidang tuannya yang keras, keringat yang membuat kain baju tipis menempel di kulitnya. Wajah Dahayu langsung memerah, ia buru-buru menunduk.

Axel cepat-cepat menjauh, melepas genggamannya. “Jangan berdiri terlalu dekat.” Nada suaranya dingin, tapi ada sedikit nada terselip yang sulit diartikan.

“Maaf, Tuan.” Dahayu menaruh nampan di meja lalu hendak pergi, tapi langkahnya ragu. Ia bisa merasakan tatapan Axel yang masih tajam.

Dahayu terdiam sejenak di ambang pintu, tapi memilih tidak menoleh. Ia keluar dengan hati berdebar, menahan nafas yang terasa sesak.

***

Waktu berputar begitu cepat. Rembulan malam bertengger di langit, dikelilingi gemintang yang cahayanya memanjakan. Kabut berarak pelan menutupi bulan, tapi bumi tetap terang dengan sinarnya.

Axel keluar kamar, hendak menuju ke ruang kerjanya. Ada beberapa file yang harus diperiksa karena beberapa hari ini dia tidak datang ke kantor.

“Dario, kamu mau ke mana?” Dia heran melihat putranya berlalu tanpa menyapa.

“Aku mau ke kamar Kakak kacamata, Pa.” Dario menoleh ke arah Axel, kemudian menatap tangga seolah menunggu seseorang yang beberapa malam ini membuat tidurnya terasa hangat.

“Kakak kacamata?” dahi Axel berkerut. “Siapa maksudmu?”

“Hmm…” Dario terdiam, bibir mungilnya berkerut saat mencoba mengingat. “Aku nggak tahu namanya. Tapi tadi siang Kakak kacamata bawain buah buat Papa.”

Axel langsung tersadar. “Dahayu?” gumamnya, mengingat pelayan pribadinya.

“Namanya Dahayu?” Mata Dario berbinar, lalu ia tertawa kecil, merasa senang akhirnya tahu nama kakak yang ia cari.

Axel menggendong anaknya, membawa Dario kembali ke dalam kamar. Didudukkan di atas ranjang, kemudian Axel duduk di hadapannya.

“Kenapa kamu mencarinya?” Axel tak bisa menahan rasa ingin tahunya.

Anak kecil itu mengangkat buku cerita yang sejak tadi dipeluknya. “Kakak kacamata janji mau bacain cerita sampai aku tidur.”

Axel terdiam. Napasnya ditarik dalam, lalu dihembuskan. Bahkan putranya sendiri lebih memilih mencari kenyamanan dari orang lain karena ia dan Naomi gagal memberi kasih sayang itu. Rasa bersalah menekan hatinya semakin kuat.

“Susu! Susu!” Suara Dahayu terdengar di luar. Langkah kaki yang semakin mendekat membuat Dario tersenyum senang. Axel memperhatikan perubahan raut wajah putranya.

“Itu Kakak kacamata!” seru Dario, dia bergoyang pelan, tak sabar menantikan kedatangan Kakak kacamata yang bagai peri tidurnya.

“Tuan muda, waktunya minum susu dan tidur!” seru Dahayu di depan pintu. Gadis itu memegang nampan susu dengan senyum sumringah.

Namun begitu menyadari keberadaan Axel di sisi putranya, Dahayu spontan menunduk. Ada keragu-raguan di matanya, apalagi tatapan sang majikan terasa begitu mengintimidasi.

“Kak, masuklah!” seru Dario riang.

Akhirnya Dahayu melangkah masuk, meletakkan nampan di atas nakas. Dengan lembut, ia menyerahkan segelas susu hangat pada Dario. Senyumnya merekah saat melihat Tuan muda kecil itu cepat-cepat menghabiskan minumannya.

Axel menaikkan satu alis dengan heran. Biasanya para pelayan selalu mengeluh Dario suka membiarkan susu hingga dingin. Matanya tanpa sadar menoleh ke arah Dahayu yang masih tersenyum.

Senyum gadis itu tampak begitu cantik, apalagi ketika ia melepaskan kacamata dan membiarkan rambutnya terurai. Sangat cantik.

Sorot mata Axel menelusuri sosoknya. Dahayu malam itu hanya mengenakan piyama sederhana karena akan menemani Dario tidur. Namun kain tipis itu tak sepenuhnya mampu menyamarkan lekuk tubuhnya.

Piyama yang digunakan mengekspos lekuk tubuh yang seksi, dan dadanya yang berisi. Sebagai pria normal, dada Axel berdesir melihatnya.

“Papa, kenapa lihatin kakak kacamata terus?” Suara Dario menyadarkan Axel yang langsung gelagapan. “Kakak kacamata mau menemaniku tidur. Papa mau ikutan tidur di sini?”

