"Hah".
"Hahahaha" gelak tawa memenuhi ruangan yang luas itu."Aku jatuh cinta pada pelayan itu, hah, Astaga apa stok wanita di dunia sudah habis hingga aku harus suka dengan seorang teroris itu" entah itu hinaan atau untuk menjatuhkan, karena sekarang yang Leya rasakan hanyalah sakit hati saat mendengar itu.Tangan Emly terkepal kuat, nafasnya memburu menahan amarahnya yang sudah ada di ubun ubun."Sekali lagi kau menyakiti Leya, maka jangan anggap aku adik kamu lagi".BrakkEmly pergi dari sana dengan amarah yang semakin meluap luap, meninggalkan Leya dan Aldrich yang saat ini hanya bungkam saja karena terasa sangat canggung.BrughhLeya menjatuhkan beban tubuhnya, dia hampir saja akan bersujud di hadapan Aldrich untuk meminta ampunan dari Aldrich.Leya melakukan hal itu bukan semata mata karena dia menjatuhkan harga diri di hadapan Aldrich.Namun rasa takut di pecat membuat Leya harus berlutut seperti itu."Jangan pecat saya tuan" lirih Leya dengan mata sendu meminta ampun dari Pria yang bahkan sangat kejam padanya itu.Suara langkah kaki membuat pandangan Leya dan Aldrich menatap pada suara yang di timbulkan oleh sepatu yang terbentur dengan lantai itu."Tuan ini obat yang Dokter kirimkan" sahutnya menaruh nampan yang isinya obat serta perban untuk mengobati luka luka Aldrich di atas ranjang."Keluarlah" titah Aldrich.Tatapan tajam tersorot pada Leya hingga membuat Leya tertunduk takut pada tatapan Aldrich yang bisa saja menguliti Leya itu."Aku akan maafkan kamu, asal kamu gantikan perban aku" titah Aldrich."Baik tuan".Tangannya gemetar, dengan perlahan lahan Leya mengobati luka itu dan mengganti perbannya dengan yang baru.Takut mulai menghantui Leya hingga tanpa sengaja Leya terlalu kuat menekan luka yang ada di badan Aldrich itu."Arghh apa kau sudah bosan hidup" geram Aldrich dengan tangan yang saat ini melayang di udara, Aldrich hendak menampar Leya hanya karena melakukan kesalahan.Namun Aldrich mengurungkan niatnya saat melihat Leya yang sangat ketakutan dengan memejamkan matanya.Leya seperti berkesiap menghalangi wajahnya yang akan di tampar itu.Aldrich merasa bersalah karena dia sangat ringan tangan pada seorang wanita, dan itu bukanlah sikap Aldrich.Walaupun benar Aldrich kejam tetapi dia tidak pernah kasar pada wanita yang tidak bersalah padanya."Maafkan aku" lirih Aldrich merasa bersalah.DuarrBagai ada Guntur di siang bolong, Aldrich mengucapkan kata maaf? Mustahil? Selama ini Aldrich tidak pernah mengucapkan kata maaf, namun sekarang dia mengucapkannya pada Leya.Mimpi apa Leya semalam bisa mendapatkan permintaan maaf dari Aldrich yang keras dan arogan itu.**Siang ini sinar mentari terasa sangat panas bahkan mampu membuat Aldrich kegerahan padahal saat ini dia berada di ruangan yang memakai AC.KrettSuara pintu di buka perlahan membuat Aldrich mengalihkan tatapannya pada orang yang datang ke kamarnya itu."Tuan, makanlah" sahut seorang wanita berusia dua puluh lima tahunan itu datang ke sana dengan membawa nampan yang berisi bubur dan satu gelas air."Di mana Leya" sebuah pertanyaan yang langka yang keluar dari mulut Aldrich."Leya pulang lebih dahulu tuan, kataya Kenan sakit" jawab wanita berambut panjang diikat itu bernama Ririn."Taruh buburnya di sini, kau keluarlah" titah Aldrich dengan suara ketus.Aldrich mandiri dia makan bubur dengan tangannya sendiri.Hanya suara ketukan antara sendok dan mangkuk saja yang terdengar di ruangan yang sepi itu, hanya kesunyian yang Aldrich harapkan, maka Villa itu adalah tempat yang pas untuk Aldrich.Karena sebelumnya Aldrich tidak tinggal di sana, namun karena beberapa kali Aldrich di cari oleh musuh musuhnya, maka Aldrich Pindah ke villa yang ada di pelosok desa.Tak sia sia Aldrich merogoh kocek milyaran, karena yang Aldrich dapatkan lebih dari banyaknya uang itu, Ketua Mafia itu