"Bu Luna?" pekik Syahira yang sama terkejutnya dengan perempuan yang selalu berpakaian seksi itu. Luna menatapnya tajam. Sedari tadi, Luna sedang berdiri persis di samping Samuel yang sedang fokus menatap layar laptopnya–berusaha menggoda pria itu. Kebetulan, ibu mereka adalah sahabat baik. Bahan mereka sempat dijodohkan. Sayangnya, Samuel menolak karena ia sama sekali tidak tertarik pada perempuan genit seperti Luna.
Anehnya, kini kedua mata elang milik Samuel menatap lurus pada gadis yang masih berdiri di ambang pintu–bawahanya. Rasa cemburu sontak memenuhi diri Luna."Hey, sedang apa kamu disini?" hardik Luna lagi semakin kasar.
"Saya, saya disuruh ke kantor ini oleh ...." Mata Syahira kemudian menatap pada laki-laki tampan yang sedang duduk di kursi kebesarannya.Namun, Luna mendadak berjalan menghampiri pegawainya yang masih berdiri di ambang pintu itu. "Siapa yang nyuruh kamu datang ke kantor ini, hah?" hardik Luna lagi, “sadar tempatmu. Memang kamu punya keperluan apa di sini?”
Jantung Syahira berdetak tak karuan. Gadis itu takut karena masalah ini akhirnya ia dipecat oleh Luna dari pekerjaannya. Padahal, Syahira sangat membutuhkan pekerjaan ini.
"Saya ...."
"Saya yang menyuruh gadis itu untuk datang ke sini." Samuel memotong ucapan Syahira dengan cepat.
Seketika Luna langsung membalikkan tubuhnya menghadap pada Samuel. Kemudian mengerutkan keningnya.
"Kamu, menyuruh gadis pelayan ini untuk datang ke kantor ini? Tapi untuk apa, Sam?" Perempuan dengan dress mini itu bertanya dengan raut wajah bingung. Tidak mungkin laki-laki high class seperti Samuel kenal dengan pelayan rendahan seperti Syahira, kan?
"Lebih baik, kamu keluar sekarang juga dari ruangan ini, Luna. Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan gadis itu," sarkas Samuel dengan lugas.
"Tapi, sayang ... untuk apa kamu ...."
"Saya paling tidak suka dibantah! Dan berhenti panggil saya dengan kata 'sayang', karena kamu bukan siapa-siapa bagi saya!"
Luna terdiam. Ucapan Samuel membuatnya sakit hati.
"Apa maksudmu, Samuel? Aku adalah calon tunanganmu. Orang tua kita telah menjodohkan kita. Itu artinya aku ini adalah calon istrimu. Apa kamu lupa itu Samuel?" ucap Luna mencoba untuk mengingatkan Samuel.
"Keluar sekarang juga, Luna! Aku tidak punya banyak waktu untuk berdebat tentang masalah ini dengan kamu! Jangan sampai kesabaranku habis. Atau aku akan memanggil satpam untuk mengusirmu!"
Samuel mulai tersulut emosinya. Kedua mata elangnya menatap tajam pada perempuan yang sedari tadi tak juga beranjak dari ruangannya. Padahal, sudah jelas sedari tadi Samuel telah mengusirnya.
Sementara itu, Syahira sedari tadi hanya terdiam menyaksikan atasannya dibentak laki-laki yang katanya pemilik hotel tempat dimana ia bekerja.
Padahal, jika di tempat kerjanya, Luna terkenal sebagai atasan yang sangat galak. Perempuan itu tak segan untuk memecat pegawainya jika melakukan kesalahan sedikit saja.
Dan kini, Syahira melihat perempuan galak itu mati kutu karena dimarahi dan diusir oleh pemilik utama hotel tempat dimana ia bekerja? Sungguh, pemandangan aneh.
'Galak sekali pria itu. Tapi, dengan ekspresi wajah seperti itu, dia terlihat lebih tampan,’ batin Syahira tanpa sadar.
"Oke, aku akan keluar sekarang juga. Aku akan mengadukan perlakuanmu ini kepada Tante Martha," ancam Luna.
"Terserah!"
Luna kemudian beranjak dan berjalan menuju pintu. Kini, ia berhadapan dengan Syahira yang masih berdiri di ambang pintu sedari tadi.
"Awas kau, pelayan rendahan! Aku akan membuat perhitungan denganmu setelah kejadian ini!"
Kali ini, Luna memberi ancaman kepada Syahira.
Ia benar-benar merasa sangat marah, sekaligus malu karena laki-laki yang dicintainya berani membentaknya dan juga mengusirnya di depan pegawainya sendiri. Dia merasa wibawanya jatuh di depan Syahira akibat ulah Samuel.Syahira hanya bisa menundukkan kepalanya. Jantungnya berdetak sangat cepat. Gadis lugu itu takut jika dirinya nanti akan dipecat dari pekerjaannya.
