Share

Bab 3 permintaan maaf

"Hah".

"Hahahaha" gelak tawa memenuhi ruangan yang luas itu.

"Aku jatuh cinta pada pelayan itu, hah, Astaga apa stok wanita di dunia sudah habis hingga aku harus suka dengan seorang teroris itu" entah itu hinaan atau untuk menjatuhkan, karena sekarang yang Leya rasakan hanyalah sakit hati saat mendengar itu.

Tangan Emly terkepal kuat, nafasnya memburu menahan amarahnya yang sudah ada di ubun ubun.

"Sekali lagi kau menyakiti Leya, maka jangan anggap aku adik kamu lagi".

Brakk

Emly pergi dari sana dengan amarah yang semakin meluap luap, meninggalkan Leya dan Aldrich yang saat ini hanya bungkam saja karena terasa sangat canggung.

Brughh

Leya menjatuhkan beban tubuhnya, dia hampir saja akan bersujud di hadapan Aldrich untuk meminta ampunan dari Aldrich.

Leya melakukan hal itu bukan semata mata karena dia menjatuhkan harga diri di hadapan Aldrich.

Namun rasa takut di pecat membuat Leya harus berlutut seperti itu.

"Jangan pecat saya tuan" lirih Leya dengan mata sendu meminta ampun dari Pria yang bahkan sangat kejam padanya itu.

Suara langkah kaki membuat pandangan Leya dan Aldrich menatap pada suara yang di timbulkan oleh sepatu yang terbentur dengan lantai itu.

"Tuan ini obat yang Dokter kirimkan" sahutnya menaruh nampan yang isinya obat serta perban untuk mengobati luka luka Aldrich di atas ranjang.

"Keluarlah" titah Aldrich.

Tatapan tajam tersorot pada Leya hingga membuat Leya tertunduk takut pada tatapan Aldrich yang bisa saja menguliti Leya itu.

"Aku akan maafkan kamu, asal kamu gantikan perban aku" titah Aldrich.

"Baik tuan".

Tangannya gemetar, dengan perlahan lahan Leya mengobati luka itu dan mengganti perbannya dengan yang baru.

Takut mulai menghantui Leya hingga tanpa sengaja Leya terlalu kuat menekan luka yang ada di badan Aldrich itu.

"Arghh apa kau sudah bosan hidup" geram Aldrich dengan tangan yang saat ini melayang di udara, Aldrich hendak menampar Leya hanya karena melakukan kesalahan.

Namun Aldrich mengurungkan niatnya saat melihat Leya yang sangat ketakutan dengan memejamkan matanya.

Leya seperti berkesiap menghalangi wajahnya yang akan di tampar itu.

Aldrich merasa bersalah karena dia sangat ringan tangan pada seorang wanita, dan itu bukanlah sikap Aldrich.

Walaupun benar Aldrich kejam tetapi dia tidak pernah kasar pada wanita yang tidak bersalah padanya.

"Maafkan aku" lirih Aldrich merasa bersalah.

Duarr

Bagai ada Guntur di siang bolong, Aldrich mengucapkan kata maaf? Mustahil? Selama ini Aldrich tidak pernah mengucapkan kata maaf, namun sekarang dia mengucapkannya pada Leya.

Mimpi apa Leya semalam bisa mendapatkan permintaan maaf dari Aldrich yang keras dan arogan itu.

**

Siang ini sinar mentari terasa sangat panas bahkan mampu membuat Aldrich kegerahan padahal saat ini dia berada di ruangan yang memakai AC.

Krett

Suara pintu di buka perlahan membuat Aldrich mengalihkan tatapannya pada orang yang datang ke kamarnya itu.

"Tuan, makanlah" sahut seorang wanita berusia dua puluh lima tahunan itu datang ke sana dengan membawa nampan yang berisi bubur dan satu gelas air.

"Di mana Leya" sebuah pertanyaan yang langka yang keluar dari mulut Aldrich.

"Leya pulang lebih dahulu tuan, kataya Kenan sakit" jawab wanita berambut panjang diikat itu bernama Ririn.

"Taruh buburnya di sini, kau keluarlah" titah Aldrich dengan suara ketus.

Aldrich mandiri dia makan bubur dengan tangannya sendiri.

Hanya suara ketukan antara sendok dan mangkuk saja yang terdengar di ruangan yang sepi itu, hanya kesunyian yang Aldrich harapkan, maka Villa itu adalah tempat yang pas untuk Aldrich.

Karena sebelumnya Aldrich tidak tinggal di sana, namun karena beberapa kali Aldrich di cari oleh musuh musuhnya, maka Aldrich Pindah ke villa yang ada di pelosok desa.