mendapatkan ketenangan, View pemandangan yang sangat indah dan yang paling penting Aldrich bisa bersembunyi dari musuh yang mengincar dia."Aldrichhhhh" teriak seorang pria dari arah luar pintu kamar Aldrich.Rasanya kesunyian yang Aldrich dambakan akan hilang ketika Van Michelle Amhar datang ke sana dia langsung duduk di samping Aldrich yang saat ini tengah memasukan bubur itu ke dalam mulutnya."Berapa duit yang kau keluarkan untuk membeli Vila ini" tanya Van dengan tidak sopan, bahkan dia bertanya berapa Aldrich membeli Villa itu padahal saat ini Aldrich tengah sakit."Jangan bahas masalah itu di sini, aku gak mau menghitungnya" ketus Aldrich."Katanya gadis di desa ini tidak pernah gagal" Van berkhayal, bahkan dia berimajinasi kalau ada bidadari di desa yang tengah mereka tempati itu."Aku gak tau" singkat Aldrich yang bahkan sudah jelas menunjukkan kalau dia tidak mood untuk bicara.Van melihat luka yang di balut perban di tangan Aldrich itu.Tanpa perasaan Van langsung menarik perban itu, sehingga membuat luka yang bekas di jahit itu terlihat sempurna."Ishh" Van bergidik ngeri."Kau pilihlah kamar mu sendiri, anggap saja ini Villa kamu juga, dan ingat Van, jangan pernah menyentuh gadis atau siapa pun di Villa ini" peringatan dari Aldrich.Van mengerutkan keningnya dia adalah laki laki bebas tidak mungkin dia bisa hidup sendirian."Kenapa" Van menatap penuh tanya pada Aldrich."Peraturan dari warga sebelum aku membeli Villa ini" ujar Aldrich."Anda tidak boleh melakukan Zina di tempat ini, anda tidak boleh menutup akses air, anda tidak berhak menutup jalan, jangan buat kegaduhan, warga di sini kurang suka pada pendatang baru, apa lagi jika orangnya sombong dan suka membuat keributan" ucap pak Arif saat Aldrich membeli Villa itu.Besar kemungkinan kalau Aldrich hanya bisa diam saja di sana, namun dengan secara tidak langsung warga di sana juga meminta Aldrich untuk membantu melancarkan kehidupan sehari-hari mereka.Tentu saja, hal itu bukan hal besar bagi Aldrich, mengingat kalau soal bersandiwara Aldrich adalah orang yang tepat untuk menjalankannya."Lalu bagaimana dengan wanita" tanya Van yang langsung terlihat kurang bersemangat."Ada Villa yang bisa kau gunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis mu" sahut Aldrich memberikan alamat dan satu buah kunci pada Van."CK kau memang sahabat yang paling baik" decak kagum yang hanya bisa Van lakukan apa lagi Aldrich sangatlah pandai dalam membuat drama.**Malam ini terasa sangat sunyi, hanya suara jangkrik yang menemani malam yang gelap itu.Di bawah cahaya rembulan malam, tampak seorang pria yang saat ini tengah menikmati malam di balkon dekat kamarnya.Angin berhembus menerpa wajah tampan itu, helaan nafas terdengar berat.Dia hanya di temani dengan satu botol wine yang isinya tersisa setengahnya.Dia meneguk minuman itu hingga membuat jakunnya naik turun karena dia menelan minuman.Begitulah Aldrich, setiap malam dia akan merindukan seseorang yang sangat berharga bagi dirinya.Namun sayang orang yang dia sayangi itu sudah ada di pangkuan tuhan, Aldrich menatap langit langit yang saat ini bertaburkan bintang bintang."Bagaimana kabar kamu? Apa di sana dingin? Aku sakit, Hufh, kapan kau akan datang ke sini dan merawat aku? Tidak bolehkah aku meminta pengganti dirimu" batin Aldrich berucap sambil menikmati pemandangan pedesaan dari atas sana.Siapa orang yang Aldrich sayangi itu?Rasanya beban dia sangat berat?Pagi ini Aldrich terbangun, suara berisik dari mesin penghisap debu mampu membuat Aldrich terbangun."Selamat pagi tuan" tanya Leya yang saat ini melihat kalau Aldrich baru saja terbangun.Aldrich hanya diam saja, dia baru mengingat kalau semalam dia mabuk dan berakhir dengan tertidur pulas di atas ranjang yang empuk itu."Tolong siapkan aku air hangat aku mau mandi" titah Aldrich."Maaf