Bahkan setelah kepergian Luna, Syahira masih saja bergeming di tempatnya.
Kepalanya masih saja ia tundukkan, kedua tangannya saling bertautan. Ia seketika merasa takut pada laki-laki yang bernama Samuel itu. Apalagi, dia sempat melihat tatapan matanya yang membuat jantung Syahira semakin berdetak tak karuan."Hei, kamu!" teriak Samuel dari tempat duduknya.
Seketika, Syahira mendongakkan kepalanya dan menatap lurus ke arah laki-laki yang memanggilnya tadi. Sepasang, mata kedua orang itu saling berpandangan. Namun, Syahira buru-buru kembali menundukkan kepalanya.
"Syahira! Kenapa dari tadi kamu masih saja berdiri di sana? Kamu mau jadi patung selamat datang, hah?" sarkas Samuel dengan suaranya yang cukup keras.
"Eh, eng–enggak,” ucap Syahira spontan, “enak aja, masa aku jadi patung selamat datang, sih. Bisa-bisa gempor kakiku."
"Kalau gitu, ngapain kamu masih berdiri di situ? Ayo sini!" seru Samuel.
"Memangnya mau apa, Pak?" tanya Syahira dengan mimik wajahnya yang polos.
Samuel memukul jidatnya pelan. "Astaga, Syahira ...."
Laki-laki dengan tinggi 185 cm itu lantas berjalan menghampiri Syahira.
Gadis itu syok dan memundurkan langkah perlahan, hingga tubuhnya semakin rapat dengan dinding–yang berada di samping pintu yang masih terbuka.
Saat tubuh laki-laki jangkung itu semakin mendekat, batin Syahira bertanya-tanya, 'Astaga, apa yang akan dia lakukan?'
Samuel menyadari itu. Entah mengapa, dia semakin ingin mengerjai gadis lugu tersebut.
Dengan sengaja, pria itu tersenyum menyeringai. Di saat bersamaan, sebelah tangan Samuel juga langsung menutup pintu ruangan kerjanya dan tak lupa untuk menguncinya.
Melihat itu, Syahira semakin ketakutan. Jantungnya semakin berdetak tak karuan.
'Kenapa pintunya harus dikunci? Sebenarnya, apa yang akan laki-laki ini lakukan kepadaku? Bunda, tolong Syahira.'
Gadis itu berbicara di dalam hatinya. Syahira menahan nafasnya dan menutup matanya saat kedua manik mata milik Samuel menatapnya dengan tajam. "Hei, Syahira! Ngapain kamu tutup mata seperti itu, hem?" tegur Samuel dengan suara beratnya.
"Ayo cepat mandinya, jangan lama-lama!" seru Romi. Kemudian ia pun kembali ke ruang tengah dan duduk si sofa semula. Sambil menunggu anak dan menantunya bersiap-siap, Romi memainkan ponselnya.Samuel segera mengetuk pintu kamar mandi yang memang hanya ada satu di dalam villa itu. Tok ...tok ... tok ..."Syahira, apa kamu bisa lebih cepat di kamar mandinya?" Samuel sedikit berteriak tepat di depan pintu kamar mandi. "I--iya, ini sebentar lagi juga udah selesai, kok," sahut Syahira dari dalam kamar mandi. Kemudian ia pun segera menyelesaikan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. 'Huh, ga enak banget mandi aja di tungguin.' Syahira menggerutu di hatinya. Menit berikutnya, pintu kamar mandi pun terbuka, dan Samuel masih berdiri di depan pintu, membuat Syahira merasa malu, karena saat ini Syahira hanya mengenakan handuk. Tubuh polosnya kini hanya berbalut handuk. Syahira dan Samuel sama-sama mematung dan saling pandang. Samuel sampai meneguk air liurnya b
"Pagi, pengantin baru," sapa Romi yang sepagi ini sudah berada di depan pintu villa yang ditempati oleh Syahira dan Samuel. Syahira yang baru bangun, sangat terkejut melihat kedatangan ayah mertuanya yang tiba-tiba, dan sepagi ini pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya itu sudah datang ke villa. Entah untuk apa Romi datang sepagi ini. "Pa ... Pak Romi?" pekik Syahira terkejut. "Ayolah, Syahira. Jangan panggil 'pak'. Panggil Ayah saja. Kamu ini sekarang adalah istri dari Samuel, putra Ayah satu-satunya. Jadi, Ayah juga sudah menganggap kamu sebagai putri Ayah."Romi mengacak rambut Syahira. Pria itu memperlakukan Syahira sudah seperti anak kandungnya sendiri. Karena memang sedari Syahira kecil, Romi sudah menganggap gadis itu sebagai anaknya sendiri. Dan betapa bahagianya Romi saat ini, setelah keinginannya terwujud untuk menikahkan putranya dengan Syahira. 'Ish, kenapa ayah sama anak itu tingkahnya sama saja. Sama-sama suka mengacak rambutku,' g