Axel tersenyum sembari mengelus puncak kepala Dario. Dia menggeleng, lalu beranjak keluar dari kamar. Namun, dia tidak benar-benar pergi. Axel berdiri di depan pintu, melihat apa saja yang dilakukan Dario dan Dahayu di dalam, mungkin dia bisa menemukan bukti kejahatan gadis itu.

Namun, selama itu Axel mengamati, Dahayu tak melakukan hal mencurigakan. Hanya membacakan dongeng dan tertawa bersama Dario. Ketika pria kecil itu menguap, Dahayu mengusap puncak kepalanya sampai Dario tertidur nyenyak.

Dahayu tersenyum melihat Dario yang mudah sekali tertidur setiap kali dibacakan dongeng. Ia menarik selimut sampai sebatas dada, dan keluar sambil membawa gelas susu yang sudah habis.

‘Kenapa dia tidak melakukan sesuatu yang aneh? Mungkin dia tahu aku mengintip?’ batin Axel, masih penuh rasa curiga.

Saat Dahayu hendak keluar, tiba-tiba Axel menangkap lengannya dan mendorong gadis itu hingga terpojok ke dinding. Dahayu langsung memalingkan wajah, panik karena tak sedang memakai kacamata. Rambut panjangnya ia biarkan jatuh, berharap bisa menutupi sebagian wajah yang ingin ia sembunyikan.

‘Kenapa Tuan Axel sedekat ini? Apa yang dia mau?’ Dada Dahayu naik turun, tak mampu menyembunyikan kegugupannya.

Axel mengangkat tangan, merapikan untaian rambut yang menutupi wajah Dahayu. Ujung jarinya nyaris membelai pipi halus gadis itu.

“Sudah kuperingatkan,” bisiknya lirih di telinga Dahayu. “Jauhi putraku.”

“Maaf, Tuan, saya nggak melakukan hal yang salah.” Suara Dahayu bergetar, kepalanya pelan menggeleng, berusaha membela diri.

Axel tidak peduli. Tangannya meraih dagu Dahayu, memaksa gadis itu menatap langsung ke matanya. Sekilas ia mengamati sosok pelayan pribadinya dari atas ke bawah. Malam ini penampilannya berbeda, dan hal itu justru membuatnya tersenyum miring penuh curiga.

“Kau pikir dengan berpakaian seperti ini aku akan tergoda?” ujarnya sinis. “Aku tidak sebodoh itu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 9

    “Kenapa, Kak?” tanya Dario sambil menggoyang pelan tangan Dahayu. Bocah itu ikut menoleh ke belakang, berusaha mencari tahu apa yang dilihat Dahayu.Dahayu tersentak, lalu cepat-cepat tersenyum kecil sambil menggeleng. Ia tak ingin membuat Dario khawatir. Hatinya mencoba menepis perasaan aneh itu, menganggapnya hanya rasa takut berlebihan karena membawa anak pria paling kaya ke tempat umum.‘Mana mungkin ada yang berani berbuat jahat di tempat seramai ini,’ batinnya, berusaha menguatkan diri.Mereka pun masuk ke toko ice cream. Meski sudah berulang kali menegaskan pada diri sendiri bahwa takkan ada apa-apa, Dahayu tetap waspada. Ia sengaja memilih meja di tengah ruangan agar lebih mudah mengawasi sekitar, lalu memesan dua ice cream coklat. Satu untuknya, satu untuk Dario.Begitu pesanan mereka datang, Dahayu tidak langsung mengizinkan Dario melahapnya. Sambil tersenyum, ia lebih dulu mengambil sedikit ice cream milik bocah itu dan mencicipinya. Setelah yakin aman, barulah ia menganggu

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 8

    Axel dan Dahayu sama-sama menoleh ketika Dario tiba-tiba berlari ke arah mereka. Panik, Dahayu ingin segera menolak Axel yang berada di atasnya, takut bocah itu salah paham. Namun, sebelum sempat bergerak, Dario lebih dulu melompat dan menduduki punggung papanya.Axel yang sedang menopang tubuhnya dengan kedua tangan kehilangan keseimbangan. Tubuhnya ambruk, membuat dirinya dan Dahayu benar-benar menempel tanpa celah.Bruk!Bibir mereka bertabrakan. Kedua pasang mata langsung melotot, membeku dalam posisi yang tak bisa dihindari.Jantung Dahayu berdegup kencang, begitu keras hingga terasa ingin meloncat keluar dari dadanya. Nafas gadis itu tersengal, wajahnya panas karena tubuh Axel menindihnya.“Hmmm!” Dahayu yang terbungkam berusaha menyadarkan Axel dengan suaranya. “Hmmhh!” Suara Dahayu yang tercekik terdengar seperti desahan lirih di telinga Axel. Dalam posisi terhimpit itu, tubuh pria yang kepalanya ditekan Dario justru bereaksi. Dahayu membelalak ketika merasakan milik sang maj