tuan tapi kata Dokter, anda tidak boleh mandi" sahut Leya menunduk."CK" hanya decakan yang Aldrich tunjukan untuk merespon perkataan Leya.TokkTokkLeya berjalan ke arah pintu kamar tuannya itu, dia membuka sedikit pintu itu dan ternyata ada seorang laki laki yang berdiri di sana tengah membawa nampan yang berisi nasi dengan sayuran buatan Leya tadi.Van masuk ke dalam dan langsung mendekat pada Aldrich yang saat ini hanya memutar bola matanya malas."Mau apa kau datang kemari" malas Aldrich meladeni sahabatnya itu."Ayo makan aku akan suapi" sahut Van layaknya seorang bapak yang tengah memaksa anak
"Tuan" keluh Leya yang saat ini tangannya di pelintir oleh Aldrich."Maafkan aku" kesal Aldrich yang langsung melepaskan tangan Leya.Leya mengasuh kesakitan dia bahkan mengibas ibaskan tangannya karena kesakitan ulah Aldrich."Tuan setid....." Dorr"Tiarap" sahut Aldrich membawa Leya ke kolong ranjangnya.DugKepala Leya terbentur di ranjang yang ada di kamar itu, Leya di ibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga juga.Leya memegang kepalanya yang terbentur cukup keras, ke kayu yang menopang ranjang itu."Sakit" tanya Aldrich yang langsung mengusap kepala Leya."Ish kenapa ada suara pistol di sini" geram Aldrich yang saat ini sudah sangat marah bahkan rahangnya mengeras jika mengingat musuh musuh Aldrich yang selalu saja mengincar dia."Tuan ada apa" tanya Leya ketakutan, tentu saja Leya bahkan belum pernah melihat seperti apa pistol tapi saat ini ada suara pistol yang terdengar di Villa itu.BrakkLeya terperanjat kaget saat mendengar suara pintu yang saat ini terbuka, Leya takut kalau
Malam ini di sebuah markas yang di pegang oleh perkumpulan Mafia bernama Wustom, saat ini mereka mendapatkan kiriman hadiah yang sangat indah.Orang orang Granida membuka kotak besar itu di luar, takutnya ada jebakan dari Mafia lain yang akan membuat mereka dalam bahaya, bukan hal pertama bagi mereka mendapatkan kiriman seperti itu.Dan yang sudah sudah isinya adalah bom, atau bahkan senjata yang bisa menghabisi nyawa para orang orang itu.Mereka membuka kotak yang ada di sana, dan isinya adalah anak buah yang tadinya di suruh mencari tau keberadaan Aldrich.Mereka terkejut bukan main, mengingat saat berangkat orang itu masih sangat sehat."Panggil tuan Granida" pinta orang itu."Ada apa" tanya Granida yang saat ini sudah ada di sana menatap tajam pada kotak yang besar itu."Tuan jenazah Naren" sahutnya menunjuk pada jasad yang sudah di tinggal rohnya itu."Ini pasti ulah Aldrich" geramnya.Granida melihat ada sebuah pemutar rekaman yang ada di atas jenazah Naren.Granida memutar reka
Di kegelapan malam kira kira pukul setengah sembilan, Leya berjalan di jalanan pedesaan itu, hanya bercahayakan lampu temaram yang ada di pinggir jalan, Malam ini terasa sangat mencekam apa lagi keadaan di desa jika lewat dari pukul delapan, sudah tidak ada lagi warga yang beraktivitas."Dinginnya" gumam Leya.PrakkTiba tiba suara barang jatuh memekikan Indra pendengaran Leya, bulu kuduk seakan meremang, ketakutan menguasai pemikiran Leya.Leya melihat ke arah belakang namun saat ini ada sosok hitam yang berdiri di belakangnya.Lutut Leya melemas namun sekuat tenaga dia menguatkan kakinya agar dia bisa lari dari sana."Aaaaaaa" teriak Leya sembari berlari kocar kacir dari sana.Sedangkan saat ini anak buah Aldrich keheranan menatap pada Leya yang sudah pergi dari sana."Wanita itu gila" gumamnya sambil memungut belanjaan dia yang tadi sempat terjatuh ke tanah.**Pagi ini Leya sakit, badannya menggigil sejak pagi tadi, rasanya Leya sangat tidak bersemangat namun dia tidak bisa diam s