"Kamu kenapa, Syahira? Kok ngeliatin aku kayak gitu?" Samuel memicingkan matanya. Menatap wajah perempuan yang baru saja dinikahinya itu. "Eh ... siapa yang ngeliatin Bapak. Kepedean, deh," sanggah Syahira sembari memalingkan wajahnya, menatap hamparan lautan di depannya. Terlihat sekali jika Syahira berusaha untuk menutupinya. Perempuan yang kini sudah sah menjadi istri dari Samuel itu, saat ini pasti sedang merasakan malu.Samuel tersenyum. Laki-laki yang kini berkulit putih itu masih terus memandangi wajah Syahira. Ekspresi wajah istrinya sungguh sangat menggemaskan bagi Samuel. Baginya, Syahira masih sama seperti dulu. Syahira kecil yang manja dan menggemaskan. Rasanya, Samuel masih tak percaya jika saat ini ia telah menikahi gadis kecilnya. "Kenapa jadi sekarang Bapak yang ngeliatin aku kayak gitu?" protes Syahira yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Samuel. Kali ini giliran Samuel yang terlihat salah tingkah. Ia merasa termakan oleh omongannya s
"Cellin!" pekik Rena begitu terkejutnya, saat ia melihat putri kesayangannya itu tiba-tiba jatuh pingsan di dekatnya.Kedua matanya langsung membelalak lebar. Wajah Rena pun sudah terlihat begitu panik dan kebingungan, tak mengerti kenapa putrinya jadi seperti ini lagi.Rena berjalan cepat menghampiri Cellin yang sudah terpejam tak berdaya. Lekas ia duduk bertekuk lutut di samping sang putri dan menepuk-nepuk pipi Cellin dengan pelan."Astaga, Cellin! Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?" Rena masih panik dan mengguncang-guncangkan tubuh Cellin supaya mau terbangun."Ayo bangun, Cellin. Jangan buat ibu jadi cemas begini," panik Rena, karena putrinya itu tak kunjung membuka matanya.Rena benar-benar kebingungan dan kalang kabut. Dia tak tahu apa yang telah terjadi kepada putrinya, kenapa akhir-akhir ini Cellin seringkali mendadak pingsan seperti saat ini.Melihat Cellin yang tiba-tiba jatuh pingsan, membuat hati bersih Syahira pun ter
"Ya ampun, Cellin. Apa yang terjadi sama kamu?"Rena tengah duduk di atas tempat tidur dengan wajahnya yang terlihat begitu cemas. Di sampingnya tampak sang putri kesayangan yang sedang berbaring miring membelakanginya.Selimut tebal nampak menutupi tubuh gadis remaja itu hingga sebatas telinganya. Di balik selimut tebal itu, terlihat bahunya naik turun dan suara isakan pelan terdengar."Hiks, hiks," isak tangis Cellin tergugu, membuat dadanya terasa kian sesak.Menyaksikan putrinya yang sedang menangis tertahan, tentu saja membuat Rena semakin merasa cemas. Perlahan ia menyentuh punggung Cellin dan mengusap-usapnya."Cellin, ada apa, Nak? Katakan sama ibu, apa yang terjadi sama kamu?" bujuk Rena.Akan tetapi, Cellin sama sekali tak mau menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk tetap diam meringkuk sambil terus menangis. Rena menjadi kebingungan dengan sikap sang putri. Tangannya kemudian terulur meraih kepala Cellin, tetapi tiba-tiba Rena merasa sangat te
Dengan langkah berjingkat, Syahira berjalan keluar dari kamar. Sengaja ia berjalan pelan seperti itu agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu istirahat Samuel saat ini."Aku harus segera masak, mumpung dia masih tidur," gumam Syahira, sembari membuka pintu kamar dengan pelan dan menutupnya kembali dengan berhati-hati.Kritt!Begitu pintu kamar tertutup, Syahira kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ruangan luas yang tampak rapi itu menyambut kedatangan Syahira di sana. Pasti Mbak Siti yang sudah merapikan tempat itu sebelumnya. Syahira pun kemudian mulai berjalan mendekati lemari es yang berada di sudut dapur."Mungkin ada sesuatu yang bisa aku masak pagi ini," gumam Syahira, berucap pada dirinya sendiri.Perlahan tangannya mulai meraih gagang pintu lemari es tersebut dan lekas menariknya. Kulkas pun terbuka lebar, tetapi ketika suhu dingin dari lemari es itu menguar menerpa wajah Syahira, seketika kedua mata gadis itu membelalak lebar. Kedua bibirn