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 7

    Matahari mulai merangkak di ufuk timur, sinarnya masih malu-malu menyingkap kabut. Hari tampak menjanjikan cerah. Dari dapur, aroma kopi yang baru diseduh menguar memenuhi ruangan.Dahayu menggenggam erat-erat cangkir kopi, seolah bisa menenangkan hatinya yang bergejolak. Napasnya ia atur pelan, namun tetap saja ia merasa gelisah.Setiap kali berhadapan dengan Axel, tidak pernah ada hal baik yang ia dapatkan. Pria itu selalu membuatnya gentar, tatapannya menusuk, dan kata-katanya bagai pisau. Bahkan, Axel kerap menuduhnya dengan hal-hal yang bahkan tak pernah Dahayu pahami.Gadis itu menatap nanar lantai dingin yang ia pijaki, berdecak kecil ketika menoleh ke lantai atas karena pagi ini dia harus berhadapan dengan pria itu lagi. Hati kecilnya menolak, tetapi tanggung jawab yang diemban memaksanya tetap disana.Sesekali Dahayu memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jangan sampai telat membangunkan majikannya. Getar ponsel di saku roknya mengejutkan Dahayu. Lagi-lagi, b

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 6

    Dahayu menelan ludah, lalu menggeleng mantap. “Sepertinya Tuan salah paham. Saya permisi.” Dengan cepat ia membalikkan badan, melangkah pergi tanpa menoleh lagi.Axel tersenyum sinis memandangi kepergian Dahayu. Mengingat mata yang berkaca-kaca dan gadis itu yang langsung mundur, kelihatannya Dahayu benar-benar kaget dan takut. Axel terkekeh dengan tangan mengepalkan tinju, mana mungkin dia percaya dengan gadis yang dianggapnya pandai bersandiwara itu.“Kau terlalu pintar berpura-pura. Aku mau lihat, apa kau bisa dijinakkan dengan uang?” Setelah berganti mengenakan setelan olahraga, Axel melangkah keluar kamar. Ia menuju ruang olahraga di lantai atas, lalu berdiri menghadap kaca besar. Pandangannya terarah ke luar jendela, membiarkan sinar matahari pagi menyapu tubuhnya.Axel sedang berlari di atas treadmill, kaus tanpa lengan menempel pada tubuhnya yang basah oleh keringat. Nafasnya berat dan teratur.Dahayu masuk perlahan, membawa nampan berisi mangkuk buah segar. Dia melangkah hat

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 5

    Dahayu menautkan alis, matanya memerah karena cengkraman Axel meninggalkan rasa sakit yang tak tertahan. Posisi mereka cukup dekat, mungkin detak jantungnya yang cepat bisa dirasakan Axel. Dahayu menggeleng, berusaha membantah tuduhan majikannya yang tak dimengerti. Gadis itu menolak pelan dada Axel, tetapi pria itu malah semakin merapatkan diri dan menguatkan cengkraman.“Sa-sakit…,” ucap Dahayu lirih. Air mata yang sejak tadi menganak, jatuh di pipinya yang merah.Axel menolak Dahayu yang menunduk sambil menahan tangis. Tidak menyangka Axel akan memperlakukannya sekasar ini padahal dia tidak mengerti apa-apa. Dahayu ingin melangkah pergi, melarikan diri dari tempat mengerikan ini.Namun, langkahnya terhenti kala ia teringat suara batuk ibunya yang membutuhkan uang untuk pengobatan. Bahkan, dia belum mendapatkan pinjaman untuk membayar biaya sekolah adiknya. Setetes air menitik di pipi, mengisyaratkan luka batin yang memaksanya menetap.“Keluar.” Axel lebih memilih menatap benda-ben

  • Pelayan Hasrat Tuan Majikan   Bab 4

    Lima menit setelah Axel pergi, sebuah mobil sport hitam masuk garasi. Wanita berusia 26 tahun berpakaian seksi turun dari mobil dengan sedikit terhuyung. Dia mengangkat kacamata hitamnya, matanya menyipit karena silau. Aroma alkohol tercium dari tubuh wanita muda itu.Suara heels membentur lantai. Dia menutup mulut dengan tangan, menahan mual yang bergejolak. Semua orang membungkuk hormat ketika berhadapan dengannya. Tak ada sapaan, bahkan wanita itu terkesan tak peduli pada siapapun.“Mama!” Dario berteriak memanggil Naomi. Tuan muda kecil itu berlari dan memeluk kaki mamanya, berharap mendapat pelukan hangat. “Lepas, Dario!” sentak Naomi, mendorong-dorong pelan Dario menjauh. “Mama lelah, mau istirahat.” “Ma, aku—”Dario tidak sempat mengucapkan apa-apa. Naomi sudah mendorongnya dengan kuat sampai tubuh kecilnya terjerembab ke lantai. Sambil menahan pusing, Naomi menatap tajam putra semata wayangnya.“Jangan manja, Dario. Minta pada maid. Mama lelah!” tegas Naomi, tanpa mempedulik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status