Byurr..Leya tercebur ke kolam renang yang saat ini airnya seleher Leya, kolam itu benar benar dalam, untungnya Aldrich langsung menarik tangan Leya dan memegang pinggang Leya agar Leya tidak tenggelam.Air masuk ke hidung dan telinga Leya, semua pakaian Leya basah bahkan kerudung Leya juga sudah benar benar basah.Kalau saja tidak ada Aldrich mungkin Leya sudah mengambang tanpa nyawa.Tangan Leya memegang tangan Aldrich dengan sangat erat bahkan kuku Leya sampai melukai kulit tangan Aldrich mungkin Leya takut."Van apa kau gila" bentak Aldrich marah pada sahabatnya bahkan Aldrich juga mendorong badan kekar Van karena ulah Van itu bisa membahayakan Leya.Van terkejut mendengar Aldrich yang baru saja membentaknya bahkan Aldrich juga mendorong Van dengan begitu kuatnya."Al kau membentak aku, aku hanya iseng" sahut Van."Perlakuan mu sangat keterlaluan" bentak Aldrich."Kamu gak papa Leya, maafkan aku, aku pikir kamu bisa berenang" ucap Van merasa bersalah apa lagi Aldrich juga memarahi
"Sekarang ayo ucapkan niat dulu" ucap Leya."Niat itu apa? bagaimana melakukannya" tanya Emly.Hah.Leya mengernyitkan keningnya dia tidak tau kalau Emly bahkan tidak tau caranya melakukan sholat, bahkan untuk Niat pun Emly tidak bisa."Nona, Niat menurut syara adalah Keinginan untuk melakukan sesuatu yang diikuti dengan perbuatan, dan Menurut para ulama arti kata niat adalah keinginan yang disertai dengan perbuatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang, ibarat begini Nona mau makan, dalam hati Nona punya keinginan untuk makan dan setelah adanya niat itu, Nona langsung makan, begitulah kira kira" ucap Leya menjelaskan."Bagaimana cara berniat itu" tanya Emly memandang pada Leya."Ushollid fardhozh zhuhri arba'a roka'aatin mustaqbilal qiblati adaa-an lillaahi ta'aalaa. Ini untuk sholat Dzuhur, kalau sholat Ashar, Nona tinggal ganti niatnya" ucap Leya."Dan dalam hati Nona katakan (Saya niat salat fardu Dzuhur empat rakaat dengan menghadap kiblat karena Allah Ta'ala) Allahu
Ririn datang ke sana, panik menyelimuti gadis yang sedikit lebih tua dari Leya itu, Ririn takutnya Leya akan kenapa kenapa."Ada apa Le" tanya Ririn."Ini kak Rin, kepala aku sakit sekali, Astaghfirullah aku kenapa" sahut Leya memegang kepalanya yang benar benar sakit itu.Ririn panik namun saat Ririn akan meminta bantuan pada Ibu Ani, Leya sudah pingsan di kolam renang yang baru saja beres di bersihkan itu."Leya" teriak Ririn panik, wajah Ririn langsung cemas dia takut kalau orang tua Leya akan menyalahkan dia.Beberapa jam kemudian."Bagaimana apa Leya sudah sadar" tanya Aldrich yang saat ini membawa satu botol minuman keras yang sangat mahal."Belum tuan" ujar Ririn dengan gelengan kepala.Emly hanya duduk di samping Leya yang saat ini di baringkan di atas Sofa.Ririn dan Ibu Ani akan sibuk di dapur apa lagi saat ini mereka harus makan banyak karena anak buah Aldrich bertambah banyak di sana."Kak bawalah ke rumah sakit" ujar Emly."Kata Ririn dia hanya sakit kepala jadi apa yang
"Hah, apa itu tuan" Leya terkejut saat melihat badan Aldrich.Ada luka sayatan yang hanya di tutup dengan kain kasa, darahnya bahkan masih basah bahkan kaos yang Aldrich pakai pun mulai terlihat basah."Aku terluka, ayo obati aku jangan banyak bicara" sahut Aldrich yang langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang.Bahkan luka tusukan saat menyelamatkan Emly juga masih ada dan sekarang di tambah lagi dengan luka sayatan di tubuh mulus pria jahat itu.Dengan perlahan tapi pasti Leya mengobati luka itu.Mata Aldrich terpejam dia merasa sangat lelah apa lagi perjalanan dia ke luar negeri memakan waktu yang cukup lama apa lagi ada beberapa insiden yang terjadi selama dua hari di sana."Kenapa tuan terus menerus terluka" tanya Leya."Entah, mungkin kulit aku rapuh" jawab Aldrich dengan mata yang masih tertutup merasakan nyaman saat merebahkan badan di tempat tidur."Bilang pada Van, aku butuh wanita, dua jam lagi aku akan berangkat ke Villa AF" ucap Aldrich."Untuk apa wanita tuan" tanya