Tak sia sia Aldrich merogoh kocek milyaran, karena yang Aldrich dapatkan lebih dari banyaknya uang itu, Ketua Mafia itu mendapatkan ketenangan, View pemandangan yang sangat indah dan yang paling penting Aldrich bisa bersembunyi dari musuh yang mengincar dia.

"Aldrichhhhh" teriak seorang pria dari arah luar pintu kamar Aldrich.

Rasanya kesunyian yang Aldrich dambakan akan hilang ketika Van Michelle Amhar datang ke sana dia langsung duduk di samping Aldrich yang saat ini tengah memasukan bubur itu ke dalam mulutnya.

"Berapa duit yang kau keluarkan untuk membeli Vila ini" tanya Van dengan tidak sopan, bahkan dia bertanya berapa Aldrich membeli Villa itu padahal saat ini Aldrich tengah sakit.

"Jangan bahas masalah itu di sini, aku gak mau menghitungnya" ketus Aldrich.

"Katanya gadis di desa ini tidak pernah gagal" Van berkhayal, bahkan dia berimajinasi kalau ada bidadari di desa yang tengah mereka tempati itu.

"Aku gak tau" singkat Aldrich yang bahkan sudah jelas menunjukkan kalau dia tidak mood untuk bicara.

Van melihat luka yang di balut perban di tangan Aldrich itu.

Tanpa perasaan Van langsung menarik perban itu, sehingga membuat luka yang bekas di jahit itu terlihat sempurna.

"Ishh" Van bergidik ngeri.

"Kau pilihlah kamar mu sendiri, anggap saja ini Villa kamu juga, dan ingat Van, jangan pernah menyentuh gadis atau siapa pun di Villa ini" peringatan dari Aldrich.

Van mengerutkan keningnya dia adalah laki laki bebas tidak mungkin dia bisa hidup sendirian.

"Kenapa" Van menatap penuh tanya pada Aldrich.

"Peraturan dari warga sebelum aku membeli Villa ini" ujar Aldrich.

"Anda tidak boleh melakukan Zina di tempat ini, anda tidak boleh menutup akses air, anda tidak berhak menutup jalan, jangan buat kegaduhan, warga di sini kurang suka pada pendatang baru, apa lagi jika orangnya sombong dan suka membuat keributan" ucap pak Arif saat Aldrich membeli Villa itu.

Besar kemungkinan kalau Aldrich hanya bisa diam saja di sana, namun dengan secara tidak langsung warga di sana juga meminta Aldrich untuk membantu melancarkan kehidupan sehari-hari mereka.

Tentu saja, hal itu bukan hal besar bagi Aldrich, mengingat kalau soal bersandiwara Aldrich adalah orang yang tepat untuk menjalankannya.

"Lalu bagaimana dengan wanita" tanya Van yang langsung terlihat kurang bersemangat.

"Ada Villa yang bisa kau gunakan untuk memenuhi kebutuhan biologis mu" sahut Aldrich memberikan alamat dan satu buah kunci pada Van.

"CK kau memang sahabat yang paling baik" decak kagum yang hanya bisa Van lakukan apa lagi Aldrich sangatlah pandai dalam membuat drama.

**

Malam ini terasa sangat sunyi, hanya suara jangkrik yang menemani malam yang gelap itu.

Di bawah cahaya rembulan malam, tampak seorang pria yang saat ini tengah menikmati malam di balkon dekat kamarnya.

Angin berhembus menerpa wajah tampan itu, helaan nafas terdengar berat.

Dia hanya di temani dengan satu botol wine yang isinya tersisa setengahnya.

Dia meneguk minuman itu hingga membuat jakunnya naik turun karena dia menelan minuman.

Begitulah Aldrich, setiap malam dia akan merindukan seseorang yang sangat berharga bagi dirinya.

Namun sayang orang yang dia sayangi itu sudah ada di pangkuan tuhan, Aldrich menatap langit langit yang saat ini bertaburkan bintang bintang.

"Bagaimana kabar kamu? Apa di sana dingin? Aku sakit, Hufh, kapan kau akan datang ke sini dan merawat aku? Tidak bolehkah aku meminta pengganti dirimu" batin Aldrich berucap sambil menikmati pemandangan pedesaan dari atas sana.

Siapa orang yang Aldrich sayangi itu?

Rasanya beban dia sangat berat?

Komen (5)
goodnovel comment avatar
lutfi08
penasaran sama orang yang Aldrich rindukan
goodnovel comment avatar
dian muh
kangen banget kyaknya sih aldrich
goodnovel comment avatar
Megarita
wuah alamat bucin deh si Aldrich...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status